Keluaran 20:8-11, Markus 2:23-28
Jakarta dan Nijkerk. Di kedua tempat itu saya pernah tinggal. Jakarta dan Nijkerk adalah dua tempat yang sangat kontras bedanya. Jakarta, kota metropolitan terbesar di Asia Tenggara dengan penduduk 10,57 juta jiwa. Nijkerk, tempat kecil dan tenang di Belanda dengan penduduk 43.000 jiwa. Jakarta dan Nijkerk juga sangat kontras di hari Minggu. Di Jakarta, orang Kristen terbiasa pergi ke mal atau makan di luar setelah kebaktian Minggu. Di Nijkerk (yang termasuk Biblebelt/ kantong Kristen di Belanda), hari Minggu sangatlah sepi. Toko-toko tutup dan orang-orang tidak melakukan kegiatan-kegiatan seperti mencuci mobil, memperbaiki rumah, berkebun, dll. Istirahat Minggu sangatlah penting di sana. Waktu saya tinggal di Nijkerk, saya harus menyesuaikan diri. Namun saya jadi menyadari betapa berharganya hari perhentian.
1. Istirahat
Tema hari ini adalah ‘Hari perhentian sebagai karunia Allah”. Apa maksud Allah dengan hari perhentian? Ada tiga hal. Maksud Allah untuk hari perhentian ialah: Istirahat, Kebebasan, dan Pengudusan (I-K-P). Yang pertama ialah istirahat.Allah sendiri beristirahat pada hari ketujuh. Keluaran 20:11: ‘Dalam waktu enam hari, Aku, TUHAN, membuat bumi, langit, lautan, dan segala yang ada di dalamnya, tetapi pada hari yang ketujuh Aku beristirahat. Itulah sebabnya Aku, TUHAN, memberkati hari Sabat dan mengkhususkannya bagi diri-Ku.’ (Terjemahan BIS).
Hari yang ketujuh berhubungan dengan enam hari kerja sebelumnya. Allah beristirahat setelah banyak yang Ia kerjakan. Seakan Allah memandang semua yang Ia ciptakan dan menikmatinya. Demikian juga dengan diri kita. Pada hari perhentian kita boleh memandang dengan kekaguman. Tuhan sudah memberi kita satu minggu yang lewat. Ia memberikan banyak kesempatan, kemungkinan dan aktivitas selama enam hari. Di akhir minggu kita boleh menengok ke belakang dengan syukur dan menikmati istirahat.
Di Keluaran 20, hari Sabat dikaitkan dengan penciptaan dunia ini. Jadi, hari perhentian adalah bagian dari tatanan penciptaan Allah. Sejak awal, sebelum dosa masuk ke dunia ini, Allah telah menetapkan hari perhentian. Ini juga kita baca di Kejadian 2:3 “Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan …”.
Namun, apakah Allah lelah setelah enam hari pekerjaan penciptaan? Tidak. Allah Maha Kuasa. Allah tidak perlu istirahat karena kelelahan fisik. Allah memilih untuk beristirahat, untuk berhenti karena Ia ingin memberikan kita contoh apa yang juga harus kita lakukan.
Kita butuh istirahat untuk kesehatan kita. Kalau anda tidak beristirahat dengan cukup atau dengan baik, maka anda bisa mendapatkan gangguan kesehatan. Istirahat kita butuhkan untuk tubuh, jiwa, dan roh kita. Allah telah menciptakan kita dan Allah tahu lebih dari siapapun bahwa manusia membutuhkan istirahat. Tiap tujuh hari kita membutuhkan waktu untuk diisi ulang.
Hari perhentian memulihkan tubuh kita, mengisi kembali emosi kita, mengarahkan kembali roh kita, dan menyegarkan kembali relasi kita dengan orang yang kita kasihi. Istirahat kita butuhkan agar kita memasuki minggu yang baru dengan kekuatan baru. Apakah anda beristirahat dengan baik?
Bukan hanya manusia, alam ciptaan juga membutuhkan istirahat. Disamping banyaknya akibat negatif dari pandemi corona, ada juga dampak positifnya untuk alam ciptaan. Waktu banyak negara menerapkan lockdown, angka polusi udara di banyak tempat menurun drastis. Langit menjadi bersih dan segar. Mungkin anda juga pernah membaca bahwa air di kanal Venesia menjadi bersih sejak gondola tidak lagi membawa turis. Bahkan air bersih itu membuat kita bisa melihat kedalaman beberapa meter.
Demikian juga muncul angsa-angsa dan lumba-lumba di beberapa pelabuhan Italia. Suatu pemandangan asing. Alam ciptaan bernafas kembali. Juga nanti setelah pandemi, manusia harus lebih bertanggung jawab terhadap alam ciptaan Tuhan, karena kita adalah penatalayan, pengurus ciptaan Tuhan.
Allah memberikan kita hari perhentian. Mari kita juga memberikannya kepada diri sendiri, kepada orang lain dan kepada ciptaan lainnya! Istirahat!
2. Kebebasan
Maksud pertama Allah untuk hari perhentian ialah istirahat. Yang kedua ialah kebebasan. Anda mendapatkan hari libur! Aspek Sabat ini ditekankan di Ulangan 5 di mana Dasa Titah diulang kembali. Bagian ini tadi kita baca sebagai berita anugerah.
Dapatkah anda melihat perbedaan dari perintah keempat ini di Keluaran 20 dan Ulangan 5? Di Keluaran 20, hari Sabat dikaitkan dengan penciptaan. Di Ulangan 5, hari Sabat dikaitkan dengan pembebasan dari perbudakan. ‘Kalian dulu budak di Mesir’, kata TUHAN. ‘Namun sekarang kalian bukan budak lagi! Kalian bebas dan merdeka! Rayakanlah kebebasan itu di hari Sabat.
Tentang etos kerja, ada dua ekstrim yang sangat berbeda. Di satu sisi ada kemalasan. Di sisi lain ada workaholic (kecanduan kerja). Kedua ekstrim ini masih aktual di dunia ini. Alkitab mengenal kedua masalah ini dan memberikan kita peringatan. Menghadapi kemalasan, Amsal 6:6 berkata: ‘Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak.’ Alkitab juga tahu ancaman kecanduan kerja. Kalau anda bekerja tanpa istirahat, maka anda bukan orang yang bebas. Ini sudah dialami orang Israel di Mesir. 400 tahun lamanya mereka waktu itu hidup sebagai budak. