Pembacaan Alkitab: Mazmur 9:1-2; 2 Samuel 12:22-23

 

Sdr-sdr yang dikasihi Tuhan Yesus,

Saya akan membacakan tulisan Matthew Henry seorang penafsir Alkitab yang terkenal, dalam buku hariannya, setelah ia mengalami perampokan:

“Aku bersyukur karena aku tidak sering dirampok dan ini adalah yang pertama kalinya aku dirampok.

Aku bersyukur karena aku yang dirampok dan bukan aku yang menjadi perampoknya.

Aku bersyukur yang dirampok hanya barang bukan nyawa”

 

Tentu, tidak mudah untuk mengucap syukur ketika kita sedang mengalami kesusahan atau penderitaan. Karena kita sudah terbiasa mengucap syukur untuk hal-hal tertentu saja: ulang tahun, pindah rumah, pernikahan, dapat promosi dan seterusnya. Sedangkan hal-hal lain, kita merasa tidak perlu bersyukur karena seolah-olah itu adalah hasil kerja kita. Kalau ucapan syukur kita hanya berdasarkan pada saat-saat kita mendapat berkat-berkat Tuhan saja maka ucapan syukur itu akan berhenti ketika kita tidak lagi mendapatkan berkat-berkat Tuhan. 

Alkitab mengajarkan kepada kita untuk mengucap syukur senantiasa. Ayat pembukaan dari ITesalonika 5:18 tadi mengatakan “mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah…” Dalam ayat ini, mengucap syukur merupakan suatu perintah yang harus dilakukan terus menerus. Dengan kata lain, bagi kita sebagai pengikut Kristus, bersyukur merupakan salah satu identitas dari kehidupan kristiani.

Tetapi bagaimana kalau kita kehilangan orang yang kita kasihi? Apalagi kalau hal itu terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga. Kalau kita kehilangan uang atau harta, kita masih dapat mencari dan mendapatkannya lagi tetapi bagaimana dengan kematian orang yang kita kasihi dan harapkan? Ia tidak akan kembali lagi.

Seperti sebuah kisah nyata yang terjadi di Indonesia belum lama ini. Ada 3 orang anak yang relatif masih kecil dan baru saja ditinggal oleh ibu mereka yang meninggal karena terkena Covid. Sedangkan sang ayah yang juga terkena Covid, masih harus dirawat di rumah sakit dan berjuang untuk tetap bertahan hidup. Dalam keadaan seperti ini, teman-teman satu gereja mereka, sehati menaikkan doa untuk kesembuhan sang ayah. 

Mereka berdoa agar sang ayah dapat disembuhkan karena ke tiga anaknya itu masih sangat membutuhkan kehadiran seorang ayah. Tentu wajar kalau mereka berdoa untuk kesembuhan. Namun apa yang terjadi? Ternyata sang ayah juga meninggal dunia. Dalam situasi kehilangan seperti itu, bagaimana kita mampu untuk mengucap syukur? Kesedihan dan kehilangan membuat kita seolah berjalan di dalam sebuah terowongan yang gelap dan tidak berujung.

Sdr-sdr yang dikasihi Tuhan Yesus,

Kalau kita membaca Mazmur 9:1-2 tanpa melihat dan memperhatikan konteksnya, maka kita bisa mengambil kesimpulan bahwa wajar kalau Daud menaikkan syukur karena Tuhan telah menolongnya dari para musuh. Tetapi sebenarnya Mazmur ini dilatar-belakangi dari pengalaman hidup Raja Daud ketika dalam keadaan kehilangan puteranya.

