Pembacaan Alkitab: Wahyu 5:5-12

Sdr-sdr yang dikasihi Tuhan Yesus,

“Mustahil untuk menjadi dewasa secara rohani, sementara masih tidak dewasa secara emosi” Artinya kita tidak akan mengalami suatu pertumbuhan atau kedewasaan iman yang sesungguhnya kalau emosi kita belum bertumbuh dewasa. Itulah kesimpulan dari buku best seller “Emotionally Healthy Spirituality” (Spiritualitas yang sehat secara emosi) karangan dari Peter Scazzero.

 

Kesimpulan itu muncul dari pengalaman hidup pribadi Peter Scazzero. Ia sudah lama menjadi orang kristen bahkan ia melayani sebagai pendeta sebuah jemaat di Queens, Amerika Serikat. Di awal pelayanannya, ia sangat yakin bahwa kuasa Kristus akan menghancurkan segala penghalang. Bukankah kalau ia menjadi orang kristen, semuanya akan dijadikan baru dan segala sesuatu yang lama sudah berlalu. Namun dalam kenyataannya, kehidupan baru ini tidak membuat emosinya secara otomatis, sehat.

Ia telah berusaha keras untuk menjadi orang kristen dan seorang pendeta yang setia dan penuh kasih, yang tulus dalam melayani Tuhan dan jemaat-Nya. Namun sebuah krisis besar dan menyakitkan terjadi dalam dirinya, membuat emosinya menderita dalam kemarahan dan rasa malu. Ia berusaha untuk menutupi semua itu dengan lebih giat lagi melayani Tuhan dan sesama. Ia terus melakukan ibadah, pemuridan, Pemahaman Alkitab, persekutuan doa, pelayanan kepada orang-orang miskin dan pelayanan lainnya. Ia terus menyibukkan diri dengan pelayanan.

Ia merasa sudah melakukan yang “benar” namun ternyata semua itu tidak membuat emosinya berubah dan bertumbuh semakin dewasa. Ia sadar bahwa kesehatan emosi dan kedewasaan rohani tidak dapat dipisahkan. Seseorang bisa aktif melayani tetapi di lain pihak emosinya bisa tidak terkendali. Kehidupan rohani atau spiritualitas kristen tanpa dintegrasi-kan dengan emosi yang sehat, bisa sangat berbahaya bagi diri kita sendiri, bagi hubungan kita dengan Tuhan dan orang-orang di sekitar kita.

Peter Scazzero tidak malu untuk mengakui keberadaannya. Walaupun ia seorang pendeta, namun ia adalah juga seorang manusia yang lemah dan rentan. Itulah realita bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Karena semua manusia sudah jatuh dalam dosa dan kehilangan kemuliaan Allah (Roma 3:23). Alkitab juga tidak menutupi kelemahan daripada para tokoh iman: Nuh adalah seorang pemabuk, Musa adalah seorang pemarah dan pembunuh, Yakob seorang penipu, Yunus seorang rasis, Petrus menyangkali Tuhannya.

Elia pernah mengalami burn-out, Yeremia pernah depresi. Tomas murid Yesus pernah ragu. Timotius pernah mengalami gangguan pencernaan. Hal ini memberi pesan yang sama bahwa setiap manusia di dunia ini, tidak peduli karunia dan kekuatannya, sebenarnya lemah, rapuh, terbatas dan sangat bergantung pada Allah dan sesamanya. Namun demikian tetap saja ada manusia yang terus merasa kuat dan berusaha dengan kehebatan dan kekuasaannya sendiri untuk mengatasi semua kesulitan dan tantangan hidup ini. Kalau kita mau jujur, kita semua adalah manusia berdosa yang terluka dan membutuhkan pemulihan.

Kalau sdr-sdr mengikuti dan memperhatikan tema GKIN 2022 dan tema kotbah-kotbah yang telah disampaikan oleh kolega saya sejak awal januari tahun ini, ada satu kata kunci yang sering dipakai dan disebut yakni “Pemulihan”. Apa arti kata “pulih”?  Kata ‘pulih’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti; kembali (baik, sehat) seperti semula; sembuh atau baik kembali (tentang luka, sakit, kesehatan); atau menjadi baik (baru) lagi.

Dalam pengertian ini, ‘pulih’ dikaitkan dengan keadaan kesehatan. Disebut pulih, apabila dalam proses menuju sehat setelah mengalami suatu sakit penyakit. Seorang yang sakit, akan dapat memperoleh kesembuhan jika ia menyediakan diri untuk dipulihkan. Tanpa itu, pemulihan akan sulit terjadi.

