Pembacaan Alkitab: Matius 22:34-40 

1. Jemaat Tuhan Yesus Kristus, saudara-saudari, pemuda-pemudi,
Setiap orang mempunyai kisah hidup masing-masing. Kisah yang ingin di simpan untuk kita sendiri, tetapi juga cerita yang kita lihat sebagai kesaksian dan ingin dibagikan bersama orang lain. Bukan agar orang mengatakan betapa beraninya kita, tetapi sebenarnya betapa besar dan perkasanya Tuhan yang bekerja di dalam kita melalui Roh Kudus. Karena Allah terus menerus mengenal kita. Kisah hidup kita dari masa kanak-kanak, asuhan dan didikan orang tua kita (keterikatan yang baik atau tidak), lingkungan dan pendidikan. Itu semua mempengaruhi  siapa saudara dahulu, sekarang dan saudara ingin menjadi seperti apa/siapa dengan emosi dan perkembangan karakter saudara sebagai pribadi,  dan lebih lagi sebagai pribadi di dalam Yesus Kristus karena itu sebenarnya yang dimaksudkan. Mari kita dengarkan kesaksian dari Sr. Lidia Purwanta.
 
Bagaimana saudara mendengar kisah ini? Apakah kisah ini dikenali oleh sebagian dari saudara? Bagi saya pribadi, beberapa hal dapat dikenali.
 
Kesaksian ini memberitahu kita tentang totalitas exitensi manusia di mata Allah. Saudara boleh ada dengan masa lalu Anda yang indah dan kurang indah atau sulit. Karena melalui kesadaran ini dan dari situasi ini saudara belajar mencari Allah. Seperti yang zr.Lidia katakan bahwa ia bergumul dengan Allah. 
 
Larry Crabb dalam bukunya 'Mencari Allah' mengatakan: “Kita harus belajar menceritakan kisah hidup kita, hal-hal yang baik dan buruk untuk mengetahui siapa kita: gambar orang yang terdistorsi, hidup bersama dengan orang lain yang juga terdistorsidi, di hadapan hadirat Allah yang sempurna, yang perlahan tapi pasti akan menegakkan kita. Kita tidak akan pernah menemukan Allah dengan menyangkal siapa diri kita dan di mana kita pernah hidup. Jalan menuju Allah tidak pernah terjadi diluar permasalahan hidup kita.” Pergumulan saudara pada akhirnya membawa saudara kepada kehidupan yang hakiki dan autentik bersama Allah. Itulah tujuan-Nya.
 
2. Saudara-saudari,
Thema kita pada hari ini adalah: Hidup yang autentik: Jadilah diri sendiri dalam pandangan Allah. Apa artinya hidup yang autentik? Apa karakteristik hidup yang autentik? 
 
Jika saudara mencari di internet tentang hidup yang autentik, maka saudara akan temukan kata-kata seperti ‘menemukan diri sendiri’, ‘menjadi diri sendiri’, ‘hidup yang harmonis secara sadar dengan alam semesta’. 
 
Seorang penulis Irlandia, Oscar Wilde pernah mengatakan “Jadilah diri sendiri, diri orang lain sudah diambil”. Walaupun terdengar lucu, hal ini benar. Atau seperti yang Loesje katakan: ‘Jadilah diri sendiri. Orang lain sudah banyak’. 

 

Yang menjadi orang lain sudah banyak, jadilah diri sendiri. Namun, saudara tidak bisa menjadi diri sendiri jika saudara tidak mengenal, memahami, dan menerima siapa diri saudara dengan kelemahan dan kelebihan saudara, dengan emosi saudara. Saudara harus menemukan hal ini terlebih dahulu.
 
Pribadi autentik adalah sebutan untuk orang yang selalu bersikap selaras dengan perasaannya karena mereka tidak mau "bermuka dua" saat menghadapi orang yang berbeda atau mengubah kepribadian sesuai konteks. Autentisitas personal merupakan cerminan dari prinsip hidup dan kepribadian seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Saudara bisa menjadi pribadi autentik dengan menerima diri sendiri apa adanya dan menghormati orang lain. 
 
3. Saudara-saudari,
Apakah ada nama lain yang dapat di temukan dalam kehidupan Kristen yang lebih alkitabiah daripada istilah 'hidup yang autentik' yang sering digunakan dalam pengembangan pemikiran moderen saat ini. 
 
