Pembacaan Alkitab: Joh 15:12-15
Sdr-sdr yang dikasihi Tuhan Yesus,
Apa yang ada dalam pikiran sdr-sdr ketika mendengar kata atau melihat gambar “singa”?
Apakah anda takut, ngeri atau biasa saja. Tapi ternyata ada orang-orang yang menjadikan seekor singa, sahabat mereka. Mungkin ada yang bertanya, bukankah singa termasuk binatang buas dan dikenal sebagai raja rimba, koq bisa menjadi sahabat? Kalau hewan piaraan, seperti kucing atau anjing, kita mengerti kalau dijadikan sahabat Tetapi seekor singa, apa tidak berbahaya bagi manusia?
Ada sebuah kisah nyata tentang persahabatan antara manusia dengan seekor singa. Kisahnya bermula di tahun 1969, ada seekor anak singa yang ditangkap secara illegal dan dijual di pasaran gelap. Ketika Anthony Broke dan John Rendall, melihat anak singa ini, merasa kasihan lalu memutuskan untuk membeli dan merawatnya. Anak singa itu diberi nama Christian. Kemudian terjalinlah persahabatan di antara mereka. Anthony dan John, tidak saja menjaga Christian, tetapi mereka juga dengan tulus membagi kasih sayang. Mereka bisa begitu akrab bermain dan bercengkraman dengan Christian, si anak singa.
Namun hubungan mereka menjadi terputus, karena ketika Christian menjadi dewasa harus dikembalikan ke habitatnya. Tentu sangat berat bagi mereka untuk berpisah. Setelah 1 tahun berlalu, Anthony dan John merasa rindu dan ingin bertemu dengan Christian. Namun mereka tidak diizinkan dengan alasan bahwa Christian sekarang telah berubah menjadi singa yang liar dan buas serta tidak akan mengenali mereka lagi.
Namun Anthony dan John tetap ingin berjumpa dengan Christian. Akhirnya, mereka diizinkan untuk bertemu Christian, tetapi dengan pengawalan dari petugas yang siap dengan senjatanya. Apa terjadi selanjutnya? Mari kita saksikan cuplikan kisah persahabatan mereka. https://www.youtube.com/watch?v=vtv4gwT1cac
Sdr-sdr, ternyata Christian masih mengenali dan tidak melupakan tuannya. Bahkan Christian memperkenalkan keluarganya kepada Anthony dan John. Itulah kisah persahabatan sejati antara manusia dengan seekor singa. Kisah ini mengingatkan bahwa kita, manusia, diciptakan Allah sebagai makhluk sosial. Artinya, kita memiliki kebutuhan untuk berelasi dan berteman dengan sesama.
Kalau dalam menjalani kehidupan ini, kita mempunyai sahabat maka hidup akan semakin menyenangkan dan berarti. Sahabat bisa menjadi tempat kita untuk mencurahkan isi hati (curhat), ketika kita sedang sedih atau senang. Ketika kita sedang merasa takut dan banyak pergumulan, seorang sahabat bisa menemani, mendengarkan dan menguatkan kita. Menurut penelitian ilmu psikoneuro-imunologi: senyuman, sentuhan dan pelukan persahabatan dapat meningkatkan kekebalan kita dalam menangkal rupa-rupa penyakit psikis dan fisik.
Seorang sahabat, lebih daripada seorang teman yang sekadar kita kenal. Sahabat selalu ada dekat dengan kita dalam segala keadaan, baik senang maupun susah. Amsal 17:17 mengatakan, “Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran”.
Ditengah suasana pandemi yang masih terus berlangsung ini, kita semua dingatkan dan disadarkan betapa pentingnya relasi atau persahabatan dalam kehidupan kita. Saat ini, betapa bahagianya kalau kita bisa menghubungi atau dihubungi bahkan bertemu muka dengan para sahabat kita. Sungguh sahabat-sahabat kita adalah anugrah atau pemberian Tuhan. Namun sayang sekali, persahabatan sejati kini semakin jarang ditemukan. Ada sebuah artikel yang menulis bahwa seorang teman bisa menjadi species yang berbahaya.
