Pembacaan Alkitab: Yohanes 21:1-14

Sdr-sdr yang Tuhan Yesus kasihi,

Paskah atau Peristiwa Kebangkitan Tuhan Yesus dari kematian, bagi kita, orang-orang kristen adalah peristiwa yang sangat penting dan menentukan. Kekristenan muncul dan berkembang seperti saat ini karena peristiwa Paskah. Oleh karena itu, seharusnya Paskah tidak saja hanya 1x setahun tetapi setiap hari dirayakan dan dialami kuasanya oleh orang-orang Kristen. Mengapa? Karena bagi kita Paskah adalah hari kemenangan. Kuasa iblis atau kuasa maut sudah dikalahkan melalui kebangkitan Kristus. Dan kuasa kebangkitan Kristus itulah yang seharusnya menjadi harapan dan kekuatan bagi kita untuk menjalani hidup di dunia ini.

Namun sayang, realitanya hingga saat ini, masih banyak orang yang belum atau tidak percaya akan berita Kebangkitan Kristus. Masih banyak orang kristen yang belum mengalami kuasa Kebangkitan Kristus dalam kehidupan mereka. Dan masih banyak pula perdebatan dan keraguan di antara para ahli, apakah Kristus benar-benar bangkit dari kematian? Lalu apa bukti-buktinya kalau Ia benar-benar bangkit?

Lee Strobel, yang tadinya seorang jurnalis dan atheis, tetapi sekarang menjadi seorang pengkhotbah dan penulis buku rohani terkenal.

Pada mulanya ia juga tidak percaya akan kebangkitan Kristus. Lalu ia mengadakan penelitian secara ilmiah untuk membuktikan kebangkitan Kristus. Ia tidak mau percaya hanya dengan mendengarkan kesaksian atau pengalaman pribadi yang subyektif. Oleh sebab itu, ia melakukan penelitian perpustakaan dengan membaca dan mempelajari banyak buku. Lalu ia juga melakukan banyak interview dengan para ahli dari pelbagai bidang ilmu.

Kesimpulan dari hasil penelitian ilmiah Lee Strobel adalah Tuhan Yesus benar-benar mati dan bangkit kembali. Dia memberi argumentasi atas kesimpulan tersebut dengan memakai singkatan dari 4 “E”. Pertama, Execution (Eksekusi). Dari hasil wawancara dan penelitiannya, ternyata tidak ada pihak yang membantah bahwa Yesus itu benar-benar dieksekusi mati.

Yang kedua, Early reports (laporan-laporan awal). Selain Alkitab, Strobel juga membaca, meneliti dan mempelajari banyak buku, tulisan dan cerita kuno. Kesimpulannya, memang kisah atau peristiwa kematian Yesus itu bukan khayalan atau cerita karangan tetapi sudah sejak lama diceritakan dan ditulis oleh banyak orang.

Yang ketiga, Empty Tomb (kubur kosong). Bukti dari Kebangkitan Kristus atau Paskah bukanlah Yesus yang sedang bangkit dari kubur, tetapi kubur yang kosong. Para serdadu yang menjaga kubur Yesus pada waktu itu ketakutan karena kubur itu benar-benar kosong! Oleh sebab itu, mereka membuat cerita bahwa mayat Yesus telah dicuri orang. Namun kenyataannya, memang kubur Yesus itu kosong karena mayat-Nya tidak diketemukan.

Yang terakhir, Eye witness (saksi mata). Mayat Yesus tidak dicuri orang. Tapi Ia sungguh-sungguh telah bangkit dari kematian. Lebih dari 500 orang menurut penelitian Strobel, telah menyaksikan Yesus yang telah bangkit. Ada yang mengatakan bahwa mereka yang telah melihat Yesus yang bangkit hanya berhalusinasi. Tetapi menurut Strobel, kalau 2 atau 3 orang mungkin bisa berhalusinasi yang sama. Tapi tidak mungkin 500 orang lebih, berhalusinasi yang sama bahwa Yesus sudah bangkit. Melalui penemuan dari penelitian ilmiahnya, Lee Strobel akhirnya yakin dan percaya bahwa Yesus itu benar-benar bangkit dari kematian.

