Kisah Para Rasul 2: 1-13

Jemaat terkasih. Bagaimana anda berkomunikasi dengan orang lain ketika ada kendala bahasa? Dengan bahasa isyarat? Dengan Google Translate? Ini mengingatkan saya akan teman saya Sanjith dari India. Saya mengenalnya di komunitas ekumenis Taize, Perancis, di mana anak muda dari berbagai negara dengan berbagai budaya dan bahasa datang untuk retreat selama 1 minggu. Saya ada di sana di musim panas 1997 selama praktek lapangan dari STT  Jakarta. Waktu itu saya pemuda berumur 22 tahun. Sanjith juga seorang sukarelawan muda, yang sama seperti saya tinggal di sana sekitar 3 bulan. Kamarnya di sebelah saya. Saya harus membiasakan diri dengannya, karena kalau ia bilang ‘ya’, justru ia menggelengkan kepala. Kalau ia bilang ‘tidak’, ia menganggukkan kepala. Ada lagi yang unik darinya, yaitu sehelai kertas yang selalu dia bawa ke mana-mana. Di situ tertulis ‘Aku cinta padamu’ dalam berbagai bahasa. Tiap kali ia bertemu seseorang, ia mengambil kertasnya. Ia bertanya dalam bahasa Inggris: ‘Kamu dari negara mana?’ Dari Jerman? ‘Ich liebe dich!’ Dari Polandia? ‘Kocham cię!’ Dari Korea? ‘Saranghaeyo!’. Demikian Sanjith mencoba agar ia dimengerti orang yang ia jumpai, khususnya para remaja putri.

Pertama kali kita membaca bahwa manusia saling tidak bisa mengerti bahasa satu sama lain adalah di Kejadian 11. Manusia menjadi sombong. Mereka ingin mencari nama untuk diri sendiri dengan mendirikan menara yang puncaknya sampai ke langit. Itulah menara Babel. Manusia ingin menonjolkan diri. Sebenarnya dengan ini manusia ingin menjadi seperti Allah. Namun di Babel Allah bertindak. Allah turun dan membuat kekacauan bahasa sehingga manusia tidak dapat mengerti bahasa masing-masing.

Di hari Pentakosta Allah kembali turun ke dunia ini. Berbeda dengan ketika Allah turun di Babel di mana orang-orang tiba-tiba tidak bisa saling mengerti, ketika Allah turun di hari Pentakosta orang-orang justru bisa kembali saling mengerti. Dua peristiwa di Alkitab ini saling berkaitan. Seperti cerminan terbalik. Kesombongan manusia mengakibatkan perpecahan, iri hati, rasa benci, dan peperangan. Ini kita lihat di sepanjang zaman. Namun di mana Roh Kudus bekerja, manusia dipersekutukan. Di sana jurang pemisah dijembatani dan terjadilah persekutuan sebagai saudara.

Ikatan dengan Allah mempersatukan. Roh Kudus menyatukan manusia. Ini terlihat jelas di Kisah 2. ‘Ketika tiba hari Pentakosta, semua orang percaya berkumpul di satu tempat. Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk; dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing. Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus …’ Melayani Tuhan bersama itu  menyatukan. Kalau Roh Kudus bekerja dalam hati anda, maka anda juga akan lebih dekat dengan yang lain karena Roh Kudus yang sama juga bekerja dalam dirinya. Dalam kebaktian pemuda-remaja ini, para remaja dan pemuda ingin menyampaikan ini dengan nyanyian: ‘Marilah kita bersatu’ (dari grup Sela).