Selanjutnya dikatakan dalam artikel itu, meskipun semakin banyak kebutuhan akan persahabatan yang sejati di dalam masyarakat dan semakin banyak literatur yang ditulis, lagu yang diciptakan atau film yang dibuat tentang persahabatan, namun kita hampir kehilangan makna persahabatan sejati sebagai sebuah dimensi yang signifikan dari kehidupan manusia di dunia ini.
Jadi tidak mudah untuk menemukan atau mempunyai seorang sahabat yang sejati. Sahabat yang bisa kita percaya dan andalkan dalam hidup ini. Menurut seorang filsuf Yunani terkenal, Aristoteles, setidaknya ada 3 jenis persahabatan:
Yang pertama, persahabatan yang disebut “benevolentia” yakni persahabatan yang berdasarkan saling menyenangkan dan mengharapkan yang baik dari masing-masing pihak. Prinsipnya, kalau kamu baik maka saya pun baik; kalau kamu jujur maka saya pun jujur. Namun persahabatan jenis ini, mudah menjadi luntur bahkan menjadi putus. Mengapa? Karena kalau salah seorang merasa bahwa kawannya sudah tidak lagi berbuat baik atau tidak jujur atau mengecewakan, maka hubungan di antara mereka menjadi renggang bahkan bisa saling bermusuhan.
Persahabatan jenis kedua, disebut “concupiscentia” yakni persahabatan yang berdasarkan manfaat atau keuntungan yang bisa diharapkan dari salah satu pihak. Hanya kalau ada perlu atau butuh sesuatu maka orang itu mau berteman dengan kita. Tapi, kalau ia merasa tidak mendapatkan keuntungan atau manfaat apa-apa maka ia tidak peduli lagi dengan kita. Barangkali, kita sudah tidak dikenal lagi.
Wajar kalau kita punya jabatan atau banyak uang, orang-orang mau berteman dengan kita. Bahkan mengaku teman dengan kita. Tapi kalau kita tidak punya apa-apa apalagi ketika kita sedang “jatuh” atau mengalami kesulitan. Apakah masih ada orang, yang mau berteman dengan kita? Kalau ada, itulah dia, seorang sahabat. Maka ada pepatah dalam bahasa Inggris, “A friend in need is a friend indeed”. (Teman dalam kesusahan adalah teman yang sejati)
Persahabatan jenis ke-3 disebut “Amicitia” Amicitia adalah persahabatan yang berdasarkan kasih yang tulus untuk mendatangkan kebaikan, kebenaran dan keindahan bagi masing-masing pihak. Persahabatan sejati yang tulus dan tanpa pamrih baik dalam keadaan senang ataupun susah. Persahabatan jenis ke 3 inilah, menurut Aristoteles yang dibutuhkan bagi kehidupan manusia yang bermoral di dunia ini, khususnya pada saat ini.
Sdr-sdr yang dikasihi Tuhan Yesus,
Saat ini, kita sedang mengalami masa-masa sulit akibat dari pandemi Covid 19. Pandemi ini telah mengubah pola kehidupan manusia di seluruh dunia. Ada banyak masalah yang timbul akibat dari keadaan ini, di antaranya:
- Kesepian. Saat ini banyak orang yang sedang merasa atau bergumul dengan kesepian, khususnya bagi para lanjut usia atau senioren. Banyak di antara mereka yang tidak dapat keluar rumah dan juga tidak dapat dikunjungi oleh pihak keluarga dan teman. Begitu juga dengan para mahasiswa luar negeri yang sedang studi di Belanda. Dalam situasi sulit seperti ini, mereka harus bisa tetap bertahan dan berjuang sendiri, jauh dari orang tua dan sanak-keluarga. Sungguh berat dan kesepian.
