Pembacaan Alkitab: Roma 13:11-14

Sdr-sdr yang dikasihi Tuhan Yesus,

Minggu ini adalah minggu adven ke dua. Masa Adven adalah masa di mana kita diajak untuk menatap ke depan.  Oleh karena itu, masa Adven sering disebut pula sebagai masa penantian. Orang yang menanti adalah orang yang mengarahkan hatinya ke depan.  Bagi kita, orang-orang percaya, apa yang sedang dinantikan? Bukankah bayi Yesus telah lahir? Bukankah Tuhan Yesus sudah datang ke dunia ini?

Memang betul, kedatangan Tuhan Yesus sebagai Juruselamat dunia sudah terjadi! Namun kita masih menantikan kedatangan-Nya yang kedua kali. Orang Kristen itu hidup di antara yang “sudah” dan yang “belum”. Pada satu pihak, Tuhan Yesus sudah datang. Namun di pihak lain, Ia juga belum datang kembali untuk ke dua kalinya. Kita hidup di antara Adven pertama dan Adven kedua. Jadi kita, sebagai orang Kristen selalu hidup dalam suasana Adven terus menerus. Saat ini kita masih menantikan Yesus yang masih akan datang. Pertanyaannya: Bagaimana seharusnya sikap kita dalam menantikan kedatangan Yesus yang kedua kali?

Sdr-sdr yang dikasihi Tuhan Yesus,

Dalam masa penantian atau menunggu, bisa muncul pelbagai sikap atau reaksi. Seperti yang dikisahkan dalam film singkat berjudul “Gadis di ruang tunggu” karya Garin Nugroho. Film itu menceritakan tentang suasana di ruang tunggu dokter, yang berisi para pasien yang menunggu giliran. Ada pemuda yang terus menerus batuk. Ada juga seorang oma yang marah-marah karena tidak sabaran. Ada juga pasien yang bernama Jaka, yang telah mendaftar melalui telepon dan merasa berhak masuk lebih dahulu. Namun ada juga pasien, seorang gadis yang bernama Hana, yang tetap tenang walaupun ia sedang menderita sakit berat, yakni terkena virus yang menyerang satu per satu dari inderanya. Ia telah kehilangan indera penglihatannya. Mari kita saksikan cuplikan film singkat in: https://www.youtube.com/watch?v=xDfp12Y4MDE

Saudara-saudara, kita telah menyaksikan pelbagai macam sikap orang dalam menanti. Kalau kita sedang menanti, seperti tokoh yang mana? Apakah kita menanti dengan tenang, atau protes dan marah-marah, atau menanti dengan kuatir dan takut? Hidup dalam penantian memang tidak selalu menyenangkan karena kita hidup dalam ketidakpastian. Seperti apa yang kita sedang alami saat ini, menantikan selesainya masa pandemi. Tidak ada seorang pun yang tahu kapan persisnya masa pandemi ini akan berakhir. Oleh sebab itu, kita selalu menantikan kalau ada persconferentie di TV, untuk mendengarkan dan mengikuti perkembangan terakhir tentang Covid 19 ini.

Saudara-saudara, dalam perikop kita, Roma 13:11-14, rasul Paulus memberi nasehat bagaimana kita harus bersikap, menjelang kedatangan Kristus kembali.  Dalam ayat 11, dikatakan “keadaan waktu sekarang” yang dalam naskah bahasa aslinya, dipakai hanya satu kata yakni “Kairos”. Artinya, waktu yang khusus atau menentukan.

Dalam hal ini, yang dimaksud “Kairos” adalah waktu menjelang kedatangan Kristus kembali. Jadi Paulus berkata, “…kamu mengetahui keadaan waktu sekarang” yakni bahwa Kristus akan datang kembali. Oleh sebab itu, kamu harus siap jika Ia datang. Sikap kita dalam menantikan atau menjelang kedatangan Kristus, penting dan sangat menentukan. Apakah kita akan bersama Tuhan untuk selamanya atau tidak?

Menurut Paulus, sebagai pengikut Kristus, kita harus “bangun dari tidur”. Maksudnya, jangan dalam masa penantian ini kita tidak siap atau tertidur. Ini berati bahwa kita harus selalu berjaga-jaga karena hari Tuhan datang seperti pencuri pada malam (I Tes 5:2). Kita tidak tahu kapan pencuri akan datang. Hal ini perlu diingatkan oleh Paulus, karena orang-orang Kristen setiap waktu bisa terancam bahaya yakni “tertidur” atau mengendur imannya. Kalau pada saat penantian yang penting ini, sampai kita “tertidur” atau iman kita kendur, itu sangat berbahaya. Kita bisa mengalami seperti kisah lima gadis bodoh, yang tidak siap ketika tuannya datang (Matius 25:1-13).

