Pembacaan Alkitab: I Yohanes 1:8-10
Sdr-sdr yang Tuhan Yesus kasihi,
Dalam drama terkenal karangan Michael Cristofer yang berjudul “The Black Angel”
diceritakan mengenai seorang mantan jenderal Nazi bernama Martin Engel.
Ia telah di penjara selama 30 tahun dan kini ingin memulai hidup baru di sebuah pegunungan di luar Perancis bersama istrinya.
Tetapi ada seorang wartawan Perancis bernama Morrieu yang masih tetap mengingatnya. Keluarga Morrieu beserta seluruh penduduk di desanya dahulu ditembak mati oleh serdadu-serdadu Engel. Morrieu tidak bisa melupakannya dan menyimpan rencana pembalasan dendam selama 30 tahun. Ia kecewa karena Engel tidak dijatuhi hukuman mati. Kini setelah menanti 30 tahun, ia mendapat kesempatan untuk membalas. Morrieu pergi ke pegunungan tempat Engel berada dan memprovokasi penduduk desa agar membakar rumahnya dan menembak mantan jenderal Nazi itu.
Beberapa jam sebelum pembakaran itu dilakukan, Morrieu ingin berbicara dahulu secara pribadi dengan Engel.Ia menteror Engel dengan berbagai pertanyaan. Dengan gemetar, Engel yang telah menjadi tua dan lemah, menjawab semua pertanyaan itu. Namun apa yang terjadi selanjutnya? Setelah mencaci-maki dan melampiaskan kemarahannya kepada Engel, Morrieu justru merasa tidak bahagia.
Ia merasa sangat tersiksa. Nafsu untuk balas dendamnya sedikit demi sedikit berkurang dan hilang. Sampai akhirnya ia berubah pikiran. Ia malah ingin menyelamatkan mantan jenderal itu sebelum penduduk desa menyerbu dan membakarnya.
Engel, jenderal tua itu berdiam sesaat. Ia kemudian berkata bahwa ia akan ikut dengan Morrieu dengan syarat Morrieu bersedia memaafkannya. Apa reaksi Morrieu? Ternyata ia tetap tidak mau memaafkan kesalahan Engel. Dan malam itu rombongan desa datang menyerang. Mereka membakar rumah Engel dan menembak mati Engel dan istrinya.
Sdr-sdr, kita bisa mengerti mengapa Morrieu tidak mampu memaafkan Engel. Ia berusaha untuk menyelamatkan Engel tetapi ia tidak bisa memaafkannya. Memang tidak mudah untuk bisa mengampuni. Mengampuni orang yang telah menghina dan menyakiti kita, apalagi harus mengampuni orang yang telah membunuh dan menghabisi keluarga kita.
Cerita dalam drama tadi menimbulkan pertanyaan dalam hati kita mengenai pengampunan dan maaf. Apakah sebenarnya yang kita lakukan bila kita memaafkan seseorang. Apa pula yang kita peroleh bila kita diberi maaf oleh seseorang? Apa yang sebenarnya terjadi di antara 2 orang yang saling memaafkan?
Dalam perikop ini, penulis surat Johanes, mengingatkan tentang dua kesalahan dari cara berpikir:
1. Ada orang yang berkata bahwa ia tidak berdosa. Ia tidak mempunyai tanggung jawab terhadap dosa. Atau ada yang berpikir bahwa ia dapat berdosa tetapi tidak mendapat celaka dengannya. Penulis kitab Yohanes mengatakan, kalau seseorang berdosa, maka pernyataan maaf dan pembenaran diri tidaklah relevan. Satu-satunya hal yang patut dilakukan dalam keadaan seperti itu adalah kerendahan hati dan pengakuan jujur kepada Tuhan dan juga jika perlu kepada manusia.
Kita dapat mengandalkan Tuhan di dalam kebenaran-Nya untuk mengampuni kita jika kita mengakui dosa-dosa kita sebab Dia, Allah yand benar – setia dan adil. Jika mengaku dengan rendah hati dan penuh penyesalan, Ia akan mengampuni kita.
