Pembacaan Alkitab: Roma 12:1-3

Sdr-sdr yang dikasihi Tuhan Yesus,

Pola kehidupan manusia ada yang berubah sejak masa pandemie. Kita sekarang sudah mulai terbiasa untuk memakai masker, menjaga jarak dan juga lebih sering mencuci tangan.

Selain itu, banyak kegiatan yang harus dilakukan di rumah, seperti sekolah, kuliah, kerja, dan juga beribadah.

 

 

Kegiatan gereja lainnya, seperti Sekolah Minggu, Katekisasi, Pemahaman Alkitab, Kelompok Tumbuh Bersama dan rapat-rapat harus dilakukan secara virtual. Saya kagum banyak anggota jemaat khususnya mereka yang senioren, sekarang mampu menggunakan skype dan zoom.

Artinya, mereka ada kerinduan untuk terus belajar dan memperlengkapi diri.

Ada pendapat yang mengatakan bahwa kita harus mempersiapkan diri memasuki kehidupan normal yang baru. Dengan lain perkataan, jangan kita mengharapkan kembali kehidupan di dunia ini seperti sebelum masa pandemie. Kita harus siap menyesuaikan dan membiasakan diri dengan kenyataan atau realita hidup baru. Nah, bagaimana kita sebagai orang-orang percaya menyikapi hal ini?

Tema besar GKIN tahun 2021 adalah “Back to basic in the new reality”. Mengapa tema ini dipilih? Untuk mengingatkan agar ditengah-tengah keadaan dunia yang sedang berubah ini, kita sebagai orang-orang percaya dan pengikut Kristus, tidak melupakan tugas dan panggilan kristiani kita. Keadaan dunia dan masyarakatnya memang bisa berubah tetapi tugas dan panggilan kristiani kita tidak pernah berubah. Misi gereja bagi dunia ini, yakni menyelamatkan dan memulihkan dunia, tetap harus diwujudkan.

Oleh sebab itu, misi gereja tidak bertumpu pada gereja, apalagi gereja lokal, melainkan pada dunia. Gereja memang dihadirkan Tuhan untuk dunia (The church for the world). Jadi seharusnya Gereja tidak hanya sibuk dan memikirkan diri sendiri, tetapi berusaha mengupayakan apa yang terbaik untuk dunia dan umat manusia. Gereja harus mewujudkan apa yang Tuhan rencanakan dan kehendaki bagi dunia ini. Untuk itulah, gereja tidak boleh melupakan dasar dari tugas dan panggilannya di tengah dunia ini.

Pdt (alm) Eka Darmaputera pernah mengingatkan bahwa gereja bukanlah persekutuan yang sekedar kumpul-kumpul tetapi harus menjadi “etalase hidup” bagi dunia ini, melalui pesekutuan, kesaksian dan pelayanannya. Gereja harus menjadi teladan dan memberi contoh bagaimana seharusnya hubungan antara manusia dengan Allah dan antara manusia dengan sesamanya diwujudkan

.

Pertanyaannya, bagaimana Gereja dapat menjadi “etalase hidup” bagi dunia ini? Sdr-sdr, kita, baik sebagai individu maupun sebagai persekutuan terpanggil untuk mencontoh dan meneladani kehidupan Yesus. Ketika kita memutuskan untuk mengikut Tuhan Yesus maka kita bukan hanya sekedar menjadi orang kristen tetapi menjadi murid Kristus. Artinya, seluruh kehidupan kita: pola pikir, pola sikap dan pola tindak kita harus semakin serupa dengan Kristus. Oleh karena itu, peran Kristus dalam kehidupan orang-orang percaya menjadi sangat sentral.

Menjadi orang kristen berarti kita memutuskan untuk menjadi pengikut Kristus. Itulah latar-belakang mengapa kotbah berseri GKIN 2021 memilih tema “Kristus sebagai pusat kehidupan orang-orang percaya”. Tema ini diambil dari buku “Berakar dalam Kristus” bab 3. Sebagai informasi, buku ini juga digunakan dalam pemuridan melalui Kelompok Tumbuh Bersama (KTB) yang sedang dilaksanakan di GKIN. Kotbah berseri ini akan berlangsung selama tiga minggu berturut-turut dengan memakai tiga sub-tema: yang pertama, “Kristus sebagai pusat kehidupan orang-orang percaya, apa artinya?”, yang kedua, mengapa “Kristus sebagai pusat kehidupan orang-orang percaya” dan yang ketiga, bagaimana kita menerapkan “Kristus sebagai pusat kehidupan orang-orang percaya”

 

Sdr-sdr yang dikasihi Tuhan Yesus,

Apa artinya Kristus sebagai pusat kehidupan orang-orang percaya? Koq Kristus dan bukankah diri kita sendiri yang seharusnya menjadi pusat kehidupan kita? Bukankah setiap manusia memiliki kehendak bebas untuk menentukan apa yang mereka ingini atau kehendaki. Disinilah letak perbedaannya bagi orang-orang percaya atau para pengikut Kristus.