Perikop kita hari ini, Johanes 21:1-14 menceritakan penampakan diri Yesus yang ketiga kali kepada para murid-Nya, sesudah Ia bangkit dari kematian. Menurut hukum Yahudi, suatu peristiwa yang diulang sampai 3 kali dipandang sebagai sesuatu yang tetap atau permanen. Jadi Yesus mau menyatakan kepada para murid bahwa kebangkitan-Nya itu adalah nyata (real) bukan halusinasi atau khayalan. Ada pesan khusus yang ingin disampaikan Yesus kepada para murid-Nya melalui penampakan diri-Nya yang ketiga kali. Pesan khusus apakah itu?

Sdr-sdr yang dikasihi Tuhan Yesus,

Pada waktu itu, para murid Yesus masih diliputi rasa kecewa yang mendalam. Hal ini, jelas terlihat dalam perikop kita, ketika Simon Petrus berkata kepada teman-temannya, “Aku pergi menangkap ikan.” (ay 3). Dan teman-temannya pun menyatakan ingin ikut bersama Petrus. Dengan kata lain, pada waktu itu, para murid, memutuskan untuk tidak lagi mengikuti Yesus, tetapi kembali kepada profesi mereka yang lama, yakni menjadi nelayan.

Pertanyaannya, mengapa para murid mau kembali kepada profesi mereka semula sebagai nelayan? Bukankah mereka adalah murid-murid Yesus yang sudah dipilih, dipersiapkan dan menyatakan akan ikut Yesus. Lagi pula bukankah mereka telah berjumpa dengan Yesus yang bangkit? Lalu mengapa mereka ingin kembali ke profesi semula?

Mari kita coba memahami hal ini dari sudut pandang para murid Yesus. Mengapa mereka begitu kecewa? Mereka telah bersedia dan rela meninggalkan kehidupan, keluarga dan mata-pencaharian sehari-hari mereka sebagai nelayan, demi untuk mengikuti Yesus, Guru mereka. Mereka mau melakukan itu karena mereka punya pengharapan besar dengan mengikut Yesus.

Mereka pun rela diejek dan dihina sebagai konsekuensi mengikut Yesus, dengan harapan bahwa mereka, pada suatu saat nanti akan dipermuliakan sebagai murid Yesus. Mereka sangat berharap kalau Yesus memerintah dan menjadi raja maka mereka akan mendapat kekuasaan. Oleh sebab itu, para murid ingin sekali berada atau mendapat posisi di sebelah kiri atau di sebelah kanan, dari tahta kerajaan Tuhan mereka.

Namun, ternyata harapan mereka hanya tinggal harapan. Tidak terjadi seperti apa yang mereka pikirkan. Sia-sia, semua pergorbanan mereka dan juga kesukaran yang pernah mereka alami. Yesus - Sang Guru yang menjadi tumpuan harapan mereka itu, semakin lama bukan semakin hebat dan terkenal, tetapi sebaliknya malah semakin dibenci dan tidak popular. Bahkan, akhirnya Ia dihukum mati dengan cara yang seberat-beratnya dan sehina-hinanya, yakni disalib. Dan yang membuat mereka bingung dan kecewa, Ternyata Guru mereka, tidak mengadakan perlawanan apa-apa walaupun sebenarnya Ia mampu untuk melawan.

Dengan peristiwa kematian Yesus, maka para murid merasa bahwa apa yang telah mereka berikan selama ini untuk Guru mereka, ternyata sia-sia. Guru mereka mati di salib, tamatlah pengharapan dan cita-cita mereka selama itu. Kita bisa mengerti kalau mereka begitu kecewa. Bayangkan, mereka sudah rela meninggalkan segalanya demi mengikut Yesus tetapi akhirnya, Yesus yang mereka ikuti mati.

Sdr-sdr, dalam menjalani kehidupan ini, kita tentu pernah dikecewakan oleh orang. Bagaimana rasanya? Sakit, bukan? Apalagi dikecewakan oleh orang yang padanya kita menaruh harapan besar atau orang yang kita percaya. Tidak aneh, kalau ada seorang pemuda atau pemudi yang dikecewakan oleh kekasihnya. Ia bukan saja dapat berhenti mencintai, tetapi sebaliknya ia bisa menjadi benci terhadap orang yang tadinya ia cintai dan sayangi. Bahkan ada beberapa kasus karena sakit hati dan dikecewakan, orang tega membunuh kekasihnya.

Sdr-sdr, kita dapat mengerti kalau para murid Yesus untuk menghilangkan rasa kecewa, mereka memutuskan untuk kembali menjadi nelayan! Kembali kepada kehidupan mereka yang semula! Keadaan yang sama seperti pada waktu sebelum Yesus memanggil mereka, tetapi kali ini ditambah dengan pengalaman rasa kecewa.

