Pembacaan Alkitab: Ibrani 11: 1-3

Sdr-sdr yang dikasihi Tuhan Yesus,

Apa yang saat ini sangat dicari dan dibutuhkan oleh dunia? Jawabannya adalah vaksin.

Ada artikel dari CNBC Indonesia, yang berjudul “Semua lelah dari Covid 19: Dunia butuh vaksin, vaksin, vaksin”. Apa itu vaksin? Vaksin adalah zat atau senyawa yang berfungsi untuk membentuk kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit.

Vaksin berfungsi untuk melawan virus yang masuk dengan merangsang sistem kekebalan tubuh melalui antigen. Jika ada virus yang sama memasuki tubuh, sistem imun bisa mengenali dan mengetahui cara melawannya. Vaksin dapat melindungi diri dan sekitar dari berbagai penyakit menular yang berbahaya karena vaksin membentuk kekebalan tubuh untuk melawan suatu penyakit dengan lebih cepat dan efektif.

Yang menarik, selain untuk melindungi diri, vaksin juga dapat berfungsi untuk melindungi orang-orang sekitar. Sebab kemampuan patogen untuk menyebar dalam suatu komunitas yang anggotanya telah mendapatkan vaksin menjadi terbatas. Hal inilah yang disebut sebagai kekebalan kelompok. Melalui kekebalan kelompok, orang-orang yang tidak bisa divaksinasi juga akan terlindungi, seperti orang dengan imunitas rendah atau yang memiliki penyakit kronis.

Kita bisa mengerti mengapa dunia saat ini butuh vaksin. Karena manusia begitu rentan diserang virus Corona. Siapa pun bisa terkena: orang biasa, bintang film, atlet, pengusaha, pejabat, gubernur, presiden bahkan pendeta pun bisa terkena serangan virus corona.

Sdr-sdr, mari kita terus berdoa, agar bisa segera diketemukan vaksin Covid-19 yang ampuh sehingga kita bisa terlindung dan bebas dari ancaman atau serangan virus corona yang berbahaya ini. Kita sungguh membutuhkan vaksin ini demi kelangsungan hidup di dunia ini. Kita sungguh bersyukur dan menghargai kehidupan di dunia ini, yang Tuhan karuniakan kepada kita. Oleh sebab itu, kita perlu berhati-hati dan menjaga diri sebaik mungkin.

Namun, sdr-sdr, bagi kita orang-orang percaya, kita yakin hidup di dunia sementara, tujuan akhir hidup kita bukan di dunia ini melainkan bersama dengan Tuhan dalam kekekalan. Dunia ini hanya tempat sementara, kita tidak perlu meletakkan seluruh pengharapan di dunia yang fana dan akan berlalu ini, tetapi pada Tuhan, pada sesuatu yang kekal.

Itulah janji Tuhan dan sekaligus juga pengharapan kita. Bagi kita baik hidup di dunia ini maupun pengharapan akan hidup yang kekal, sama-sama penting.

Oleh sebab itu, fokus kita tidak hanya pada hidup yang sementara di dunia ini saja, tetapi juga untuk kehidupan dalam kekekalan bersama Tuhan. Dengan keyakinan ini maka kita sebagai orang-orang percaya, saat ini sedang menghadapi tidak saja ancaman dari virus corona yang sangat berbahaya bagi kesehatan dan kehidupan jasmani kita, tetapi juga “virus-virus” lain yang mengancam kehidupan rohani kita. “Virus-virus isme” seperti sekularisme, materialisme, relativisme, narsisme, sangat berbahaya dan mengancam kehidupan rohani atau spiritual orang-orang percaya.

Selain itu, masa pandemi yang berkepanjangan ini, menimbulkan juga rasa kekuatiran dan ketakutan yang berlebihan bagi umat manusia. Kekuatiran dan ketakutan yang berlebihan juga dapat berfungsi seperti “virus-virus” yang sangat berbahaya dan bisa melumpuhkan kehidupan rohani kita. Kalau kita sebagai orang Kristen, hidup dalam kekuatiran dan ketakutan yang berlebihan atau tidak wajar  kita akan kehilangan sukacita dan damai sejahtera. Ini sangat berbahaya karena bisa menyebabkan kita mengalami “kematian secara rohani”.