Dari mana kita tahu bahwa konteks Mazmur itu adalah tentang kematian? Dari ayat 1 yang mengatakan “Menurut lagu: Mut-Laben” Mut Laben itu adalah kata-kata dalam bahasa Ibrani, yang berarti “kematian dari sang putera” Kisah kematian putera raja Daud ini kita dapat baca dalam 2 Samuel 12:22-23:

"Selagi anak itu hidup, aku berpuasa dan menangis, karena pikirku: siapa tahu TUHAN mengasihani aku, sehingga anak itu tetap hidup. Tetapi sekarang ia sudah mati, mengapa aku harus berpuasa? Dapatkah aku mengembalikannya lagi? Aku yang akan pergi kepadanya, tetapi ia tidak akan kembali kepadaku." 

Kita lihat di sini, bagaimana mungkin sikap seorang ayah saat menghadapi kematian puteranya tetap masih dapat memuji dan bersyukur kepada Allah? Mari kita membaca sekali lagi 2 Samuel 12:23, dimana raja Daud berkata:"Tetapi sekarang ia sudah mati, mengapa aku harus berpuasa? Dapatkah aku menghidupkannya kembali? Aku yang akan pergi kepadanya, tapi dia tidak akan kembali kepadaku".

Ungkapan itu menunjukkan, raja Daud mengerti bahwa kematian yang sudah terjadi ini tidak dapat dielakkan. Oleh karena alasan ini, maka Daud justru merasa terhibur setelah mengetahui bahwa doa-doanya tidak menghasilkan apa-apa. Aneh bukan? Tetapi di sini, kita dapat belajar dari sikap raja Daud, selama anaknya itu masih hidup, ia terus berdoa dan memohon kepada Tuhan. Bahkan dikatakan ia berpuasa dan menangis agar Tuhan mau mendengar dan mengasihaninya, sehingga anaknya tetap hidup.

Tetapi ternyata, ketika permohonannya, tidak dikabulkan, anaknya meninggal. Daud memahami bahwa Allah telah "memanggil pulang" bayi kecilnya. Kedaulatan ada di dalam tangan Allah. Maka kemudian Daud menyerahkan anak bayinya ke dalam kasih karunia Allah, sambil berkata, "Aku yang akan pergi kepadanya, tetapi ia tidak akan kembali kepadaku" (2 Samuel 12:23).

Perkataan yang diucapkan Daud: "Aku yang akan pergi kepadanya" itu memberikan harapan bagi orang-orang percaya sampai dengan hari ini. Bahwa mungkin ada di antara kita yang pernah atau sedang menghadapi kematian putera-puteri mereka dalam usia mereka yang masih belia. Percayalah bahwa mereka akan seperti yang diimani oleh Daud ini. Daud yakin bahwa suatu saat ia akan pergi menemui puteranya di Rumah Bapa, yang artinya mereka itu walaupun masih kecil akan tetap selamat karena iman orang-tua mereka. Mereka itu sekarang sudah berada di dalam pemeliharaan Allah di surga.

Hal ini juga yang diyakini oleh seorang ayah, melalui kisah berikut ini: Ketika kepala anaknya terbentur sebuah sudut meja karena berlari dan tidak hati-hati. Sang ayah mencoba menghibur anaknya dengan berkata, “Syukur kepada Tuhan, kepala kamu tidak sampai bocor. Lagi pula luka itu akan cepat sembuh.”Lalu sang anak bertanya, “Ayah, bagaimana kalau kepalaku bocor dan tidak dapat disembuhkan, apakah kita masih dapat bersyukur?” Oh tentu, anakku, jawab ayahnya. “Sekali pun kepalamu bocor dan engkau tidak tertolong, meninggal karena luka itu, kita masih tetap bersyukur karena jiwamu selamat di dalam Kristus.”

Sdr-sdr, pada saat orang percaya mengalami kematian, ia kehilangan segala-galanya dalam dunia ini. Namun saat itu justru merupakan puncak ucapan syukurnya. Mengapa demikian? Karena pada saat ia bertemu muka dan muka dengan Tuhannya, maka pada saat itulah ia akan mendapatkan Tuhan sebagai segala-galanya. Ia mendapatkan sesuatu yang kekal dan abadi.