Namun, kata “pulih” juga dapat digunakan dalam arti kiasan. Pemulihan dapat dipahami sebagai karya penyelamatan Allah bagi dunia ini, yakni untuk menyembuhkan kembali relasi atau hubungan antara manusia dengan Allah, dengan dirinya sendiri, dengan sesama dan alam semesta, yang terputus akibat kejatuhan manusia dalam dosa.

Sdr-sdr, dalam dunia yang sudah jatuh dalam dosa ini, banyak orang yang mengalami sakit baik secara fisik ataupun mental. Orang-orang sedang berjuang menghadapi sakit-penyakit, orang-orang yang terluka, yang mengalami kepahitan hidup, sakit hati, patah hati, luka-luka batin dan terjadi banyak konflik atau relasi yang rusak dalam keluarga, gereja dan juga masyarakat.

Kita semua, seperti Peter Scazzero pada awal masa pelayanannya, membutuhkan pemulihan. Tetapi bagaimana caranya? Menurut iman kristiani, pemulihan tidak akan kita peroleh berdasarkan usaha manusia. Lalu siapakah yang dapat menolong dan memulihkan kita? Sdr-sdr, yang dapat menolong dan memulihkan kita adalah Tuhan Allah. Hanya Allah dan tidak ada lain, yang sanggup mengampuni dosa manusia dan memulihkan kita.

Kalau kita perhatikan perikop kita, maka orang-orang percaya dipulihkan oleh pengorbanan darah Anak Domba Allah. Siapakah Anak Domba Allah? Sebutan Anak Domba mengacu pada diri Yesus Kristus. Dalam perikop ini, Yesus juga disebut sebagai Singa dari Yehuda dan Tunas Daud. Hal ini mau menunjukkan, Yesus Kristus yang hebat, gagah, kuat dan yang hidup. Dia lah yang dikatakan dalam ayat 5, yang telah menang dan yang dapat membuka gulungan kitab yang berisi misteri apa yang akan terjadi pada masa-masa akhir.

Yang menarik adalah walaupun Yesus mendapat sebutan sebagai “Singa Yehuda” dan “Tunas Daud” tetapi yang juga dilihat Yohanes melalui penglihatannya, Yesus itu sebagai Anak Domba yang disembelih. Bukankah ini merupakan sesuatu yang kontras sekali. Yesus Kristus - Sang Singa dan juga Anak Domba.

Domba, apalagi Anak Domba dan tersembelih, menunjukkan bahwa Yesus dilambangkan sebagai binatang yang lemah dan kecil, walau sesungguhnya Ia adalah Sang Singa Yehuda, yang gagah dan kuat.

Tetapi kalau kita perhatikan ayat 6, dikatakan Anak Domba ini bertanduk tujuh dan bermata tujuh.

Apa artinya? Angka 7 dalam Alkitab berarti lengkap, penuh, sempurna. Sedangkan tanduk bagi seekor binatang artinya, kekuasaan dan kekuatan. Hal ini mau menegaskan, bahwa Anak Domba yang kelihatannya lemah dan tidak berdaya ternyata menyimpan kekuatan dan kekuasaan yang tidak terbatas. Dan bermata 7, itu artinya Mahatahu. Jadi tidak ada sesuatu pun yang dapat tersembunyi di hadapan-Nya.

Tetapi mengapa dalam ayat 9, dikatakan bahwa Anak Domba ini telah disembelih dan darah-Nya telah membeli umat manusia bagi Allah? Karena inilah cara Allah menyelamatkan dan memulihkan manusia berdosa. Yesus Kristus sebagai Anak Domba Allah yang telah rela memberikan diri-Nya dan berkorban mati untuk menebus dosa-dosa umat manusia.

Jadi sdr-sdr, sebenarnya kematian Kristus adalah kematian pengurbanan (sacrificial). Suatu kematian yang mempunyai tujuan. Tujuan pengorbanan itu untuk mengembalikan relasi atau hubungan Allah dan manusia yang terputus. Dari awal sampai akhir, Perjanjian Baru penuh dengan ide mengenai pembebasan manusia, melalui diri Yesus. Yesus menyembuh-kan yang sakit, membangkitkan yang mati dan yang terpenting mengampuni dosa manusia.