Jadi bagi kita, selain membutuhkan vaksin Covid 19 untuk kesehatan dan kehidupan jasmani. Kita juga membutuhkan vaksin untuk menjaga dan memelihara kehidupan rohani kita. Vaksin yang dapat melindungi atau memberi kekebalan dari ancaman “virus” yang membuat relasi atau hubungan kita dengan Tuhan semakin jauh. Kita bersyukur, karena sebenarnya “vaksin rohani” yang kita butuhkan itu, Tuhan sudah sediakan, yakni IMAN.

Iman itu merupakan suatu anugerah atau pemberian Tuhan. Iman dikaruniakan Tuhan kepada kita agar kita dapat percaya dan mempercayakan diri kepada-Nya. Beberapa bulan yang lalu, Pdt. Marla pernah berkotbah tentang perlengkapan atau senjata rohani yang dibutuhkan bagi setiap orang percaya. Salah satunya adalah IMAN yang berfungsi sebagai perisai atau pelindung. Efesus 6:16 mengatakan, “Dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api si jahat”.

Bagi rasul Paulus, iman bagi orang Kristen digambarkan adalah seperti perisai seorang prajurit.

Apa fungsi atau gunanya perisai? Untuk melindungi diri agar kita dapat bertahan kalau musuh menyerang kita. Bagi kita orang percaya, perisai itu adalah iman. Perisai iman itu menjadi benteng pertahanan atau berfungsi seperti vaksin yang memberi kekebalan atau daya tahan dalam kehidupan rohani kita.

Dan iblis tahu bahwa untuk menjatuhkan manusia, perisai inilah yang pertama harus digoyah. Jadi iman orang Kristen dulu yang diguncang. Kalau perisainya sudah terlepas maka si prajurit tidak mempunyai perlindungan atau tameng lagi untuk membela diri. Begitu juga dengan orang Kristen, tanpa memiliki iman maka kehidupan rohaninya menjadi lemah dan mudah diserang.

Saudara-saudara, apa itu iman? Definisi sederhana dari iman kita bisa baca dari ayat 1 perikop kita, “Iman adalah dasar segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat”. Umumnya, masa kini, banyak orang baru mau percaya kalau sudah melihat bukti terlebih dulu! Sulit bagi orang-orang masa kini, untuk mempercayai sesuatu yang belum pernah dilihat atau dialami sendiri.

Sedangkan bagi kita sebagai orang-orang percaya, kita terpanggil untuk tetap beriman walaupun kita belum pernah melihat. Sumber yang membuat kita bisa tetap bertahan untuk percaya atau beriman adalah pengharapan akan janji Tuhan, yang tidak akan pernah ingkar janji. Bahkan walaupun Ia tidak memenuhi janji-Nya sekarang atau besok tetapi kita tetap yakin dan percaya bahwa Ia akan memenuhi janji-Nya.

Iman, menurut penulis Surat Ibrani, bukanlah sekedar berjalan atau maju ke depan, melainkan ditarik dari depan. Iman adalah sebuah pengharapan mengenai sesuatu yang pasti. Mungkin hal yang pasti itu belum digenapi atau belum kelihatan bahkan yang terjadi dan dialami, sangat bertentangan dan berlawanan dengan apa yang kita harapkan. Namun kalau kita tetap berharap dan yakin, maka janji Allah yang pasti itu akan terlaksana.

Sekali lagi, hidup beriman itu tidak mudah untuk dijalani, sebab hidup berpengharapan di dalam iman sering bertentangan dengan keinginan dan naluri kita sebagai manusia, yang selalu ingin mencari kesenangan pribadi dan kenikmatan hidup. Hidup di dalam iman kadang mengondisikan kita, harus berani memilih yang susah dan bertentangan dengan keinginan dan kehendak kita. Hidup dengan iman kadang bertentangan dengan rasio kita. Ketika ketaatan kepada Firman Allah bertentangan dengan akal budi kita, kita pun cenderung untuk menolak atau membuat alasan-alasan, mengapa kita tidak dapat melakukan apa yang Tuhan katakan.