Sdr-sdr yang dikasihi Tuhan Yesus,

Itulah artinya tetap mengucap syukur. Hanya orang-orang yang percaya kepada Kristus mampu untuk mengucap syukur senantiasa. Bahkan ketika menghadapi akhir hidupnya. Kehidupannya tidak akan pernah berhenti untuk mengucap syukur. Menarik tulisan seorang penulis terkenal dari Amerika, bernama Fred van Amburgh yang mengatakan: "Tidak ada yang lebih miskin daripada orang yang tidak memiliki rasa syukur. Rasa syukur adalah mata uang yang dapat kita ciptakan untuk diri kita sendiri, dan menghabiskannya tanpa takut mengalami kebangkrutan."

Kembali pada teks Mazmur 9:1-2 tadi. Dalam keadaan yang serapuh itu karena kesedihan, raja Daud dapat mengucapkan syukur dan menyanyikan pujian. Siapakah yang dapat setegar itu untuk mampu selalu memuji dalam keadaan apapun? Isi ayat dari Mazmur 9:1-2 merupakan nyanyian syukur dari raja Daud di kala hatinya hancur. Dalam keadaan yang berduka, raja Daud masih dapat menuliskan Nyanyian Pujian atau dalam bahasa inggrisnya “Ode”.

“Ode” itu mengandung makna: "biarlah aku hendak bersyukur" atau "biarlah aku hendak berterimakasih" atau "I let myself to praise" atau "I let myself to give thanks." Suatu pujian-syukur kepada Allah yang diberikan dengan hati yang tunduk dan rela. Lagu yang kita nyanyikan dan dengarkan tadi dari Kidung Jemaat no 3 adalah “Ode of Joy” (Nyanyian Sukacita), salah satu lagu dari karya komposer terkenal Ludwig van Beethoven, yang justru diciptakannya pada fase terakhir hidupnya ketika ia menderita penyakit tidak dapat mendengar lagi atau tuli.

Sdr-sdr yang dikasihi Tuhan Yesus,

Mengapa kita sebagai pengikut Kristus harus mengucap syukur senantiasa? Karena:

  1. Tuhan adalah pemilik atau yang empunya segalanya. Tuhanlah yang menciptakan dan yang empunya bumi serta segala isinya dan dunia serta yang diam di dalamnya (Mazmur 24:1).  Bersyukur merupakan pengakuan bahwa segala yang kita miliki, pakai dan nikmati, termasuk kehidupan ini adalah berkat Tuhan. Ia tidak saja memberi kesempatan kita hidup tetapi juga menyediakan apa yang kita butuhkan. Dengan demikian sebenarnya, tidak ada yang dapat kita berikan atau sumbangkan kepada Tuhan, karena pada prinsipnya segala sesuatu adalah milik Tuhan. Oleh sebab itu, respon yang benar adalah kita harus mengucap syukur kepada Tuhan dalam segala hal. Ini memang sudah seharusnya demikian bukan sesuatu yang istimewa dari kita untuk Tuhan.
  2. Mendapat kesempatan untuk menikmati pemberian Tuhan. Kita mengucap syukur bukan saja karena kita boleh menyadari bahwa segala sesuatu itu milik Tuhan. Tetapi juga karena kita diberi kesempatan untuk menikmati pemberian Tuhan itu. Ingat, apa yang ada pada kita, harta benda, orang-orang yang kita kasihi dan juga hidup ini, adalah titipan Tuhan. Semua itu dititipkan sementara, selama kita hidup di dunia ini.

Ada 2 hal yang harus kita perhatikan, jika kita menyadari bahwa semua yang ada pada kita adalah titipan Tuhan: Pertama, kita tidak bisa berbuat apa-apa, ketika yang dititipkan pada kita itu sudah waktunya diambil atau diminta kembali oleh Sang Empunya. Kita hanya bisa menerima dan bersyukur untuk kesempatan yang diberikan, walaupun barangkali menurut kita hal itu hanya sebentar saja.  

