Hidup bagaikan Perjalanan Iman schriftlezing: Amsal 3 : 5 - 6

Sdr-sdr yang dikasihi dan mengasihi Tuhan Yesus,
Siapa di antara kita yang telah berusia 50 tahun dan lebih (over 50 jaar)? Tolong angkat tangan? Saya juga termasuk yang sudah berusia lebih dari 50 tahun. Saat ini di Australia dan New Zealand, sedang berlangsung Kejuaraan Dunia Sepakbola Wanita. Nah, kalau ibarat main sepakbola, kita yang berusia 50 tahun lebih, sedang berada di permainan babak kedua. Mungkin juga, sedang berada di babak tambahan (injury-time – de blessure tijd).

Yang saya mau katakan bahwa hidup kita di dunia ini, terbatas. Penulis kitab Mazmur 90 mengatakan, usia manusia 70 tahun, kalau kuat 80 tahun. Tentu kita patut bersyukur kalau rata-rata usia harapan hidup manusia telah berubah banyak. Kalau di tahun 1850, rata-rata harapan hidup manusia di Belanda, 45 tahun, tetapi sekarang sudah menjadi di atas 80 tahun. Jadi kita semua, termasuk anak-anak muda, sedang menuju pada penuaan. Apa ada manusia yang makin lama hidup makin muda? Tentu tidak. Tetapi yang terpenting, bagaimana kita, sebagai pengikut Kristus harus menyikapinya?

Kita mungkin pernah mendengar bahwa kehidupan manusia di dunia, seperti sebuah perjalanan. Dan bagi kita, orang-orang percaya, hidup ini ibarat perjalanan iman. Perjalanan yang diawali, dari ketika kita lahir sampai meninggal dunia. Nah, perjalanan hidup yang harus kita lalui ini, tidak selalu bahkan mungkin seringkali, tidak sesuai dengan apa yang kita rencanakan atau kita inginkan. Pada kenyataannya, banyak peristiwa dalam hidup ini, yang kita tidak mengerti dan tidak bisa kita kontrol. Menjadi misteri bagi hidup manusia! Dan dalam perjalanan hidup kita yang penuh misteri itu, kita juga mengalami pelbagai macam perasaan: Sedih, senang, marah, tertawa dan lain-lain 

Pertanyaannya, di dalam perjalanan hidup yang sementara ini, ke mana arah tujuan hidup kita? Lalu apa yang menjadi panduan atau pedoman untuk mencapai tujuan hidup kita?
Psikiater terkenal CG Jung pernah berkata: kita mungkin benar-benar siap untuk menjadi dewasa, tetapi kita memasuki usia tua, banyak di antara kita yang tidak siap. Dengan kata lain, banyak orang, termasuk anak-anak muda yang melakukan perjalanan hidup tanpa berorientasi pada tujuan. Yah asal hidup saja tetapi tidak tahu arahnya mau ke mana

Sdr-sdr yang dikasihi Tuhan Yesus,
Ada sebuah kalimat menarik yang diucapkan oleh Romano Guardini, seorang pemikir Katolik. Ia mengatakan bahwa tujuan akhir dari hidup kita sebagai orang-orang percaya bukan hanya menuju pada suatu tempat (baca: Surga) tetapi pada diri Allah, Tuhan kita yang hidup. Guardini memberi pernyataan, “Allah ingin, dirinya mengenal-Nya dan berjalan bersama dengan kasih-Nya. Allah datang kepada saya dan meminta saya untuk pergi menemui-Nya.

Menarik bukan, pernyataan Guardini ini! Menurutnya, tujuan akhir hidup kita, orang-orang percaya bukan hanya ke suatu tempat yang disebut “surga” tetapi menuju pada Oknum yakni datang kepada Allah – Bapa dan Sang Empunya kehidupan ini. Tujuan akhir hidup kita bukan pada tempat tapi menemui atau berjumpa dengan Tuhan, yang kita percaya dan kita andalkan. Artinya, di dalam perjalanan hidup ini, sebagai orang-orang kristen, kita tidak sendirian, tetapi berjalan bersama dengan Tuhan kita!