Jadi saudara-saudaraku, iman itu sangat penting dan sekaligus juga sangat sulit untuk dilakukan. Selama kita hidup di dunia ini, kita akan berada dalam posisi memilih antara mengikuti atau menuruti iman kristiani kita atau kehendak dan keinginan kita pribadi! Seluruh kitab Ibrani pasal 11 ini, menceritakan kembali pengalaman hidup beberapa tokoh Alkitab untuk kita jadikan contoh dan teladan bagaimana sebenarnya hidup orang beriman.

Dari kesaksian tokoh-tokoh itu, diperlihatkan bahwa hidup sebagai orang beriman itu adalah orang yang harus melawan arus. Hidup yang melawan keinginan dan kehendak diri kita. Kita harus berani menyangkal atau mengalahkan diri sendiri. Inilah yang menjadikan hidup beriman itu sulit. Sulit bagi kita karena janji Tuhan itu belum kelihatan dan juga belum pasti.

Kita manusia, cenderung ingin menjalankan sesuatu yang pasti. Iman malah mengajak kita memasuki hidup yang seolah-olah tanpa kepastian. Hanya pimpinan tangan Tuhan saja yang merupakan kepastian. Para tokoh iman yang disebut dalam Ibrani 11, ternyata tidak semua memperoleh apa yang dijanjikan oleh Tuhan. Padahal mereka telah mengurbankan segala sesuatu hanya untuk janji Allah itu, tetapi belum memperolehnya sampai mereka mati. Namun, mereka tetap berpegang pada janji Allah itu. Hidup beriman berati berani berpegang pada janji Allah.

Iman juga berarti kita dapat menerima dengan ikhlas hal-hal yang tidak dapat kita pahami. Hidup beriman berani menjalani hidup yang berat dan penuh derita namun kita harus tetap berpegang teguh pada janji-janji Tuhan. Beriman adalah merasa aman dalam perlindungan dan penyelenggaraan Tuhan. Itulah iman yang menjadi hakikat kekristenan.

Lalu bagaimana kita bisa memiliki iman seperti itu? Hidup beriman itu adalah suatu proses untuk menjadi dewasa dalam Kristus. Dalam proses itu, kita tidak akan terus merasa iman kita kuat. Tetapi kita akan mengalami “jatuh-bangun”. Kadang kita merasa kuat tetapi ada saat di mana iman kita lemah. Namun yang terpenting, iman kita pada Tuhan harus terus dipelihara dan bertumbuh. Bagaimana caranya? 

Thomas Groome, seorang teolog dan pakar Pendidikan Kristiani, mengatakan bahwa iman itu meliputi 3 aspek: Percaya (Believing), Mempercayakan diri (Trusting) dan Bertindak atau melangkah (Doing). Berdasarkan pemahaman iman dari Groome, setidaknya ada 3 cara agar iman kita bertumbuh:

1. Iman bertumbuh melalui pendengaran akan Firman Tuhan (Believing). Dalam kitab Roma 10:17, dikatakan, “Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh Firman Kristus”. Saat ini, kita banyak melakukan cuci tangan, pakai masker, hidup sehat untuk menjaga kondisi tubuh kita dan melindungi dari terkena virus. Tentu itu hal baik dan penting. Tetapi apakah kita juga memanfaatkan masa-masa ini untuk lebih sering mendengarkan firman Tuhan. Semakin banyak kita mendengar Firman Tuhan, iman kita semakin bertumbuh dan dikuatkan.

Kita bersyukur untuk kebaktian online selama masa pandemi ini, yang boleh menjadi berkat bagi banyak orang tidak saja di Belanda, tetapi juga di negara-negara lain. Juga dapat menjangkau mereka yang selama ini tidak pernah mengikuti kebaktian di gedung gereja. Pada masa pandemi ini, mereka mencoba mendengar Firman Tuhan melalui kebaktian online. Ada yang mengatakan, “Ternyata iman bagi saya lebih penting dari apa yang saya duga.” Yang lain mengatakan, “Wah bersyukur, kalau saat ini saya sibuk memikirkan tentang iman, yang memberi saya ketenangan dan introspeksi diri.”