Itulah perasaan para murid Yesus. Lalu bagaimana perasaan Yesus pada waktu itu? Bukankah Yesus sebenarnya juga bisa kecewa kepada para murid-Nya. Mengapa? Karena ketika Ia diadili, disiksa dan disalib. Dimanakah para murid Yesus? Orang-orang yang selama ini ada dekat dan selalu bersama Dia. Bukankah seharusnya mereka membela atau paling tidak menemani Guru mereka pada masa-masa sulit itu?

Kita perhatikan sikap Yesus ketika Ia bertemu kembali dengan para murid-Nya untuk ketiga kalinya. Ternyata Ia tidak menyinggung sama sekali tentang tindakan para murid di masa lalu. Mungkin kalau kita yang berada dalam posisi Yesus, kita akan menanyakan dan menegur para murid atas tindakan “pengecut” mereka. Tetapi Yesus berespon benar, Ia tidak merasa kecewa dan sakit hati. Sebaliknya, Ia tetap mau merangkul dan menerima kembali para murid-Nya.

Yang menarik dari perikop kita ini, adalah bagaimana cara Yesus mengingatkan kembali para murid akan tugas dan panggilan mereka. Ternyata perikop kita ini ada kesamaan dengan kisah di awal pelayanan Yesus, ketika Ia memanggil Petrus dan teman-temannya untuk mengikut Dia dan menjadikan mereka “penjala manusia” (Lukas 5:1-11).

Dalam ayat 4, dikatakan “Yesus berdiri di pantai; akan tetapi murid-murid itu tidak tahu, bahwa itu adalah Yesus.” Bayangkan para murid - orang-orang yang dekat, tidak mengenali Yesus, padahal sebelumnya mereka kecuali Tomas, telah dua kali bertemu dengan Yesus yang bangkit itu. Ternyata, bagi para murid, perjumpaan dengan Yesus yang bangkit, tidak cukup untuk membuat mereka yakin dan percaya bahwa Yesus benar-benar sudah bangkit. Para murid perlu mengalami sendiri kuasa kebangkitan Kristus.

Ayat 3, mengatakan bahwa “…malam itu mereka tidak menangkap apa-apa.” Aneh bukan, karena Simon Petrus dan teman-temannya adalah nelayan yang sudah sangat berpengalaman. Menangkapikan adalah profesi atau pekerjaan mereka sehari-hari. Mereka sudah ahli benar dalam menangkap ikan. Namun kenyataannya, malam itu, mereka benar-benar tidak berhasil menangkap satu ekor ikan pun.

Peristiwa kegagalan mereka untuk menangkap ikan, ternyata dipakai Yesus agar para murid mengalami kuasa kebangkitan-Nya. Dalam ayat 6, Yesus berkata kepada mereka, “Tebarkan jalamu di sebelah kanan perahu, maka akan kamu peroleh.”  Dengan perkataan ini, Tuhan Yesus mengajarkan para murid - para nelayan berpengalaman, bagaimana caranya menangkap ikan!  Tentu bisa saja Petrus dan teman-temannya menolak atau tidak mengikuti perintah Yesus. Namun apa yang terjadi, ketika mereka menebarkan jala sesuai dengan perintah Yesus? Jala mereka penuh dengan ikan-ikan besar sehingga mereka tidak bisa menarik jala yang mereka tebarkan karena banyaknya ikan yang ditangkap.

Saudara-saudara, ada beberapa hal yang menarik perhatian kita dan juga para ahli Alkitab dari perikop ini, pertama yakni ternyata banyaknya ikan yang tertangkap, oleh penulis Injil Johanes disebut jumlahnya 153 ekor. Tentu angka 153 ini bukan angka kebetulan tetapi dengan sengaja dan pasti ada maknanya. Mengapa 153. Ada beberapa tafsiran mengenai makna angka 153 ini.

Menurut tafsiran bapa gereja, Agustinus angka 10 adalah angka Hukum Taurat, karena ada sepuluh hukum (Dasa Titah). Sedangkan angka 7 adalah angka anugerah, karena anugerah Roh ada tujuh macam. Nah 10 + 7 = 17. Angka 153 itu adalah jumlah tambah dari angka 1+2+3+4…sampai 17. Menurut Agustinus,153 merupakan angka simbolis jumlah dari semua orang yang telah digerakkan, entah melalui Hukum Taurat atau anugerah untuk datang kepada Yesus Kristus.

