Yohanes 14:15-20
Sdr-sdr yang dikasihi Tuhan Yesus,
Hari minggu lalu, kita merayakan hari Ayah. Perayaan hari Ayah mengingatkan kita semua pentingnya peran seorang ayah, baik di rumah, di gereja maupun di masyarakat. Seorang anak, hidupnya akan sulit berkembang dengan baik, jika tanpa kehadiran seorang ayah dalam hidupnya. Karena seseorang yang baru lahir, ibarat seekor burung yang membutuh-kan dua sayap, yakni sayap ayah dan sayap ibu untuk dia bisa bertumbuh dan berkembang dengan baik.
Jadi dalam sebuah keluarga kehadiran ayah dan ibu, sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan hidup seorang anak. Sdr-sdr, saya akan memperlihatkan 3 foto. Apakah ada bisa mengenali foto-foto siapa mereka?
1.Ada yang tahu foto siapa ini?
Friedrich Nietzsche. Friedrich adalah seorang filsuf ternama Jerman. Ayahnya yang bernama Ludwig Nietzsche adalah seorang pendeta Lutheran. Kematian sang ayah pada 30 juli 1849 pada saat Friedrich berumur 5 tahun, mengubah pandangannya mengenai Tuhan yang perlahan menuntunnya menjadi seorang atheis. Pada tahun 1889, Nietzsche mengalami gangguan mental yang membuatnya lumpuh sampai akhir hidupnya.
2. Foto kedua, ada yang tahu?
Karl Marx. Karl Marx tumbuh besar dalam keluarga liberal dan bourjouis tanpa keterlibatan agama yang serius. Minimnya didikan spiritual membuat Marx sulit menghormati ayahnya. Hal ini mendorong Marx sangat memusuhi kaum bourjouis ketika ia dewasa. Ia kemudian menciptakan asal usul ideology komunis. Tahun 1877, Marx mengalami gangguan saraf yang serius. Untuk dapat mengatasi insomnia yang muncul, ia harus memakai narkotika.
3. Nah kalau foto ini, sudah sangat terkenal,
Adolf Hitler. Sejak anak-anak, Hitler sudah menerima pukulan keras setiap hari dari ayahnya Alois Hitler. Ayahnya digambarkan sebagai seorang yang otoriter dan egois serta tidak peduli kepada perasaan anak dan istrinya. Figur ayah yang keras, tidak simpatik dan pemarah ini terekam dan termanifestasi ke dalam bentuk perilaku diktator Adolf Hitler. Tahun 1945, Hitler mengakhiri hidupnya dengan menembak dirinya sendiri.
Saudara-saudara, yang menarik, apabila kita telusuri otobiografi mereka, ketiga tokoh ini ternyata memiliki kesamaan yaitu adanya pengabaian emosional pada masa kanak-kanak, terutama yang berasal dari figur ayah. Mereka bertiga, adalah contoh dari anak-anak yang bertumbuh dengan kehilangan peran seorang ayah. Istilah yang sedang populer, yakni Fatherless
Apa yang dimaksud dengan fatherless? Fatherless adalah seseorang yang bertumbuh kembang tanpa kehadiran ayah, baik secara fisik yang disebabkan karena kematian, perceraian atau dtinggal pergi maupun secara psikologis walaupun punya ayah tetapi tidak memiliki hubungan yang dekat dengan ayahnya atau juga mungkin karena kesibukan ayah atau kurangnya perhatian ayah pada anaknya.
Departemen of Health and Human Service Amerika meneliti tentang efek kurangnya peran ayah. Hasilnya mencengangkan: Anak-anak yang yang tumbuh tidak dekat ayahnya lebih rentan dengan penyakit fisik, mental dan kejahatan. Generasi muda sekarang sering disebut sebagai "The Fatherless Generation", yaitu generasi yang hidup tanpa bimbingan serta kasih dari orang tua.
Saudara-saudara, menurut pandangan tradisional, kita sering mendengar atau mungkin mengalami sendiri pembagian peran dalam keluarga sebagai berikut: ayah bertugas mencari uang di luar rumah dan memenuhi kebutuhan keluarganya. Sementara ibu bertugas di dalam rumah, memasak, mencuci, mengepel dan merawat serta mengasuh anak-anak. Pengasuhan ayah sudah dianggap cukup bila ayah sudah membiayai anak-anaknya.