Sebelum kita mengikut Kristus maka yang menjadi pusat hidup kita adalah diri kita sendiri. Mengapa? Karena kejatuhan manusia dalam dosa, menyebabkan hidup manusia terpisah dari Tuhan. Manusia telah kehilangan kemuliaan Allah dalam dirinya dan cenderung memilih hidup yang berpusat pada diri sendiri. Semua aspek kehidupannya hanya ditujukan kepada dirinya. Apa yang menguntungkan atau menyenangkan dirinya, itulah yang dicari dan dikejar? Inilah yang disebut oleh rasul Paulus sebagai ciri hidup manusia lama yang berpusat pada diri sendiri.

Dan ketika manusia yang berdosa ini, tidak mampu untuk menyelamatkan dirinya. Kristus datang ke dalam dunia untuk menyelamatkan orang-orang berdosa. 1 Korintus 6:19-20, mengingatkan kita bahwa diri kita sudah dibeli dan harganya sudah dibayar lunas dengan penebusan Kristus sehingga hidup kita ini bukan milik kita lagi tetapi milik Kristus. Pertanyaannya, mengapa Kristus mau berkorban dan rela mati di atas kayu demi menyelamatkan kita? Karena kasih-Nya yang begitu besar kepada kita, orang-orang berdosa. Inilah kabar sukacita bagi kita semua.

Dan bagi mereka yang telah mengalami dan meresponi kasih Allah ini, artinya menyadari dan mengakui bahwa dirinya adalah orang berdosa dan membutuhkan seorang Juruselamat, kemudian sungguh bertobat, dan memutuskan untuk menjadi pengikut Kristus maka seharusnya terjadi perubahan dalam kehidupannya. Dari “manusia lama” menjadi “manusia baru” di dalam Kristus. Fokus hidup kita berubah, tidak lagi ditujukan atau berpusat pada diri sendiri melainkan kepada Kristus.

Kehidupan baru bersama dengan Kristus, yang kita jalani ini bukan karena keterpaksaan atau kewajiban, tetapi dengan penuh sukacita karena kita melakukannya demi kasih kita pada Dia yang telah lebih dahulu mengasihi kita. Kita mengasihi Kristus karena sudah mengalami sendiri kasih dan pengorbanan-Nya bagi kita. Ibarat orang yang benar-benar jatuh cinta pada seseorang maka pikiran, perasaan dan kehendaknya selalu terfokus pada orang yang dicintainya itu. Ia akan selalu berusaha memikirkan, merindukan, mengusahakan yang terbaik, memberikan yang terindah.

Demikian pula kalau kita benar-benar telah mengalami kasih Kristus dalam hidup kita dan “jatuh cinta” pada Kristus maka kita akan melakukan tugas dan panggilan kristiani kita, termasuk pelayanan yang Tuhan percayakan, dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati. Barangkali tugas dan panggilan kristiani yang harus kita jalani itu berat dan banyak tantangan, namun semua itu tidak menjadi beban karena kita mau menyenangkan hati Tuhan kita.

Oleh sebab itu, penting sekali bagi kita sebagai orang-orang percaya untuk mengalami sendiri kasih dan anugrah Tuhan di dalam hidup kita. Inilah titik awal kehidupan baru yang benar, yang berada di pusat yang tepat. Seperti sebuah roda sepeda, kalau semua jari-jarinya tertuju pada pusat atau as roda itu maka sepeda itu akan bisa bergerak dengan baik.

Bayangkan kalau jari-jari roda sepeda banyak yang bengkok atau putus tentu sepeda itu tidak akan dapat berjalan atau berfungsi dengan baik.  Kehidupan kristiani kita akan dapat berjalan dengan baik kalau seluruh aspek kehidupan kita berfokus pada Kristus sebagai pusat dalam kehidupan kita. Kristus yang menjadi sentral dalam kehidupan orang-orang percaya.

Tetapi apa artinya Kristus sebagai pusat hidup kita dalam praktek atau kehidupan sehari-hari?