Sdr-sdr yang dikasihi Tuhan Yesus,
Saya mengajak kita semua, memperhatikan sebuah lukisan karya Thomas Cole. Dalam lukisannya yang dibuat pada tahun 1840 itu, Cole mau menggambarkan perjalanan hidup manusia seperti sebuah perjalanan hidup manusia sebagai perjalanan perahu di perairan yang bergolak. Cole melukiskan ada empat fase dari perjalanan hidup manusia di dunia ini. Setiap fase dengan karakter dan tujuannya masing-masing. 

Pada fase pertama kita melihat bayi kecil berlayar di bawah perlindungan malaikat pelindung. Pada faase kedua, lukisan tentang anak muda yang harus belajar menemukan jalannya sendiri di bawah arahan surga. Fase ketiga, perjalanan yang berada di dalam perlindungan surgawi dan akhirnya pada fase keempat, kedatangan dalam cahaya penuh harapan dan mendapat sambutan secara pribadi dari Sang Pemilik Kehidupan.

Dalam lukisan Cole, jelas kehadiran dan keterlibatan “yang Ilahi” dalam perjalanan hidup orang-orang percaya. Itulah sebabnya bagi kita, hidup ini adalah suatu perjalanan iman. Di dalam perjalanan yang penuh misteri ini, setiap langkah hidup kita dipimpin Tuhan. Tugas kita adalah menyerahkan diri sepenuhnya kepada-Nya. Ibarat ketika kita naik bus, tram, train, kapal laut atau pesawat, menyerahkan diri sepenuhnya pada orang-orang yang mengemudikan dan membawa kita pada tujuan, demikian juga kita menyerahkan perjalanan kita kepada Sang Pengemudi Agung kita agar sampai pada tujuan.

Perikop kita dari kitab Amsal 3:5-6, adalah bagian dari pengajaran yang ditulis para guru yang bijaksana tentang berkat hikmat. Hanya orang yang bersikap benar terhadap pengajaran guru hikmat akan mendapat berkat hikmat, yang sebenarnya yakni berkat Tuhan sendiri. Dalam ayat 5, dikatakan, “Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu…” Ini merupakan suatu kalimat perintah untuk bergantung kepada Tuhan.

Para guru hikmat pada waktu itu, tidak bermaksud untuk melarang anak didiknya mempergunakan akal sehat untuk mencari “kebenaran”. Perintah ini diberikan pada generasi muda. Karena pola pikir orang muda (sebenarnya orang tua juga) mudah sekali dipengaruhi oleh lingkungan dan keinginan pribadi. Khususnya pada masa setelah bangsa Israel keluar dari Pembuangan, banyak anak muda bangsa Israel, yang cenderung mengikuti ajaran dari pendidikan Helenistik dan gaya hidup yang sekuler.

Generasi muda dan umat Israel diingatkan agar mereka menyerahkan diri dan percaya pada Tuhan dengan segenap hati. Artinya, dengan segala keinginan dan pertimbangan, yang tidak hanya secara intelektual dan emosional, tetapi juga secara moral. Kata “percaya” menunjukkan sikap bergantung kepada Tuhan, sebagai sumber hikmat dan tuntunan, dan bukan bersandar kepada pengertian sendiri (ayat 5b)

Perintah ini ditekankan kembali dalam ayat 6, “Akuilah Dia dalam seluruh jalanmu, maka Dia akan meluruskan langkahmu” Kata “akuilah” dalam ayat ini bermakna ketaatan. Dengan mengakui Tuhan, seorang murid tidak saja harus mengenal Dia dan kebijaksanaan serta kehendak-Nya, tetapi juga harus bersedia tunduk kepada otoritas-Nya serta pimpinan-Nya dalam semua kegiatan dan tujuan hidup, karena hikmat Tuhan adalah hikmat yang tertinggi. Hikmat manusia, secerdas dan sekaya apapun tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan hikmat Tuhan.