Mungkin ada yang bertanya, bukankah Tuhan Yesus sudah datang dan menyelamatkan kita. Mengapa kita masih harus menantikan kedatangan-Nya yang kedua kali? Memang benar, kita sudah diselamatkan namun keselamatan itu baru akan genap pada waktu Kristus datang kedua kali untuk menghakimi dunia ini. Kalau kita sebagai pengikut Kristus tetap setia sampai pada kedatangan-Nya kembali maka keselamatan yang dianugrahkan kepada kita akan digenapi dan kita akan hidup dalam kekekalan bersama dengan Tuhan kita.

Dalam ayat 12, Paulus mengingatkan kita memakai suatu kiasan bahwa “hari sudah jauh malam, telah hampir siang”. “Malam” di sini berarti keadaan “dunia atau zaman ini” yang sudah dikuasai oleh dosa. Sedangkan “siang” menunjuk pada zaman yang akan datang, bahkan yang sedang datang, yakni zaman yang dikuasai dan dipenuhi kasih karunia dan hidup. Melalui kiasan ini, orang-orang percaya diajak untuk tidak putus asa dan mengendur, tetapi berjaga-jaga sambil menantikan akhir dunia ini, yang akan ditandai dengan kedatangan Kristus kembali dan kehidupan yang penuh kasih karunia (I Kor 15).

Sikap berjaga-jaga, diibaratkan oleh Paulus dengan kata-kata “menanggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan dan mengenakan perlengkapan senjata terang”. Artinya, kita harus menanggalkan atau meninggalkan perbuatan-perbuatan yang dilakukan orang-orang pada zaman ini - yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Dan kita harus mengenakan atau memakai perlengkapan senjata terang.

Berjaga-jaga menantikan kedatangan Tuhan, bukanlah berarti duduk-duduk santai, atau hanya menonton saja apa yang sedang terjadi di dunia ini melainkan kita turut berjuang melawan kuasa-kuasa kegelapan. Kita harus “hidup dalam sopan” (ay 13). “Sopan” bukan dalam arti mengikuti kaidah “kesopanan” yang umum berlaku dalam masyarakat, melainkan kaidah “kesopanan” yang ditentukan perintah Allah, yakni hidup yang berdasarkan kasih kepada sesama manusia. Seperti yang dilakukan gadis yang bernama Hana, dalam film di atas, walaupun dia mengalami penyakit berat dan buta tetapi ia dengan lembut, tetap berusaha untuk menabur kasih dan menolong pak Jaka yang sedang frustrasi.

Dalam bagian kedua di ayat 13, disebutkan ada enam jenis perbuatan yang harus dihindari oleh orang-orang percaya dalam rangka masa penantian, yakni: pesta pora, kemabukan, percabulan, hawa nafsu, perselisihan dan iri hati. Tidak mudah untuk kita sebagai manusia, untuk bisa menghindari perbuatan-perbuatan itu. Kita hanya dapat dan sanggup melakukannya kalau kita tinggal dalam Kristus atau hidup dalam persekutuan dengan Tuhan Yesus.

Dalam ayat 14, dikatakan, kita harus “mengenakan Tuhan Yesus Kristus”, ungkapan ini juga merupakan kiasan. Dalam kitab Galatia 3:27, persekutuan dengan Kristus diibaratkan dengan pakaian. Pakaian dalam masyarakat, biasanya memperlihatkan dan menentukan kedudukan seseorang. Pakaian bangsawan tentu berbeda dengan pakaian rakyat biasa.

 

Tetapi semua orang yang telah mengenakan Kristus, mengenakan pakaian yang sama, sehingga tidak ada perbedaan. Artinya mengenakan Kristus adalah “tinggal di dalam Kristus”. Tinggal di dalam Kristus atau persekutuan dengan Kristus menyebabkan kita semua diperlengkapi dengan persenjataan yang kita perlukan, yakni kuasa Tuhan kita untuk menghadapi serangan iblis dan untuk menjalani kehidupan baru di dalam Kristus.

