Lukas: 8:4-15
Tahukah anda berapa bunga tabungan saat ini di Belanda? Untuk saldo sampai dengan € 100.000 bunganya 0,01 %. Betapa besar perbedaannya dengan perumpamaan Yesus ini. Sebuah benih tumbuh berbuah seratus kali lipat. Berarti bunganya 10.000 %. Sungguh hasil yang luar biasa. Dapatkah kita membayangkan betapa istimewa dan murah hati Allah menciptakan alam ini! Benih yang kecil mempunyai kekuatan yang tak terbayangkan! Kekuatan untuk bertumbuh dan berbuah! Kekuatan untuk bermultiplikasi. Apakah benih itu? ‘Benih itu ialah Firman Allah’, kata Yesus di ayat 11.
Efek Firman Allah dalam hidup manusia sungguh tidak masuk akal. Melebihi harapan manusia. Apa yang Allah sabdakan adalah benih yang kuat yang membuat manusia hidup. Yesaya 55:11 berkata: ‘demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya.’
Firman Allah sanggup mengubah manusia dengan cara yang paling radikal. Dengan kuasa Firman Allah, ada orang-orang yang memberikan hidup mereka dengan segala risikonya untuk orang yang lemah di dunia ini. Berjuang untuk perdamaian, hukum dan keadilan. Seperti Martin Luther King yang berjuang tanpa kekerasan melawan segregasi rasial di Amerika. Seperti prof. Muchtar Pakpahan yang belum lama meninggal, ayah dari Pdt. Binsar Pakpahan, yang berjuang untuk hak-hak buruh di Indonesia, yang untuk itu dipenjara pada masa Soeharto. Dengan kuasa Firman Allah, ada orang yang mengalahkan kebencian dan mengulurkan tangan kepada musuhnya. Sebagai contoh Corrie ten Boom yang bertemu dengan mantan pengawal kamp konsentrasi Jerman Ravensbrück. Orang itu meminta pengampunan. Suatu hal yang tampak mustahil. Namun setelah pertarungan batin, Corrie berkata: “Dengan kekuatan Tuhan aku mengampuni kamu dengan segenap hatiku!” Jika anda mempunyai kesaksian pribadi bagaimana Firman Tuhan bekerja dalam hidup anda (di masa pandemi ini), bagikan itu dengan saudara/i di gereja atau kirimkan ke GKIN Nieuws!
Lihatkah anda betapa kuatnya benih itu, Firman Allah? Namun bagaimana bisa sampai berbuah seratus kali lipat? Apa yang dibutuhkan? Itu tergantung pada tanah tempat benih itu jatuh.
Jenis tanah pertama
Ketika petani itu menabur dengan tangannya, tentu saja tidak semuanya jatuh ke tanah yang baik. Yesus berkata: ‘Sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu diinjak orang dan burung-burung di udara memakannya sampai habis.’ Yesus menjelaskan di ayat 12. Ada orang yang mendengar firman, namun segera datanglah Iblis mengambil firman itu dari dalam hati mereka, supaya mereka jangan percaya dan diselamatkan.
Ini terjadi ketika kita mendengar firman Allah, namun masuk telinga kiri keluar telinga kanan.
Tidak ada yang masuk ke dalam diri kita. Ini mendengarkan dengan ‘acuh tak acuh’. Ada orang yang berkata ini ciri khas pria. Karena itu ada buku yang berjudul: ‘Mengapa pria tidak bisa mendengarkan dan wanita tidak bisa membaca peta’. Ini tidak sepenuhnya benar. Memang saya suka tidak mendengarkan dengan baik, namun istri saya pandai membaca peta.
Mungkin anda mendengarkan khotbah, namun sibuk dengan pikiran sendiri. Di sela-sela khotbah, anda sibuk membaca berita atau mengirim pesan. Atau misalnya kita sudah berpikir sebelumnya: ‘Ah, ayat Alkitab itu sudah saya tahu dengan baik. Sudah hafal dari dulu.’ Atau sesudah kebaktian, kita mempunyai pikiran negatif terhadap orang lain atau bahkan terjadi keributan. Maka Firman itu segera hilang. Burung akan segera memakannya.