Pada hari Pentakosta batas-batas bahasa diatasi, namun tidak dengan menjadikannya satu bahasa. Bukankah ini lebih mudah bagi kita? Kalau begitu kita tidak usah belajar bahasa asing. Siapa di antara remaja dan pemuda di sini yang suka pelajaran bahasa? (Bahasa apa yang kamu bisa? Bisa katakan sesuatu dalam bahasa itu? Bahasa apa yang masih ingin kamu pelajari?) Pada hari Pentakosta batas bahasa diatasi, namun dengan cara yang lebih indah daripada menjadikannya satu bahasa. Murid-murid Yesus tiba-tiba dapat berbicara dalam bahasa orang lain. Lukas, penulis dari Kisah Rasul menulis di pasal 1 bahwa ada 120 pengikut Yesus yang berkumpul, laki-laki dan perempuan, bersama berdoa dan menantikan Roh Kudus. Ini digenapi di hari Pentakosta. Orang Yahudi menyebutnya juga Hari Raya Tujuh Minggu (Shavuot), lima puluh hari sesudah Paskah. Yesus naik ke surga dan tiba-tiba, sepuluh hari kemudian Roh Kudus datang! Roh Kudus adalah Allah yang bertindak. Tidak kelihatan, namun pengaruh kehadiranNya tidak dapat kita abaikan.

Terjadilah mujizat: 120 orang itu berbicara dalam bahasa yang tidak pernah mereka pelajari. Dalam berbagai bahasa mereka bercerita tentang Yesus. Tentang kematianNya di salib untuk menebus dosa manusia, tentang kebangkitanNya, tentang kasihNya. Mereka menceritakan perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah. Orang-orang datang dari berbagai penjuru. Orang-orang yang tinggal di Yerusalem yang berasal dari berbagai bangsa dengan berbagai bahasa. Mereka adalah orang Yahudi maupun proselit (penganut agama Yahudi). Mereka semua mendengar bahasa ibu mereka. Apa yang terjadi kalau Roh Kudus datang? Tiba-tiba mereka mendengar pengikut Yesus berbicara dalam bahasa mereka! Seolah anda berjalan di negeri yang jauh, tiba-tiba anda mendengar bahasa Belanda atau Indonesia! Pernah mengalaminya? 120 pengikut Yesus berbicara dalam berbagai bahasa. Sungguh suatu mujizat bahasa.

Apa yang terjadi ketika anda mendengar dalam bahasa anda sendiri? Anda merasa begitu dikenal dan dimengerti! Dalam bahasa sendiri kita dapat mengekspresikan perasaan kita. Dalam bahasa lain sangatlah berbeda. Saya mengenal beberapa orang dari berbagai regio GKIN yang lahir dan besar di Indonesia. Mereka fasih berbahasa Belanda, namun kalau berdoa mereka lebih suka berdoa dalam bahasa Indonesia, karena itu adalah bahasa ibu mereka.

Mujizat bahasa ini memperlihatkan siapakah Roh Kudus: Roh Allah turun dalam hidup anda. Allah datang dalam hidup kita. Di Babel, sebagai manusia dengan kesombongannya kita ingin naik ke surga. Namun Allah bertindak sebaliknya. Allah turun dalam kerendahan hatiNya kepada kita dalam Yesus Kristus dan dalam Roh Kudus. Kita tidak usah naik ke Allah. Roh Allahlah yang turun ke kita, dalam bahasa kita, perasaan kita, dunia kehidupan kita. Mujizat ini mempunyai arti: Allah mengenal anda dan saya lebih dari siapapun. Kalau kita terbuka terhadap kasih Allah di dalam AnakNya Yesus, menerimaNya  sebagai Tuhan dan Juruselamat, maka Allah ingin tinggal dalam hati kita melalui Roh KudusNya. Sungguh suatu hak istimewa, suatu anugerah bahwa Allah ingin tinggal dalam hati kita!

Roh Kudus berbicara semua bahasa. Juga bahasa ibu kita masing-masing! Karena itu kita tidak perlu dapat membaca Alkitab dalam bahasa aslinya, Ibrani dan Yunani. Tidak. Allah fokus pada bahasa kita. Allah menterjemahkan kasihNya kepada kita secara pribadi. Karena itu Alkitab diterjemahkan dalam sebanyak mungkin bahasa di dunia. Kita bersyukur, bahwa melalui KDM-GKIN tahun lalu kita boleh membagikan 176 Alkitab kepada orang-orang di Kaimana, Papua, Indonesia. Alkitab: surat cinta Allah untuk dunia ini, dan untuk orang di Kaimana: dalam bahasa ibu mereka. Mari kita baca Alkitab tiap hari, karena Allah berbicara kepada kita dalam bahasa kita sendiri.