Saya mendengar kesaksian dari beberapa anggota jemaat yang mengatakan bahwa selama masa pandemi ini, mereka lebih rajin untuk membaca dan mendengarkan Firman Tuhan. Saya sangat bersukacita dan bersyukur ketika ada anggota jemaat yang mau bertanya dan berdiskusi tentang Firman Tuhan. Dengan membaca dan mendengarkan Firman Tuhan, kita berusaha untuk percaya dan mengandalkan Tuhan. Firman Tuhan itu merupakan kekuatan kita untuk bisa bertahan hidup beriman dan sekaligus senjata untuk menghadapi cobaan-cobaan iblis.

2. Iman bertumbuh melalui ujian dan kesulitan hidup (Trusting). Dalam perjuangan hidup beriman, kita akan menemukan dan mengalami kesulitan dan rintangan. Kadang Tuhan “mengizinkan” kita mengalami ujian dan kesulitan dalam hidup ini agar iman kita semakin dimurnikan. Dalam 1 Petrus 1:7, dikatakan bahwa iman yang sudah dimurnikan nilainya jauh lebih tinggi dari emas yang dimurnikan dengan api.

Semakin besar ujian dan rintangan yang kita alami, semakin membuat kita untuk lebih bergantung pada Tuhan dan menyerahkan hidup kita dalam pimpinan-Nya. Dalam keadaan sulit atau ketika kita merasa tidak berdaya, kita belajar untuk tidak saja percaya tetapi juga mempercayakan diri untuk ditolong oleh Tuhan. Keyakinan bahwa Tuhan itu Mahakuasa, bukankah seharusnya membuat kita menjalani kehidupan ini dengan lebih beriman kepada-Nya.

3. Iman bertumbuh ketika kita berani bertindak atau melangkah. (Doing). Iman itu tidak untuk disembunyikan tetapi untuk disaksikan. Walaupun iman itu sesuatu yang pribadi tetapi tidak berarti bahwa iman itu hanya untuk dimanfaatkan atau bermanfaat untuk pribadi atau diri sendiri saja. Iman itu harus dipraktikkan sehingga dapat menjadi berkat dan menguatkan sesama. Jika iman itu tidak disertai dengan perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya mati (Jakobus 2:19).

Namun berani bertindak atau melangkah dalam iman, bukan berarti kita menjalani hidup ini dengan “nekat” dan sembarangan, atau terlalu yakin. Kita membutuhkan hikmat Tuhan untuk bertindak dan melangkah. Yang sulit adalah untuk mengambil langkah yang pertama. Dalam hidup beriman, kita tidak bisa hanya berdiam saja di tempat yang menurut rasio kita aman dan nyaman (comfort-zone). Kita harus berani bertindak dan mengambil langkah iman.

Sdr-sdr yang dikasihi Tuhan Yesus,

Hidup dan berjalan dengan iman bukan berarti kita tidak pernah cemas atau kuatir namun dalam kecemasan dan kekuatiran, kita tetap percaya dan mengandalkan Kristus. Bukan pula berarti bahwa iman kita kuat atau besar, tetapi hidup kita hanya bersandar pada anugerah Tuhan yang besar. Tidak menjadi masalah apakah iman kita kecil atau lemah, karena yang terpenting adalah anugerah Tuhan itu besar dan kuat.

Jadi hidup beriman berarti terus berpegang pada Kristus dalam melangkah, baik pada waktu suka maupun duka. Apakah kita sanggup berpegang erat? Pdt Andar Ismail berkata bukunya “Selamat Bergumul”, “Sering kali tangan kita terlalu lemah dan tidak kuat untuk berpegang erat. Kita bersyukur yang dibutuhkan pada saat-saat seperti itu, bukanlah agar kita memegang Kristus tetapi Kristus yang memegang kita”.

Itulah iman. Bukan kita yang memegang tangan Kristus, melainkan membiarkan Kristus memegang tangan kita. Mari sdr-sdr, kita lanjutkan dan hadapi hidup ini dengan membuka diri pada Kristus agar Dia memegangi kita, “O Tuhan Yesus pegang tanganku”. Tuhan memberkati kita semua.

AMIN.