Iblis juga tidak ingin kita di rumah membaca Alkitab. ‘Biarkan saja. Itu buku yang susah dan tidak menarik. Tunda saja. Besok saja.’ Iblis tahu persis betapa pentingnya firman Allah itu. Apakah kita juga menyadarinya?
Jenis tanah kedua
Ada lagi jenis tanah kedua. Benih itu jatuh di tanah yang berbatu-batu. Di situ ada lapisan tanah tipis, namun di bawahnya ada batu. Benih seperti itu akan bertunas, namun tidak bisa berakar dan menghisap air. Kalau matahari bersinar dengan terik, layulah segera.
Yesus berkata di ayat 13: ‘Yang jatuh di tanah yang berbatu-batu itu ialah orang, yang setelah mendengar firman itu, menerimanya dengan gembira, tetapi mereka itu tidak berakar, mereka percaya sebentar saja dan dalam masa pencobaan mereka murtad.’
Ini terjadi ketika kita mendengarkan Firman Tuhan, namun kita cepat melupakannya.Hanya di permukaan saja. Ada orang yang antusias menyambut pesan Kerajaan Allah, juga karena mujizat yang Yesus lakukan. Namun sebentar saja mereka sudah kehilangan pesan itu, ketika Yesus menyerukan bahwa tiap orang harus memikul salib. Ini seperti minuman bersoda yang waktu dituang penuh segelas, namun perlahan-lahan menyusut. (Dulu meluap-luap, sekarang menguap-nguap).
Ini hal yang tragis. Orang yang memulai dengan baik. Gembira dengan firman Allah. Namun ada pencobaan. Ada kesulitan. Misalnya jatuh sakit, dipecat dari pekerjaan, permikahan yang kandas, ada pergumulan keluarga. Betapa eksistensi kita bisa tergoncangkan! Apakah kita tetap setia kepada Allah? Kalau matahari bersinar sangat terik, apakah kita bisa tetap bertumbuh? Ya, bisa! Namun kita harus mempunyai akar. Iman harus berakar. Ada pendalaman. Anda berakar di dalam Alkitab. Anda belajar mengenal Alkitab lebih baik lagi. Sebagaimana yang kita lakukan di gereja dengan Pemahaman Alkitab dan Kelompok Tumbuh Bersama. Juga dengan mempraktekkan firman Tuhan dalam hidup kita.
Jenis tanah ketiga
Benih itu bisa juga jatuh di tengah semak duri. Benih itu tumbuh, namun akhirnya terhimpit.
Yesus berkata: ‘Yang jatuh dalam semak duri ialah orang yang telah mendengar firman itu, dan dalam pertumbuhan selanjutnya mereka terhimpit oleh kekuatiran dan kekayaan dan kenikmatan hidup, sehingga mereka tidak menghasilkan buah yang matang.’
Ini terjadi ketika kita mendengarkan firman Tuhan, namun kemudian tidak menganggapnya penting.Hal lain dalam hidup ini mengambil alih prioritas dari firman Allah. Keyakinan iman dianggap hanya sebagai asesoris atau pelengkap. Ada orang yang percaya, bahkan ikut Yesus sekian lama, namun akhirnya hal-hal menyenangkan dalam hidup membuat Yesus tersingkir ke belakang.
Orang mengatakan bahwa ini adalah sejarah gereja di abad 20 dan 21 dari Eropa Barat. Juga di Belanda dan Belgia. Segala kemakmuran kita, teknologi, kesibukan, menjauhkan perhatian kita terhadap Firman Tuhan. Mungkin kita mau, tapi kita tidak ada celah lagi dalam agenda kita.
Kesibukan, kemakmuran, kekayaan, karir, keluarga dapat menelan kita. Pikiran anda terserap sepenuhnya: oleh kekuatiran, beban dan kenikmatan hidup. Bagaimana anda dapat menjauhkan duri itu? Hanya ada satu cara: anda harus memberi cahaya. Semak duri harus dipangkas. Anda harus dengan sadar menetapkan prioritas anda, mengelola agenda anda. Tuhan ingin berbicara kepada kita, namun apakah kita mendengarkanNya?