- Kehilangan produktivitas: Akibat dari pandemi ini, banyak orang yang kehilangan pekerjaan atau mata-pencaharian. Juga semakin banyak orang yang menjadi putus asa dan kehilangan semangat. Sdr-sdr, kita sebagai manusia diciptakan bukan sebagai “human doing” tetapi sebagai “human being”. Artinya kita, bukanlah “mesin” yang harus terus bekerja untuk mengejar apa yang ingin kita capai. Kita membutuhkan kasih sayang.
- Konflik dalam relasi atau hubungan: Masa pandemi telah menimbulkan konflik, khususnya di dalam keluarga. Sebelum pandemi, banyak anggota keluarga yang sibuk dengan kegiatannya masing-masing sehingga jarang bertemu. Dengan adanya pandemi ini, mereka harus sering tinggal di rumah dan lebih sering bertemu. Karena sering bertemu, hubungan atau relasi menjadi rentan. Hal yang kecil, bisa menjadi pemicu timbulnya konflik dalam keluarga.
- Bergumul melawan ketakutan: Keadaan saat ini, juga membuat sebagian orang bergumul dan berjuang melawan ketakutan. Baik ketakutan yang muncul dari luar maupun dalam diri atau pikirannya. Khususnya, bagi mereka yang mempunyai masa lalu hidup di dalam lingkungan yang penuh dengan kekuatiran dan ketakutan. Mereka mengalami kesulitan tidur. Pandemi yang berlangsung lama ini membuat mereka lelah dan merasa tidak berdaya, terlebih lagi kalau mereka berusaha mengandalkan kekuatan sendiri melawan ketakutan itu.
Sdr-sdr yang dikasihi Tuhan Yesus,
Dalam situasi yang berat ini, kita bersyukur sebagai orang-orang percaya, karena Tuhan yang kita sembah dan percayai, ada dan tidak akan meninggalkan kita. Ia setia ada bersama kita. juga dalam masa-masa sulit ini. Hanya Tuhan yang bisa diandalkan dan menolong kita saat ini. Kekayaan, kepandaian, posisi atau jabatan tinggi yang kita miliki, ternyata tidak mampu menolong.
Di dalam Tuhan, selalu ada harapan dan jawaban. Ayat 14 dari perikop kita, mengatakan, “Kamu adalah sahabat-Ku…” Sungguh luar biasa. Kita disebut dan dijadikan sahabat oleh Tuhan kita. Itu berarti bahwa Tuhan mau menyamakan diri-Nya dengan kita. Kita begitu berharga sehingga Tuhan mau selalu berada dekat dengan kita. Sebagai sahabat, Tuhan juga tentu tahu keberadaan kita.
Kita yang saat ini sedang merasa kesepian. Yang saat ini, merasa telah kehilangan produktivitas dan juga semangat juang. Kita yang sedang mengalami ketegangan dalam relasi dan juga yang sedang bergumul melawan ketakutan. Ingat ada seorang sahabat yang sejati. Sahabat yang kita bisa percaya dan andalkan. Sahabat yang mau menolong sdr-sdr dan saya. Itulah Tuhan Yesus.
Sebagai seorang sahabat, Tuhan Yesus telah menunjukkan kasih-Nya yang begitu besar kepada kita. Ia tidak saja rela meninggalkan tahta-Nya di surga untuk datang ke dunia dan merasakan penderitaan dan pergumulan kita. Tetapi Ia juga rela menyerahkan nyawa-Nya untuk menebus dosa dan menyelamatkan kita, orang-orang yang berdosa, hina dan tidak layak ini.
Sdr-sdr, Joseph Medicott Scriven, pemuda Irlandia yang lahir thn 1819, telah bertunangan dengan gadis idamannya. Dan mereka harus menunggu beberapa tahun untuk mempersiapkan hari pernikahan mereka. Namun pada malam menjelang hari pernikahan, musibah menimpa calon istri Scriven. Calon istrinya tenggelam dan meninggal dunia.