Baiklah kita mulai dengan memperhatikan apa yang dikatakan I Joh 1: 9, “Jika kita mengakui dosa-dosa kita maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita.” Jelas bahwa Tuhan Allah selalu siap untuk mengampuni kita, dengan syarat kalau kita mau mengakui dosa-dosa kita. Jadi pengakuan merupakan hal penting kalau kita bicara mengenai pengampunan.
Tetapi apa yang dimaksud dengan pengakuan?. Sebuah organisasi di LA- USA mengoperasikan saluran telpon yang memberikan kesempatan kepada para penelpon untuk mengakui kesalahan mereka. Setiap hari rata-rata ada 200 orang yang meninggalkan pesan melalui telpon. Pengakuan yang disampaikan juga sangat beragam. Mulai dari tindakan mengucapkan kata-kata yang kasar, perselingkuhan, kemabukan, perkosaan bahkan sampai pembunuhan.
Saudara-saudara, kenyataan ini mengingatkan kita bahwa di tengah kehidupan manusia yang penuh dengan pelbagai kejahatan, kecurigaan, kebencian, dan kemarahan ternyata masih banyak orang yang hidupnya diliputi dengan rasa bersalah. Mereka membutuhkan pengampunan dan pemulihan. Mereka rindu akan kasih sayang.
2. Ada orang yang mengatakan bahwa sesungguhnya di dalam kenyataannya tidak berdosa. Karena mereka memahami arti “dosa” hanya sebagai kejahatan atau pelanggaran. Dosa dalam bahasa aslinya, hamartia yang berarti hilang dari sasaran atau tujuan. Dalam hal ini, kita semua berdosa karena hidup kita telah hilang atau melenceng dari tujuan Allah yang semula
Saudara-saudara, memang kita bisa berusaha untuk menyangkal atau mencoba bertahan melawan rasa bersalah. Namun rasa bersalah itu akan terus menghantui dan mempengaruhi pikiran dan hati kita. Kita pun tidak merasa tenang dan damai. Pengakuan dosa kepada Allah tidak sama artinya dengan menceritakan daftar kesalahan atau dosa kita, tetapi suatu pengakuan yang disertai dengan rasa penyesalan yang mendalam atas perbuatan yang kita lakukan.
Sebuah pengakuan dapat menjadi awal dari suatu keajaiban yang merubuhkan tembok pemisah antara 2 orang yang sedang bermusuhan dan membangun jembatan di antara mereka. Itulah makna dari permintaan maaf. Namun pelaksanaannya sangat tidak mudah. Kita harus berani untuk menyangkal diri .
Saudara-saudara, kembali ke cerita Morrieu, bagi Morrieu, Engel telah menghancurkan hidupnya. Ia kehilangan bukan hanya harta benda tetapi juga orang-orang yang dikasihinya. Dan kini pelakunya ada di hadapannya untuk meminta maaf. Bagaimana ia dapat memaafkannya?
Kita tidak mungkin dapat melupakan kesalahan seseorang yang telah menyakiti kita.Namun apa yang dapat kita lakukan adalah tidak terus menerus mengingat-ingat kesalahan tersebut. Jangan kita membiarkan pikiran kita menjadi seperti DVD player yang terus memutar kembali kejadian saat kita disakiti.
Karena setiap kali kita mengingat pengalaman yang menyakitkan tersebut, batin kita merasa semakin tersiksa. Pada akhirnya kita akan terbiasa menjadi orang yang hatinya mengeras dan tidak dapat melepaskan diri dari ingatan yang menyakitkan itu. Bara api kebencian dan dendam tetap kita pelihara dan membuatnya semakin hari semakin menyala dalam diri kita.
Lewis Smedes menulis sebuah buku yang berjudul “Forgive and Forget “
Buku ini sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul “Memaafkan kekuatan yang membebaskan”
Dalam buku itu dikatakan bahwa bila kita tidak mau memaafkan maka kita akan menyakiti diri kita sendiri. mengapa? Karena seringkali kita masih kesal namun orang yang bersangkutan barangkali sudah melupakan dan menikmati hidupnya.