Kehidupan autentik bagi orang Kristen hanya dapat ditemukan dan dibentuk dalam hubungan dengan Allah dan sesama. Dan semua itu dari kasih Allah seperti yang Yesus katakan:
"Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua yang sama dengan itu ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri" (Matius 22:37-39). Ini adalah jawaban Yesus terhadap pertanyaan seorang Ahli Taurat yang bertanya untuk mencobai Yesus.
 
Het authentieke leven is voor de christenen alleen te vinden en vorm te geven in relatie met God en de naaste. En dat alles vanuit de liefde van God zoals Jezus heeft gezegd: 
"Heb de Heer, je God lief met heel je hart en met heel je ziel en met heel je verstand. Dat is het grootste en eerste gebod. Het tweede is daaraan gelijk: heb je naaste lief als jezelf" (Matteüs 22:37-39). Dit waren de antwoorden van Jezus aan de vraag van een Schriftgeleerde over de wetten om Jezus op de proef te stellen.
 
Untuk itu kita diminta untuk mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa, dan akal budi. Artinya kita harus berusaha untuk menjadi pribadi yang mau mengolah rasa, mengolah emosi, maupun mengolah pengertian kita akan Allah. Kita mengasihi-Nya dengan keseluruhan diri kita. Kita tidak bisa mengasihi Allah jika hanya melakukan aturan-aturan keagamaan secara praktis tetapi hati dan pikiran kita tidak menghendakinya. 
 
Yesus menyadari bahwa dua bagian tersebut ada dalam satu kesatuan. Sama-sama penting dan tidak dapat dibandingkan mana yang lebih utama. Keduanya adalah hukum yang sama-sama utama. Mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri merupakan hukum yang sama pentingnya dengan mengasihi Allah.
 
Bagian yang kedua ini sering cepat sekali diinterpretasikan dengan ‘kita harus berbuat baik pada sesama’. Itu memang benar, tetapi mari kita soroti kalimat Yesus tadi secara lebih seksama. Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Seseorang tidak dapat mengasihi sesamanya jika ia tidak mengasihi dirinya sendiri. Kemudian bagaimanakah kita semestinya mengasihi diri kita? 
 
4. Saudara-saudari,
Kita seringkali memusatkan perhatian pada orang lain dengan kebutuhan, kerinduan dan harapan mereka dan kebutuhan, kerinduan kita, emosi dan hal lainnya, kita rasakan kurang penting. Karena itu perintah ini sangat penting. Bagaimana kita melakukannya.
 
Pada prinsipnya, sama seperti yang Yesus katakan tentang mengasihi Allah, maka kita harus mengasihi diri kita sendiri juga dengan segenap hati, segenap jiwa, dan segenap akal budi. Kita perlu belajar untuk mengasihi diri sendiri. Hal ini tidak diartikan sebagai bentuk egoisme atau tindakan narsistik. Mengasihi diri sendiri merupakan sebuah bentuk penerimaan atas apa yang ada dan terjadi dalam diri dan hidup kita. 
 
Dengan menggunakan hati, jiwa, dan akal budi dengan tuntunan Roh Kudus, kita belajar untuk memahami apa yang lebih dan kurang dari diri kita. Kita belajar untuk menerima dan berdamai dengan keadaan diri sendiri. Kita tidak terus menerus menyalahkan diri jika kita salah atau melakukan kesalahan. 
 
Kita juga tidak perlu membandingkan diri kita dengan orang lain dan terus menuntut diri kita agar sama seperti orang lain. Kita perlu belajar percaya pada diri sendiri, percaya bahwa diri kita pun baik adanya. Diri kita diciptakan Allah bukan dengan asal-asalan. Ketika kita dapat percaya pada diri kita, maka kita sedang percaya bahwa kebesaran dan cinta kasih Tuhan yang berkarya atas diri kita oleh karya Roh Kudus.
 
Saudara-saudari,
Karena itu mengasihi sesama, berbagi kasih dengan sesama yang telah saudara terima dari Allah, mempunyai syarat yang sangat penting, yaitu bahwa saudara sendiri pertama-tama dan terutama telah menerima kasih dari Allah itu dan telah benar-benar menerimanya.
 
Kasih ini bukan dengan kekuatan kita sendiri, tetapi oleh kekuatan Roh Kudus, seperti yang dikatakan rasul Paulus dalam Efesus 2:10: “Sebab kita ini buatannya, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang telah dipersiapkan Allah sebelumnya, supaya kita hidup di dalamnya.”
 