1. Menempatkan Kristus sebagai Tuhan dalam hidup kita. Kristus bukan hanya sekedar manusia biasa atau tokoh agama yang ajaran-Nya yang pelajari dan ikuti tetapi Ia adalah Tuhan kita. Lalu apa arti dan pengaruhnya dalam hidup kita kalau kita mengakui Kristus adalah Tuhan? Terjalin adanya relasi atau hubungan yang hidup antara Tuhan dengan kita sebagai umat-Nya. Dia adalah pemilik dari diri kita seluruhnya. Ia berkuasa dan berdaulat penuh atas hidup kita. Inilah yang menjadi pergumulan bagi setiap orang kristen. Karena bukan kita tetapi Kristus yang utama. Dengan menjadikan Kristus sebagai Tuhan berarti seluruh hidup kita, termasuk di dalam pelayanan, kita selalu mencari pimpinan dan kehendak Tuhan bukan kehendak pribadi.

Dalam perikop kita Roma 12:1, rasul Paulus menasehatkan supaya kita mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup. Artinya seluruh aspek kehidupan kita, bukan hanya sebagian atau dalam hal tertentu saja, dipersembahkan untuk kemuliaan nama Tuhan. Namun dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita mempunyai pemahaman yang keliru. Karena pengaruh dari pola pikir filsafat Yunani yang menganut pemahaman dualisme, maka kehidupan kita terbagi dua: ada yang rohani dan ada yang duniawi.

Kita sering menganggap perkara yang rohani lebih penting atau utama dari yang duniawi. Misalnya kalau kita beribadah atau melayani di gereja, itu dianggap lebih rohani atau lebih penting daripada kegiatan lainnya di luar gereja. Istilah kehidupan rohani, sebenarnya hanya sebuah cara untuk memandang kehidupan seseorang dari sudut pandang Tuhan. Seluruh aspek kehidupan kita bisa menjadi hal rohani kalau kita melakukannya bagi Tuhan.

Dan sebaliknya, seluruh aspek kehidupan yang nampaknya rohani pun bisa menjadi sekular dan bersifat duniawi jika kita tidak melakukannya bagi Tuhan. Meskipun kita begitu aktif di dalam pelayanan, namun pelayanan kita itu tidak akan menjadi berkat kalau dilakukan atau dengan motivasi untuk mendapatkan perhatian dan popularitas pribadi. Mempersembahkan hidup kita bagi Tuhan artinya apa pun yang kita lakukan, baik ketika bekerja, berlibur, bergaul, melayani, kita lakukan dengan sungguh seperti untuk Tuhan. Kita akan selalu berusaha untuk mencari kehendak Tuhan dan bukan kehendak dan kepentingan pribadi

2. Menempatkan Kristus sebagai Teladan. Sebagai murid Kristus maka Kristuslah yang harus menjadi contoh dan panutan hidup kita. Dalam Petunjuk Hidup Baru dari Filipi 2:5 tadi dikatakan “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus”.

Max Lucado dalam bukunya “Just Like Jesus” mengatakan, “Tuhan mengasihi kita apa adanya, tetapi Dia menolak untuk membiarkan kita tetap seadanya”. Tuhan mengharapkan dan rindu agar kita bertumbuh secara rohani. Hidup kita semakin hari semakin menyerupai Kristus. Kita berpikir seperti Dia berpikir, merasa seperti Dia merasa dan berbuat seperti Dia berbuat.

Ada empat huruf dalam bahasa Inggris yang merupakan singkatan dari pertanyaan yang selalu akan mengingatkan kita untuk menjadikan Yesus sebagai teladan dalam seluruh hidup kita: WWJD – What Would Jesus Do? Apa yang akan Yesus lakukan, jika Dia berada dalam posisi kita? Ketika kita harus menghadapi atau bekerjasama dengan “orang-orang sulit” di sekitar kita. Ketika kita harus mengampuni orang yang telah menyakiti atau menghina kita atau ketika sedang mengalami kesuksesan atau keberhasilan dalam hidup. Apakah kita meneladani Yesus?

Mungkin ada yang bertanya, apakah mungkin untuk meneladani Yesus? Dalam ayat yang terkenal Roma 8:28, dikatakan “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah”. Ayat ini sering disalahtafsirkan, seolah karena Allah turut bekerja dalam segala hal untuk mendatangkan kebaikan maka hidup kita akan lepas atau terhindar dari penderitaan, bahaya, sakit penyakit atau pun kerugian materi. Ayat ini mau mengatakan bahwa dalam proses bertumbuh secara rohani menjadi serupa dengan Kristus, memang tidak mudah namun Allah akan turut campur dan terlibat di dalam proses itu.