Bagi orang-orang yang percaya, statusnya dikembalikan lagi menjadi anak-anak Allah. Inilah pemulihan total yang Allah lakukan bagi manusia. Ia melalui Yesus Kristus memberi hidup-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang. Kematian Kristus mempunyai manfaat yang universal – untuk semua orang. Dalam nyanyian baru yang dikatakan dalam ayat 10, ada 3 aspek dalam karya penebusan Yesus:

  1. Raja. Ia membuka kesempatan bagi manusia untuk menerima hak kerajaan karena menjadi anak Allah
  2. Imam. Dalam Perjanjian Lama hanya imam yang mempunyai hak untuk mendekati Allah. Setiap orang percaya menjadi imam dalam arti mempunyai hak untuk datang ke hadirat Allah
  3. Ia memberikan kita kemenangan. Umat-Nya akan memerintah di seluruh bumi. Di dalam Kristus ada kemenangan atas diri sendiri dan atas dosa

Pertanyaan berikutnya, apa pentingnya dan fungsi darah dalam karya penyelamatan dan pemulihan Allah? Sdr-sdr kalau kita membaca Ibrani 9: 22b “…dan tanpa pertumpahan darah tidak ada pengampunan.” Menurut keyakinan budaya Yahudi, pengampunan itu hanya bisa terjadi kalau ada pertumbahan darah dari korban binatang. Begitu juga dengan dosa manusia. Hanya bisa diampuni dengan pertumbahan darah dari korban.

Lalu bagaimana caranya Allah bisa menyelamatkan dan mengampuni dosa manusia? Bukankah Allah tidak mempunyai tubuh dan darah? Untuk itulah Allah berinkarnasi menjadi manusia melalui diri Yesus Kristus. Ia dijadikan korban Anak Domba Allah. Ia disembelihkan atau disalibkan agar darah-Nya yang tercurah, dapat menebus dan mengampuni dosa-dosa manusia. Seperti yang dikatakan dalam ayat pembuka tadi, I Petrus 1:18-19, “…bahwa kamu telah ditebus…dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.”

Pengorbanan Kristus, merupakan bukti bahwa Allah sungguh-sungguh mengasihi kita semua. Inilah anugrah Allah bagi kita. Kekristenan bukanlah mengenai usaha kita mencari Allah, tetapi sebenarnya mengenai Allah yang mencari kita – sampai Ia rela mati di kayu salib bagi kita. Kasih-Nya begitu besar bagi kita. Siapa pun kita dan bagaimana pun keberadaan kita, kita tetap anak-anak Allah yang dikasihi-Nya. Kita tahu bahwa kasih Allah begitu besar tetapi apakah kita sudah mengalaminya sendiri dalam hidup kita?

Peter Scazzero menyaksikan kesehatan emosinya bertumbuh dewasa ketika ia mengalami anugrah kasih Allah dalam dirinya dan memproses emosinya melalui refleksi dan konseling. Ia berani melihat kembali pengalaman masa lalunya sejak kanak-kanak berikut luka-luka batin yang dialaminya dan membingkai kembali semuanya di dalam anugrah kasih Allah.

Walaupun dirinya penuh kelemahan dan kekurangan tetapi ia tetap merasakan dan mengalami, dikasihi Allah. Sungguh benar, tidak ada yang dapat memisahkan kita dari kasih Allah yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita. Apakah itu, penderitaan, sakit penyakit bahkan kematian sekali pun, tidak akan memisahkan kita dari kasih Allah.

Sdr-sdr, kita semua diajak untuk memahami karya pemulihan Tuhan dan menyadari bahwa kita memerlukan pertolongan untuk dipulihkan. Mari kita membuka diri bagi anugrah kasih Allah dan memasuki proses pemulihan akan kepahitan-kepahitan hidup kita. Sebab, tidak akan terjadi pemulihan kalau kita tidak membuka diri atau ada penolakan.

Percayalah, tidak ada hati yang terlalu pahit yang tidak bisa dipulihkan Tuhan. Tidak ada yang mustahil bagi Dia. Baik itu trauma, kepahitan hidup dan penyesalan akan masa lalu, kecanduan-kecanduan pada masa kini maupun kekuatiran dan ketakutan akan masa depan. Dia sanggup memulihkan setiap hati yang terluka. Di dalam Tuhan selalu ada harapan.

Sebentar lagi kita akan bersama-sama mengadakan dan merayakan sakramen Perjamuan Kudus, yang tidak saja mengingatkan kita semua akan kasih dan pengorbanan Kristus bagi hidup kita. Bahwa tubuh-Nya yang telah diberikan bagi kita dan darah-Nya yang telah tercurah untuk menebus dosa-dosa kita.

Perjamuan Kudus, yang akan kita lakukan juga bukti dari kehadiran dan penyertaan Kristus dalam hidup kita hingga saat ini dan dalam situasi masa kini. Walaupun saat ini kita sedang merasa tidak berdaya atau sedang berjuang untuk tetap bertahan hidup. Percayalah, kasih-Nya tidak pernah berubah. Tuhan memberkati kita semua.

AMIN