Satu-satunya cara untuk memperoleh rasa bebas adalah dengan memberi maaf. Bila kita telah diampuni oleh Allah, kita akan lebih dimampukan untuk memaafkan orang lain. Dengan memberi maaf kita dapat memulihkan keadaan dan memulai sesuatu yang baru.
Saudara-saudara mari kita melihat kembali kepada cerita Nomensen tadi, seorang misionaris di tanah Batak.
Perhatikan, kutipan kata-katanya dan sekaligus juga permohonan doanya, “Ya Tuhan hidup atau mati biarlah aku berada ditengah-tengah bangsa batak ini untuk menyebarkan firman dan kerajaan-Mu”. Ini bukan sekedar kata-kata atau permohonan doa Nommensen tetapi ia juga praktekkan kesungguhan kata-katanya itu.
Ia pernah diusir dan dicaci-maki dengan kata-kata yang kasar oleh raja-raja di daerah Silindung. Bahkan di antara mereka ada yang mengancam dan berusaha membunuh Nommensen. Pada suatu malam, ketika raja-raja itu kembali berada di rumahnya, mereka tinggal begitu lama sehingga mengantuk dan tertidur.
Nommensen melihat orang-orang yang memusuhi dan menterornya tertidur. Lalu ia mengambil selimut dan menutupi badan mereka terhadap udara malam yang dingin. Pada pagi hari mereka merasa malu dan “melihat kasih yang begitu besar. Akhirnya mereka membiarkan Nommensen tinggal di daerah mereka dan mengabarkan Injil.
Saudara-saudara, apabila Nomensen tidak memaafkan orang-orang yang menterornya, bagaimana ia bisa memenangkan jiwa orang-orang Batak? Bagaimana Injil bisa disebarkan di Tapanuli?
Saudara-saudara, sekali lagi, memang mudah untuk memberi nasehat untuk mengampuni kalau kita sendiri tidak mengalaminya. Mengampuni memang tidak segampang itu. Namun apa jadinya dunia yang kita tempati ini jika sistem nilai yang berlaku hanya kebencian dibalas kebencian; kejahatan dibalas kejahatan. Kalau hati saya merasa sakit kamu harus merasakan lebih sakit lagi! Apakah kita akan merasa damai dengan situasi seperti itu?
Oleh sebab itulah Allah perlu datang ke dalam dunia melalui Tuhan Yesus Kristus. Ia mengorbankan dirinya untuk memutuskan rantai kebencian dan dendam di dalam dunia. Ia mengambil jalan yang berbeda dengan dunia ini. Ia tidak membalas kebencian demi kebencian.
Sebaliknya Ia membawa kabar baik tentang anugrah pengampunan dan keselamatan dari Allah. Allah mengulurkan tanganNya sambil berkata, “Mari sambut dan genggamlah tangan-Ku ini. Aku ingin menjadi sahabatmu lagi. Walau engkau telah melanggar perintah-Ku. Aku ingin memulai relasi yang baru denganmu.
Hakikat dari kehidupan kristiani adalah pertama-tama menyadari dosa kita; lalu datang pada Tuhan untuk memohon pengampunan yang dapat memaafkan masa lalu yang kelam dan memulai atau melangkah (move on) dengan sesuatu yang baru menuju masa depan.
Saudara-saudara, inilah yang akan terjadi bila kita juga memaafkan sesama. Kita berpijak dari tempat kita berada dan mengulurkan tangan kepada orang yang telah menyakiti kita dan mengatakan, “aku ingin menjadi sahabatmu lagi. Aku ingin kembali menjadi ayahmu, ibumu, suamimu, istrimu, atau anakmu lagi.
Saudara-saudara yang terkasih, saya ingin mengajak kita berdiam diri sejenak, merenungkan keberadaan kita pada saat ini. Mungkin kita berada pada posisi seperti Engel yang membutuhkan pengampunan atas dosa-dosa kita atau kita sedang berada dalam posisi Morrieu yang harus memberi maaf kepada orang yang menyakiti kita. Apapun posisi kita mari kita sebagai pengikut Kristus berada di dalam terang Allah sehingga kita akan terus mendapat kekuatan kasih-Nya dan mempraktekkan kasih itu kepada sesama.
AMIN.