Belum cukup rasa kesedihan itu hilang, datang lagi musibah lain yang kali ini menimpa dirinya. Ia harus membenamkan impiannya untuk berkarir di bidang militer. Karena kondisi kesehatannya yang lemah sehingga Scriven dinyatakan gagal karena tidak memenuhi persyaratan yang diminta.
Semua peristiwa itu membuat Scriven tidak sanggup menahan rasa sedihnya. Ia kemudian berimigrasi ke Canada. Di sana ia menjadi guru bagi orang-orang penderita cacat. Ia pun menyediakan waktu untuk terlibat di dalam kegiatan gereja, melayani orang-orang miskin dan bezoek orang-orang di rumah sakit.
Di Canada, Scriven kembali menjalin hubungan dengan seorang gadis. Mereka sudah merencanakan untuk menikah. Namun, kembali tragedi menimpa Scriven. Tunangannya yang kedua ini pun, meninggal secara tiba-tiba setelah menderita sakit hanya beberapa hari saja.
Mengalami berbagai peristiwa duka, membuat Scriven berefleksi mengenai kehidupannya. Melalui semua peristiwa duka itu, ia justru merasakan dan menemukan bahwa Tuhan Yesus adalah seorang sahabat yang dekat dan akrab dengannya. Bagi Scriven, Tuhan Yesus selalu mempunyai waktu untuk mendengarkan dan mengerti seluruh isi hatinya.
Yesus adalah sahabatnya yang sejati pada saat suka maupun duka. Ketika ia ditinggal orang-orang yang ia kasihi dan orang-orang di sekitarnya juga mengecewakan. Ia merasa hanya seorang diri, tidak ada teman. Namun ternyata Yesus justru mendekati dan setia menemaninya.
Scriven kemudian membuat syair sebuah lagu yang dikirimkan kepada ibunya yang tinggal di Irlandia. Scriven menyelami betul akan kesedihan ibunya, sebab ia pun telah mengalaminya sendiri. Berhari-hari, Scriven bergumul dengan syair lagu itu. Akhirnya, lahirlah syair lagu yang begitu indah dan terkenal di seluruh dunia hingga saat ini, “What a friend we have in Jesus”.
Kita semua adalah sahabat Yesus. Lalu apa yang dapat kita lakukan setelah kita dijadikan dan disebut sebagai sahabat Yesus?
Perhatikan sekali lagi ayat 14,” Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu.” Apa perintah Tuhan? “Inilah perintahKu kepadamu: kasihilah seorang akan yang lain.” (ayat 17). Tuhan Yesus ingin agar kita sebagai sahabat-Nya, tinggal di dalam kasih-Nya dan mau membagikan serta mempraktekkan kasih itu kepada sesama kita. Semakin dalam dan besar kasih kita kepada Tuhan, semakin kita dimampukan untuk mengasihi sesama kita, termasuk orang yang tidak kita sukai, orang yang tidak sepaham dengan kita bahkan orang yang memusuhi kita sekalipun.
Sdr-sdr yang dikasihi Tuhan Yesus,
Gereja sebagai persekutuan merupakan wadah di mana persahabatan dan persaudaraan dikembangkan. Oleh karena itu, tidak cukup, orang kristen hanya datang mengikuti kebaktian. Tetapi ia harus melibatkan diri dalam pelayanan. Sebagai sesama anggota, kita harus menjalin pertemanan dan menjadi sahabat-sahabat rohani dalam suka dan duka. Khususnya dalam situasi saat ini, mari kita praktekkan kasih kita terhadap sesama. Tuhan Yesus, sahabat sejati kita, akan senantiasa menyertai dan menemani kita. Tuhan Yesus memberkati kita.
AMIN