Hikmat Tuhan tidak diperoleh lewat kekayaan atau kecerdasan; hikmat Tuhan justru didapatkan dari takut (dalam arti hormat atau respek) akan Tuhan. Orang yang takut akan Tuhan adalah orang yang dipimpin oleh Tuhan; setiap langkah yang diambilnya merupakan hasil tuntunan Tuhan dan percayalah bahwa Tuhan tidak akan membiarkannya tersesat.

Kalau kita hidup bergantung dan bersedia mengikuti pedoman atau tuntunan Tuhan dalam seluruh hidup kita maka Dia akan meluruskan langkah kita. Artinya, akan ada tuntunan yang pasti dan benar dalam langkah hidup seseorang. Namun hal ini, tidak berarti bahwa perjalanan hidup kita akan bebas atau tanpa hambatan. Tidak. Kalau kita tetap taat dan setia pada kehendak Tuhan maka kita akan mendapat tidak saja pengetahuan, pengertian tetapi juga hikmat Tuhan untuk mengatasi hambatan yang kita hadapi.

Dengan diberi pengetahuan, kita tahu APA yang sedang kita hadapi dan dengan diberi pengertian, kita tahu MENGAPA harus menghadapi hambatan itu. Dan yang paling penting dan sangat dibutuhkan, kita juga diberi hikmat untuk tahu BAGAIMANA menghadapi atau mencari solusi dari hambatan itu.

Jadi sebenarnya ketika Tuhan “mengizinkan” hambatan atau kesulitan terjadi dalam perjalanan hidup kita, ada tujuannya. Mari kita perhatikan schema tentang siklus di dalam perjalanan iman kita

Pertama, hambatan atau kesulitan hidup itu menjadi “integrity check” untuk iman kita. Apakah di dalam kesulitan hidup, kita masih percaya dan bergantung kepada-Nya? Percayalah, Tuhan tidak akan pernah membiarkan anak-anaknya jatuh tergeletak. Artinya, jatuh dan tidak sanggup untuk bangun kembali. Tuhan juga tidak membiarkan kita mengalami kesulitan yang tidak sanggup kita menanggungnya. Dia juga akan memberi kita kekuatan dan jalan keluar untuk hambatan atau kesuitan hidup yang kita alami.

Kedua, kalau kita taat dan berhasil di dalam “integrity check” atau ujian iman maka kita secara pribadi akan mengalami pertumbuhan iman. Iman kita bertumbuh lebih dewasa atau naik ke level yang lebih tinggi

Ketiga, dampak dari ketaatan kita kepada Tuhan, tidak saja untuk pertumbuhan pribadi iman kita, tetapi juga dapat memberi pengaruh positif kepada orang-orang di sekeliling kita. Apa yang terjadi pada pertumbuhan iman kita, dapat menjadi kesaksian yang hidup bagi sesama kita.

Keempat, siklus kedewasaan iman ini, akan berlangsung terus selama kita masih hidup di dunia ini. Hidup kita terus diproses dan dibentuk oleh Tuhan, sampai kita dipanggil pulang dan bertemu dengan Dia.

Sdr-sdr yang dikasihi Tuhan Yesus,
Memang perjalanan iman yang harus kita lalui sebagai anak-anak atau pengikut Kristus, tidak mudah. Tetapi ingat, bahwa Tuhan dan kasih-Nya akan senantiasa menyertai, tidak untuk sementara atau sekali-kali tetapi sepanjang hidup kita. Kasih-Nya menaungi perjalanan iman kita bagaikan sebuah pelangi (Foto 9). Maukah kita menyerahkan diri dan hidup kita sepenuhnya untuk dipimpin-Nya? Tuhan memberkati kita semua. AMIN.