Kedua, walaupun kita diberi kesempatan untuk mengelola dan menikmati semua pemberian Tuhan dalam hidup kita, tidak berarti bahwa kita bisa dengan sebebas-bebasnya memanfaatkannya untuk kepentingan dan kesenangan pribadi kita. Semua itu adalah titipan. Jadi kita bertanggung-jawab untuk menjaga dan memeliharanya dengan baik serta juga menggunakannya untuk kemuliaan Tuhan – Sang Empunya dan menjadi berkat bagi sesama kita. Kita datang ke dunia ini tidak membawa apa-apa, demikian juga ketika kita meninggalkan dunia ini, tidak akan membawa apa-apa.

Sdr-sdr yang dikasihi Tuhan Yesus,

Hidup yang bersyukur sangat dibutuhkan pada masa-masa yang sulit ini. Walaupun banyak kesulitan dan kesusahan yang harus kita hadapi dan jalani, tetapi masih banyak berkat dan kebaikan Tuhan yang kita bisa syukuri. Jika kita masih diberi kesempatan hidup, itu adalah anugrah Tuhan. Kalau kita fokus dan mengingat pada berkat dan kebaikan Tuhan dalam hidup kita, maka hal itu akan membuat hidup kita ini penuh dengan sukacita.  Dan sukacita itulah yang membuat hati kita bergembira dan bersyukur.

Pada masa-masa sulit ini, ketika kita kehilangan harta, pekerjaan, kesehatan dan orang-orang yang kita kasihi, kita tetap bisa bersyukur karena kita masih memiliki Tuhan. Kita diajar untuk mengerti ketika kita harus kehilangan apa yang tidak dapat kita pertahankan, justru kita bisa menemukan dan mendapatkan apa yang tidak dapat hilang atau kekal, yakni kehadiran dan kasih Tuhan, yang selalu menyertai hidup kita.

Biarlah kesaksian hidup kita boleh memancarkan kasih Allah dan memberikan harapan bagi sesama kita yang sedang putus asa atau mencari jawaban atas pergumulan yang mereka sedang alami. Sebagai penutup kotbah ini mari kita dengarkan dan renungkan lagu “One day when we all get to heaven”. Kiranya lagu ini boleh menguatkan dan meneguhkan iman kita. Tuhan memberkati kita.

AMIN.

https://www.youtube.com/watch?v=LGAdaGbmfFs

 

One Day (When We All Get To Heaven)

Matt Redman

One day You'll make everything new, Jesus
One day You will bind every wound
The former things shall all pass away
No more tears

One day You'll make sense of it all, Jesus
One day every question resolved
Every anxious thought left behind
No more fear

When we all get to heaven
What a day of rejoicing that will be
When we all see Jesus
We'll sing and shout the victory

One day we will see face to face, Jesus
Is there a greater vision of grace
And in a moment, we shall be changed
On that day

And one day we'll be free, free indeed, Jesus
One day all this struggle will cease
And we will see Your glory revealed
On that day

And when we all get to heaven
What a day of rejoicing that will be
When we all see Jesus
We'll sing and shout the victory
Yes, when we all get to heaven
What a day of rejoicing that will be
And when we all see Jesus
We'll sing and shout the victory

Oh one day, one day

Yes, one day we will see face to face, Jesus
Is there a greater vision of grace?
And in a moment, we shall be changed
Yes, in a moment, we shall be changed
In a moment, we shall be changed
On that day

When we all get to heaven
What a day of rejoicing that will be
When we all see Jesus
We'll sing and shout the victory
We'll sing and shout the victory

We will weep no more
No more tears, no more shame
No more struggle, no more
Walking through the valley of the shadow
No cancer, no depression
Just the brightness of Your glory
Just the wonder of Your grace
Everything as it was meant to be
All of this will change
When we see You face to face
Jesus, face to face