Jenis tanah keempat
Tahukah anda bahwa benih itu juga dapat bertumbuh. Itulah indahnya jenis tanah yang keempat. Yesus menguatkan kita: itu bisa! Dengan sadar Yesus menyebutkan tanah yang baik di akhir. Inilah akhir perumpamaan ini. Klimaksnya! Tanah yang subur! Buahnya seratus kali lipat! 10.000 %! Itu bisa terjadi, juga dalam kehidupan saudara dan saya! Di mana Firman Tuhan sungguh memenuhi hidup kita, mentransformasi kita, dan menjadikan hidup kita berkat bagi banyak orang. Ayat 15: ‘Benih yang jatuh di tanah yang subur ibarat orang yang mendengar kabar itu, lalu menyimpannya di dalam hati yang baik dan jujur. Mereka bertahan sampai menghasilkan buah.’ (BIS).
Hati yang baik dan jujur yaitu hati yang penuh kasih terhadap Allah. Hati yang terbuka dan mau menerima. Di situlah Firman Allah dapat masuk sepenuhnya dan menemukan kedalaman. Bahwa anda ‘memelihara’ Firman, juga di saat pencobaan, di saat kesulitan, dan di saat kesedihan datang. Anda bertahan dengan tekun. Tidak ikut terbawa arus kesuksesan, kekayaan dan kemewahan dunia ini. Juga tidak terpengaruh apa yang populer di lingkungan persahabatan.
Tidak. Dengan teguh, dengan kekuatan Roh Kudus, anda menempuh jalan anda sendiri di belakang Yesus. Anda menjalani hidup yang memancarkan kebaikan Allah.
Empat jenis tanah sudah kita perhatikan. Apa ciri khas tanah yang baik? 1. Hati yang terbuka, 2. Ada pendalaman dalam hidup, dan 3. Ada ketekunan dalam hidup.
Suatu hari seorang pria yang tidak dapat melihat dengan baik datang ke museum. Bapak ini terkenal sebagai orang yang berpikir ia tahu segalanya lebih baik. Waktu itu ia lupa membawa kaca matanya, tapi itu tidak menghalanginya mengekspresikan pendapatnya tentang seni. Saat itu ia berdiri memandang sebuah potret besar. Ia menatap sejenak dan mulai mengkritik. ‘Bingkai ini tidak cocok dengan lukisan ini’, keluhnya. ‘Orang di lukisan ini tidak menarik dan terlihat murung. Kesalahan besar dari sang pelukis untuk memilih tema yang ceroboh untuk potretnya.’ Bapak ini terus bicara sampai istrinya menariknya ke samping. ‘Sayang’, bisiknya, ‘yang kamu lihat itu cermin.’
Perumpamaan ini juga berfungsi seperti cermin bagi kita pribadi. Sebagai refleksi diri. Ini bukan soal bagaimana saya dapat mengklasifikasi orang lain dalam salah satu dari empat kotak ini. Tidak. Ini soal pertanyaan: ‘Jenis tanah seperti apakah saya? Bagaimana saya menjadi tanah yang baik?
Ini juga tidak berarti bahwa sekali saya jenis tanah tertentu maka saya akan terus seprti itu. Tidak. Tiap kali saya punya pilihan dari keempat opsi mendengarkan. Bagaimanakah sikap saya di dalam mendengarkan Firman Tuhan?
Jemaat terkasih. Tuhan Yesus adalah penabur dalam perumpamaan ini. Ia juga adalah Firman Allah yang menjadi manusia (Yohanes 1). Yesus adalah penabur dan benih itu sendiri. Tanpa lelah Ia terus menabur. Juga di tengah panas terik. Ia menabur di dalam hidup kita, di dalam hidup banyak orang di dunia ini. Ia terus menabur, walaupun ada kekecewaan bahwa tidak di semua tempat ada tanah yang baik. Tuhan Yesus ingin agar Kerajaan Allah bertunas, berakar, bertumbuh, dan berbuah dalam hidup kita. Berbuah seratus kali lipat! Sang penabur memandang penuh harapan ke masa depan. Apakah anda juga rindu ini terjadi dalam hidup anda?
Amin.