Sdr-sdr yang dikasihi Tuhan Yesus,

Lawan dari ungkapan “mengenakan Tuhan Yesus Kristus” adalah “merawat tubuh untuk memuaskan keinginannya” Merawat tubuh di sini, bukan dalam arti menjaga kesehatan dan kebersihan tubuh agar badan tetap sehat, tentu hal itu penting melainkan bersikap toleran terhadap segala keinginan daging, yaitu yang bertentangan dengan kehendak Tuhan. Dengan kata lain, dalam masa menantikan Tuhan, kita semua terpanggil untuk hidup dalam kebenaran dan kekudusan.

Dr. Charles Stanley mengingatkan kita semua bahwa menantikan Tuhan bukan sebuah prinsip hidup Kristiani yang bisa kita pilih, melainkan bagian dari identitas atau jati diri kita sebagai orang percaya. Menantikan Tuhan bukan hanya berarti berdiam diri, pasif atau sekedar berjaga-jaga dan menghindari diri dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik karena Tuhan akan datang, namun mencakup juga bagaimana sikap kita sebagai orang percaya dalam seluruh aspek kehidupan, yaitu kesaksian hidup kita. Bagaimana kita sebagai orang kristen, seharusnya hidup dalam penantian.

Dalam masa penantian ini, kita senantiasa menyesuaikan atau menyelaraskan pikiran, perkataan dan perbuatan kita kepada kehendak Tuhan. Dalam apa pun yang akan kita lakukan, bukankah kita seharusnya menantikan kehendak dari Tuhan? Yang menjadi identitas atau jati diri utama murid Kristus adalah taat atau senantiasa mengikuti Tuhannya.

Dasar terpenting dari hidup menantikan Tuhan bukanlah mengandalkan kekuatan kita sendiri melainkan menantikan pertolongan Tuhan.  Kunci utama dari kehidupan menantikan Tuhan bukanlah bertindak berdasarkan kehendak kita sendiri melainkan senantiasa mencari kehendak Tuhan. Melalui masa pandemie ini, kita belajar bahwa tidak ada yang dapat diandalkan oleh manusia selain bergantung dan bersandar pada Tuhan. Oleh sebab itu, sangat relevan dengan keadaan saat ini, jikalau pada masa adven ini, kita sungguh menantikan kedatangan dan pertolongan dari Tuhan kita.

Jadi menantikan Tuhan adalah hidup dengan penuh keyakinan bahwa Tuhan akan memberi yang terbaik. Kita sebagai manusia hanya bisa melihat dengan terbatas apa yang ada di depan kita. Namun Tuhan melihat lebih jauh ke depan. Tuhan dengan kasih dan hikmat-Nya selalu memiliki alasan yang baik mengapa kita harus menantikan-Nya. Kita juga yakin bahwa Tuhan akan memberi yang terbaik untuk anak-anak-Nya. Mari kita memberi dan mempersiapkan diri untuk menantikan kedatangan Tuhan

Saudara-saudara, sebagai sebuah langkah praktis dalam menantikan kedatangan Tuhan kembali, kita dapat belajar hidup dari seekor unta.

Setiap pagi, unta berlutut di depan tuannya untuk mengambil beban yang akan dibawanya sepanjang hari. Saat malam hari tiba, ia akan kembali berlutut agar tuannya bisa mengambil beban dari punggung-nya. Begitulah seharusnya kita, sebagai pengikut Kristus, saat pagi hari datang berlutut kepada Tuhan dalam doa, sebelum kita membawa semua “beban” hidup yang akan dijalani sepanjang hari itu. Dan pada malam hari, kita kembali berlutut untuk menyerahkan semua “beban” hidup kita.

Sdr-sdr yang dikasihi Tuhan Yesus,

Pelajaran dari sikap unta ini memang kelihatan sangat sederhana, namun sikap seperti inilah yang dibutuhkan kita dalam masa-masa menantikan Kristus kembali. Kita tinggalkan segala kesombongan. Dan dengan rendah hati, kita datang pada Tuhan. Kita menyerahkan dan mempercayakan seluruh hidup kita kepada-Nya. Marilah kita memohon kekuatan dari Tuhan agar kita dapat tetap setia menanti dan berjaga-jaga dengan bijak, agar apabila Tuhan datang kembali, Ia mendapati kita sebagai murid dan hamba-Nya yang setia. Tuhan memberkati kita.

AMIN.