Ada penafsiran yang lebih sederhana adalah dari pakar alkitab abad 4, Hieronymus yang mengatakan bahwa pada zaman itu, menurut ilmu pengetahuan Yunani, jumlah jenis ikan yang ada 153. Jadi 153 adalah angka simbolis yang menghubungkan semua jenis ikan dengan semua jenis segala bangsa di dunia. Jadi dapat disimpulkan bahwa angka 153 menunjuk pada penginjilan yang menjangkau kepada manusia dari segala bangsa

Sdr-sdr yang dikasihi Tuhan Yesus,

Masih ada satu hal lagi mengenai makna simbolis yag tersisa dalam perikop ini yakni ayat 11 ketika dikatakan “…jala itu tidak koyak”. Jala atau pukat adalah gambaran atau metaphor dari Gereja. Orang-orang kristen mula-mula menjadikan ikan sebagai simbol identitas mereka atau petunjuk dari iman kristiani mereka. Sdr-sdr, pernah melihat simbol ini?

Kata 'ikan' dalam Bahasa Yunani (ΙΧΘΥΣ- IKHTUS) digunakan sebagai singkatan untuk kata Iesous KHristos, Theou Uios, Soter yang berarti Yesus Kristus, Putra Allah, Sang Penyelamat.

Sdr-sdr yang dikasihi Tuhan Yesus,                                                                                   

Jadi melalui penampakan-Nya yang ketiga kali, Yesus ingin mengingatkan para murid akan panggilan dan pengutusan mereka menjadi “penjala manusia” bukan “penjala ikan”. Mereka harus menebarkan jala untuk menjangkau orang-orang dari segala bangsa. “Menjadi penjala manusia” bukan berarti “mengkristenkan” sebanyak mungkin orang seperti menangkap ikan tetapi memperkenalkan Yesus dan berusaha memenangkan hati banyak orang untuk mengikut dan meneladani hidup Yesus.Bagi kita, peristiwa Paskah memang terjadi dan berlaku untuk semua manusia. Sebab itu berita Paskah perlu diberitakan kepada semua bangsa di dunia.

Gereja dihadirkan Tuhan sebagai tempat untuk menampung orang-orang dari segala bangsa. Agar Gereja dapat menjadi “penjala manusia” maka Gereja harus menebarkan jalanya. Kita bersyukur kalau gereja-gereja dan badan-badan zendeling di Belanda, di masa lalu telah menebarkan jalanya dengan mengutus para misionaris sehingga berita Injil boleh diberitakan dan disebarkan sampai ke Indonesia sehingga banyak orang boleh mengenal Yesus.

Menurut catatan Sejarah Gereja Indonesia, pada tahun 1613 orang-orang Belanda berhasil mencapai Nusa Tenggara Timur (NTT), tepatnya di pulau Solor. Kehadiran orang-orang Belanda ini membawa perubahan besar dalam kehidupan masyarakat NTT, termasuk kehidupan keagamaan. Dengan hadirnya orang-orang Belanda, masyarakat NTT diperkenalkan kepada Kristus dan kekristenan yang baru, yakni Protestan.

Badan-badan zendeling Belanda berhasil mendirikan Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) dan Gereja Kristen Sumba (GKS). Salah satu misionaris yang memberi pengaruh besar bagi perkembangan kekristenan di Timor adalah ds Piet Middelkoop.

Ds Middelkoop berhasil menerjemahkan Alkitab dan nyanyian-nyanyian rohani ke dalam bahasa daerah Timor.

Sdr-sdr yang dikasihi Tuhan Yesus,

Kita bersyukur dengan keberadaan GKIN dengan regio-regio dan huisamenkomstennya. Karena bukan kebetulan kalau Tuhan menghadirkan GKIN di negeri Belanda dan Belgia ini. Sudahkah GKIN menebarkan jala untuk bersaksi dan mengenalkan Yesus kepada mereka yang belum mengenal dan percaya? Pada masa pandemi ini, adalah kesempatan baik yang Tuhan berikan kepada gereja-gereja di seluruh dunia, secara khusus di Belanda, Indonesia dan Belgia, termasuk GKIN untuk menjadi “penjala manusia”. Mari sdr-sdr “Tebarkanlah jalamu” Tuhan memberkati kita semua.

AMIN.