Dia menciptakan kita dan memanggil kita keluar dari kegelapan untuk melakukan pekerjaan baik itu dan menjalani kehidupan yang Dia rancang untuk kita jalani melalui kasih-Nya.
 
Melalui jalan ini kita sekarang sampai pada penafsiran Alkitab tentang kehidupan yang autentik. Itu adalah sesuatu yang harus terlihat dalam hidup kita, yang kita bentuk sendiri, tetapi yang semuanya berkaitan dengan Allah, dengan cinta kasih yang telah Dia berikan kepada kita, dan dengan kehidupan yang telah Dia tetapkan untuk kita. Yaitu: mengasihi Allah dan sesama seperti diri sendiri. Dan itulah yang paling menggugah  saudara ketika saudara memikirkan topik ini: Jadilah dirimu sendiri, sebagai makhluk pilihan Allah, dekat dengan cinta kasih yang telah saudara terima dari-Nya dan itu dapat saja menjadi kenyataan dalam hidup saudara.
 
Oleh karena itu, hidup yang autentik adalah menemukan diri saudara  sendiri, tetapi lalu menemukan diri sendiri sebagai anak Allah. Jadilah diri sendiri tetapi menjadi diri sendiri sebagai ciptaan Allah yang berharga dan sebagai manusia baru di dalam Yesus Kristus, dekat dengan tujuan hidup saudara,  dekat dengan tujuan Allah dalam hidup saudara dan saya untuk melakukan pekerjaan baik.
 
5. Saudara-saudara kekasih Tuhan,
Sekarang apa artinya ini bagi kehidupan kita hari ini?
Pertama-tama hal ini sejalan dengan perintah utama bahwa mengasihi diri sendiri adalah perintah yang dilakukan melalui kuasa Roh Kudus. Bukan pertama-tama perasaan atau emosi yang saudara tempatkan sebagai pusatnya, sebagaimana cinta kasih yang sering dipahami di zaman sekarang ini. Tetapi sebuah perintah di mana Allah dapat membentuk hidup saudara seperti yang Dia inginkan, kehidupan yang berpusat pada Dia dan cinta kasih kepada-Nya. Itu membawa saudara kepada tujuan yang Allah  telah rencanakan untuk saudara dan saya.
 
Kemudian saudara tiba pada tujuan dan saudara bersama anak-anak Allah sepanjang jaman mengalami bahwa hidup tidak lagi berputar-putar pada lingkaran, perasaan rendah diri menjadi semakin lemah atau bahkan hilang, saudara lebih bebas dalam diri saudara sendiri dan menemukan lebih banyak kedamaian dan stabilitas dalam hidup, saudara berani melepaskan topeng yang di pakai.
 
 
Hal ini dialami oleh bapa gereja, Agustinus, yang meninggalkan gaya hidupnya yang bejat demi ketaatan kepada Allah dan dengan demikian menemukan tujuan hidupnya dan membawa banyak orang lebih dekat kepada Allah. Dia berkata: "Hati kami gelisah, sampai kami menemukan ketenangan di dalam Engkau ya Allah". Ia menjadi saksi dalam menemukan dirinya sendiri di dalam Allah dan ia sampaikan dalam buku-bukunya. 
 
Demikian juga seorang penulis kristen C.S.Lewis mengatakan tentang hidup yang  autentik: “Selama saudara tidak berserah kepada Allah, saudara tidak akan mengalami / memiliki ‘aku’”. 
 
Jadi ada banyak orang yang menjadi dan menemukan diri mereka sendiri, mengikuti Allah dan menemukan tujuan hidup mereka serta bersaksi tentang hal ini dalam kata dan perbuatan. Mereka menjadi surat yang terbuka, seperti kesaksian dari zr.Lidia di awal khotbah ini. 
 
Masing-masing kita mempunyai cerita sendiri-sendiri dan semua itu diketahui oleh Allah. Belajarlah mencintai diri saudara sebagai ciptaan Allah yang mulia. Biarkanlah Allah bekerja dalam hidup saudara dan membawa saudara kepada tujuan-Nya yaitu menjadikan saudara dan saya orang-orang yang autentik dalam keluarga, pekerjaan, lingkungan dan jemaat. Ketahuilah bahwa kita berharga di mata Allah. Tuhan memberkati kita sekalian. 
Amin.