Namun dalam perkembangan terbaru, banyak ditemukan bahwa dalam tumbuh kembangnya, seorang anak juga membutuhkan keterlibatan figure ayahnya. Agar berkembang dengan baik dan utuh, Anak-anak butuh diasuh juga oleh ayah mereka. Dari ayahlah, anak laki-laki belajar untuk mengambil tindakan yang agresif, beresiko, bersaing, mengambil keputusan dan belajar berperan sebagai laki-laki.
Ketidakhadiran ayah ternyata membawa dampak dalam perilaku dan kesehatan mental seorang anak.Ulasan yang mendalam mengenai hal ini dituturkan oleh Rachmat Reza di dalam bukunya yang berjudul “My father(less) Story”.
Di dalam buku ini sang penulis menceritakan pengalamannya sendiri yang tidak pernah melihat atau mengenal sang ayah sejak ia dilahirkan karena ayahnya pergi meninggalkan keluarganya. Ia mendalami masalah fatherless ini dan kemudian juga terbeban melayani anak-anak remaja yang fatherless.
Menurut Reza ada beberapa jenis ayah:
- Ayah yang ideal apabila ayah ada/hadir dan terasa pengaruh positifnya dalam kehidupan anak. Dalam kenyataannya, ada pula anak-anak yang memiliki ayah namun ayahnya memberi pengaruh yang buruk misalnya suka melecehkan, melakukan kekerasan secara fisik atau dengan kata-kata.
- Ayah patung: apabila ayah ada tapi tidak ada pengaruhnya dalam kehidupan anak. Misalnya ayah terlalu sibuk bekerja dan tidak pernah berkomunikasi dengan anak.
- Ayah memori: Seorang anak yang ayah telah meninggal pada waktu anak masih kecil tetapi pengaruhnya masih tetap dirasakan oleh sang anak
- Ayah hantu: ayah yang dimiliki oleh seorang anak, tapi yang tidak pernah dilihat maupun dirasakan pengaruhnya. Misalnya sang ayah pergi meninggalkan keluarga pada saat si anak masih dalam kandungan.
Melalui jenis-jenis ayah ini, kita melihat bahwa fatherless atau ketiadaan figure ayah tidak hanya secara fisik disebabkan oleh kematian atau kepergian ayah tetapi secara psikologis yakni ketiadaan pengaruh, ayahnya ada tapi tidak berperan dalam pengasuhan anak.
Beragam kehadiran ayah ini tentu membawa pengaruh yang berbeda-beda dalam diri anak-anak dan tidak jarang meninggalkan goresan luka dan kepahitan sampai anak beranjak dewasa. Beberapa dampak negatif dari fatherless:
- Kerusakan gambar diri. Anak fatherless kemungkinan besar memiliki gambaran diri yang buruk dan harga diri yang rendah dan selalu menganggap akan ditolak. Sehingga sulit untuk membangun relasi dengan orang lain. Bahkan banyak yang menjadi gila kerja, gonta ganti pasangan dan selalu mencari kepuasan/kenikmatan (sebagai upaya untuk menutupi kesepian, harga diri dan keterpisahan).
- Tidak mampu mengendalikan emosi: menjadi terlalu rapuh dan lembut, namun bisa mudah marah, atau bisa tiba-tiba menjadi agresif kepada orang lain.
- Sulit menerima kepemimpinan otoritas. Kemarahan yang terpendam pada ayahnya terekam dalam pikiran anak dan di usia dewasa bisa muncul dalam bentuk menentang otoritas.
- Pandangan tentang Tuhan sebagai Bapa. Karena ketidakhadiran atau perlakuan tidak wajar dari ayah maka Tuhan dipandang sebagai figure yang kejam. Merasa Tuhan tidak bisa dipercaya dan menolak dirinya. Hingga relasi jauh dari Tuhan.
Kita telah mendapat informasi mengenai dampak negatif dari fatherless. Ternyata ada kabar baik bagi para fatherless: Anda dapat dipulihkan kembali menjadi seorang pribadi yang sehat, percaya diri dan memiliki gambaran diri yang baik. Reza Rachmat mengalami sendiri ketika mengalami perjumpaan dengan Bapa Surgawi dan akhirnya ia menerima Tuhan.
Ia mulai dapat melihat kehidupannya dengan kaca mata iman. Melalui doa, Firman Tuhan dan sesi-sesi konseling, ia masuk dalam proses pemulihan. Ia tidak merasa fatherless karena memiliki Bapa di Surga yang mengasihinya. Dan memang hanya Bapa Surgawi yang dapat menggantikan ruang kosong dalam jiwa seorang fatherless.