Pdt Rachmiati Tanudjaja dalam bukunya yang baru terbit “Aku, Dia dan sabda-Nya” menjelaskan bagian ini., “…ayat ini mengatakan bahwa yang dimaksudkan dengan kebaikan di sini harus dilihat dari konteks Firman Tuhan secara keseluruhan dan secara khusus dalam bagian ini, …Jadi kebaikan di sini berarti keterlibatan Allah dalam hidup saudara di tengah segala situasi dan kondisi realita kehidupan ini, sakit, senang, sehat atau sedang tidak sehat, difitnah atau tidak difitnah, dirugikan atau tidak dirugikan, kita mendapat pekerjaan atau kita tidak mendapat pekerjaan, di tengah situasi dan kondisi seperti itu, di tengah realita yang harus kita jalani, Firman Tuhan menjanjikan bahwa Allah akan terus terlibat di dalam hidup saudara dan saya, sehingga memungkinkan saudara dan saya untuk bukan memiliki kenyamanan dalam hidup ini, atau pada akhirnya melihat happy ending dari segala kegagalan atau kepahitan hidup ini. Tapi kebaikan di sini dimaksudkan dalam konteks di tengah situasi dan kondisi yang bagaimanapun juga campur tangan Allah memungkinkan kita tetap dapat memancarkan kemuliaan Allah. Karakter Allah, sifat-sifat Allah”.

Sdr-sdr, kalau hidup kita meneladani Kristus maka seperti yang dikatakan dalam ayat 2, kita tidak akan menjadi serupa dengan dunia ini. Kita dapat membedakan mana yang menjadi kehendak Tuhan, apa yang baik dan berkenan kepada Tuhan.

3. Menempatkan Kristus sebagai Tujuan. Sdr-sdr hidup ini perlu tujuan. Seperti sebuah perjalanan, kalau kita sudah mengetahui tujuannya maka perjalanan itu akan menjadi jelas dan terarah. Demikian juga dengan perjalanan hidup kita sebagai orang-orang kristen. Apakah tujuan hidup kita di dunia ini? Firman Tuhan dalam Matius 22:37-40 dan 1 Korintus 10:31 meringkaskan dengan jelas bahwa tujuan hidup kita adalah mengasihi dan memuliakan Yesus Kristus. Mengasihi dan memuliakan Kristus bukan berdasarkan pada apa yang kita telah terima dari Dia. Tetapi karena memang Kristus adalah Allah yang layak untuk kita kasihi dan muliakan. Kita diciptakan Allah untuk mencerminkan kemuliaan Allah.

Jika kita mengasihi Kristus dan ingin memuliakan Dia maka berarti segala yang kita lakukan, pikirkan, katakan akan digerakkan oleh kasih kita kepada Tuhan dan kerinduan agar nama-Nya dimuliakan. Jadi ketika kita melakukan apa pun dan dalam keadaan apapun, fokus kita selalu terarah kepada Kristus bukan kepada diri sendiri.

Menjadikan Kristus sebagai tujuan atas seluruh hidup kita berarti tidak ada situasi apa pun dalam hidup kita, yang dapat membuat kita tidak memiliki tujuan hidup. Kita dapat memuliakan dan mengungkapkan kasih kita kepada Tuhan dalam segala hal dan segala keadaan. Baik dalam keadaan susah dan senang, kegagalan dan keberhasilan, sakit dan sehat, kita tetap masih dapat memuji dan memuliakan Tuhan. Kita mensyukuri kehidupan yang Tuhan masih percayakan ini dengan lebih mengasihi Tuhan dan sesama serta memuliakan Tuhan.

Sdr-sdr yang dikasihi Tuhan Yesus,

Itulah artinya Kristus sebagai pusat dalam kehidupan orang-orang percaya. Kita menempatkan Dia sebagai Tuhan, Teladan dan Tujuan dalam hidup kita.

Mari kita hening sejenak dan mengevaluasi hidup kita sekarang ini. Kita yang mengaku sebagai orang Kristen dan yang sudah ditebus dan diselamatkan oleh Tuhan, apakah dalam situasi dan kondisi yang sedang kita alami ini, “Kristus menjadi pusat dalam hidup kita? Kita renungkan bersama pertanyaan-pertanyaan berikut ini

Apakah kita selalu mengikutsertakan Tuhan dan mencari kehendak-Nya dalam hidup kita? 

Apakah hidup kita sebagai orang-orang kristen semakin hari semakin menyerupai Tuhan kita?

Apakah hidup kita yang sedang kita jalani ini sungguh memuliakan Tuhan?

 

Tuhan menyertai dan memberkati kita semua.

AMIN.