Roh Kudus tidak memeras semua orang menjadi satu cetakan kesatuan. Kita tidak usah berbicara dengan satu bahasa yang seragam. Tidak. Roh Kudus membuat kita menjadi diri kita sendiri. Ia memperbarui kita dari dalam. Ia menolong kita untuk melawan dosa dan si jahat. Roh Kudus memimpin kita dalam kebenaran Allah. Karena itu marilah hari ini dengan penuh kerinduan kita berseru dengan kata-kata dari Opwekking 343: ‘Roh Kudus dari Allah, penuhilah kembali hatiku’.

Hal yang indah ialah: Roh Kudus membuat kita lebih menjadi diri sendiri DAN mempersekutukan kita satu dengan yang lain. Ini bisa kita ibaratkan dengan mozaik. Apakah mozaik hanya terdiri dari satu batu? Apakah mozaik hanya satu warna? Tidak bukan? Roh Kudus seperti orang yang sedang memoles mozaik. Yang berwarna hitam jadi hitam cemerlang. Yang merah jadi merah cemerlang. Yang kuning jadi kuning cemerlang. Batu-batu itu berbeda. Namun semua pemolesan bukan hanya membuat batu-batu itu indah, tetapi  keseluruhan mozaik menjadi lebih indah. Kesatuan yang dihasilkan Roh bukanlah keseragaman, tetapi kesatuan dalam kepelbagaian (Lihat I Korintus 12:12-14, 27).

Orang dapat saja berbicara bahasa yang sama, namun tidak saling mengerti. Ini kita lihat juga sekarang sebagai dampak dari corona. Krisis corona membuat masyarakat menjadi keras. Orang cepat marah. Bukan hanya orang dewasa, tapi juga remaja-pemuda. Belum lama saya membaca berita bahwa para guru sekolah menengah di Belanda memperhatikan hal ini. Di sekolah ada lebih banyak pertengkaran. Pertengkaran sepele yang biasanya terjadi di kalangan anak SMP sekarang masih terjadi di kalangan anak SMA. Ini terjadi karena kita kurang terbiasa berinteraksi satu sama lain. Selama corona kita terlalu lama menarik diri dari orang lain. Orang menjadi saling terasing satu sama lain. Di tengah masyarakat yang jadi lebih keras, sebagai pengikut Yesus kita dipanggil untuk menjadi pembuat jembatan.

Bagaimana juga di rumah? Apakah kita saling mengerti dengan baik? Antara suami dan istri? Pernah ada yang bercerita. Kalau masih pacaran, keduanya mendengar dengan baik. Kalau yang satu bicara, yang lain mendengarkan. Namun di pernikahan jadi berbeda. Kalau yang satu bicara, yang lain bicara juga. Yang mendengarkan hanya tetangga. Apakah ini kita kenali? Mungkin kita harus pinjam kertas dari teman saya Sanjith. Apakah orangtua dan anak saling mengerti dengan baik? Bagaimana juga antara kakak dan adik? Di keluarga besar? Dalam persahabatan? Di gereja? Ataukah kita bicara melewati satu sama lain, tanpa benar-benar mendengarkan yang lain?   

Roh Kudus mempersekutukan kita satu dengan yang lain, sebagai orang yang berbeda namun sama-sama hidup dari anugerah yang sama dari Tuhan Yesus. Roh Kudus juga menolong kita agar ketika kita menceritakan tentang kisah Yesus, kisah iman, pengharapan, dan kasih itu dapat dimengerti orang dalam bahasa mereka.

Sebagaimana Allah turun dalam kerendahan hati, demikian pula sikap kita seharusnya dalam pergaulan: rendah hati dan peduli. Sebagaimana Filipi 2:3-4 ‘dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.

Jemaat terkasih. Hari ini kita bersama merayakan Pentakosta, kedatangan Roh Kudus. Kiranya Roh Kudus memampukan kita untuk semakin mengerti satu sama lain, di keluarga, di gereja dan di masyarakat, sehingga orang-orang dapat mengerti kabar sukacita Yesus melalui hidup kita.

Roh Kudus berbicara semua bahasa dan membuat kita saling mengerti. Selamat hari Pentakosta!

Amin.