Saudara-saudara, Figur Allah sebagai ayah yang baik jelas terlihat dalam pembacaan Alkitab kita pada hari ini. Dalam ayat 18 dikatakan, “Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu. Aku datang kembali kepadamu.” Sekalipun ada ayah atau ibu kandung yang rela menelantarkan dan meninggalkan anak-anaknya namun Allah sebagai Bapa yang baik tidak pernah meninggalkan anak-anak-Nya.
Saudara-saudara, Tuhan Yesus menyampaikan kalimat ini sebelum Ia memasuki jalan salib, ditangkap, dan disalibkan. Ia tahu Ia akan berpisah dengan murid-murid-Nya. Bahkan di kemudian hari, setelah Ia bangkit, Ia tidak tidak bisa bersama dengan mereka lagi karena Ia naik ke Surga. Ia sangat mencintai murid-murid-Nya dan tahu beratnya perpisahan ini. Oleh karena itu Ia berkata, “Aku akan minta kepada Bapa supaya Ia memberikan penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya, yaitu Roh kebenaran. Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu.
Janji akan penolong ini bukan hanya sekedar janji. Tetapi digenapi dengan kedatangan Roh Kudus. Inilah jaminan Allah yang paling pasti, paling indah, dan paling berharga dari semua: Roh Kudus. Allah Bapa memberikan diri-Nya sendiri sebagai jaminan. Kehadiran Roh Kudus adalah Allah Bapa sendiri. Ia memberikan Roh-Nya untuk diam di dalam kita!
Begitu intimnya, begitu akrabnya. Roh Kudus itu yang menjadi penolong di saat kita menghadapi kesulitan dan tantangan, penghibur di saat kita sedih, pembela di saat kita menghadapi ancaman dan dakwaan yang tidak benar. Bahkan di dalam Roma 8:26 dikatakan ketika kita tidak mampu berdoa, Roh Kudus “sendiri yang berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan. Kehadiran Roh Kudus dalam diri kita membuat hubungan begitu dekat, kita di dalam Dia dan Dia di dalam kita.
Setiap jeritan hati kita, setiap kerinduan kita, akan didengar-Nya. Tak ada dari kita yang ter-sembunyi di hadapan-Nya. Apakah kerinduan-Nya, kerinduan kita juga? Apakah kehendak-Nya kehendak kita pula? Kehadiran Roh Kudus dalam diri dan hidup kita, bagaikan seorang Bapa, yang melindungi dan menyertai kita dalam menghadapi setiap masalah hidup.
Masalahnya, apakah kita mau mengundang-Nya dan membiarkan-Nya memimpin hidup kita? Di dalam ayat 17 dikatakan bahwa, “dunia tidak dapat menerima Dia karena dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia”. Artinya Peran dan karya nyata Roh Kudus hanya akan dialami oleh mereka yang percaya dan meminta pertolongan-Nya.
Saudara-saudara, marilah kita bersyukur atas kehadiran Allah melalui Roh Kudus dalam hidup kita. Biarlah di tengah-tengah peristiwa suka duka kehidupan kita, bahkan ketika kita mengalami ketidakhadiran figur ayah, kita mau membuka hati untuk menerima kehadiran Bapa Surgawi. Luka atas ketidakhadiran figur ayah meninggalkan ruang kosong dalam jiwa anak, yang hanya bisa digantikan oleh Allah – Sang Bapa yang Sempurna.
Mungkin kita hidup sebatang kara, entah karena pengabaian atau tragedi. Kita tidak memiliki siapa-siapa tetapi Allah tetap hadir—Ia meraih dan menarik kita kepada-Nya, dan memberi kita pengharapan. Bersama Allah, kita bukan lagi seorang yatim.Hanya Bapa Surgawi yang bisa mengisi kekosongan batin karena fatherless, baru kemudian boleh dilanjutkan dan dipelihara dengan mereka yang berperan sebagai bapa rohani.
Sdr-sdr, di dalam Kristus, kita semua menjadi anggota keluarga rohani bersama saudara-saudari seiman yang lain.Oleh sebab itu, marilah kita sebagai jemaat dan keluarga besar Allah, saling peduli dan memperhatikan satu sama lain dan berperan menjadi figur pengganti ayah bagi anak-anak fatherless yang Tuhan titipkan kepada kita. Agar mereka boleh mengalami kasih Bapa nyata melalui kehadiran dan kesaksian hidup kita. Roh Kudus akan membimbing dan memampukan kita.
Amin.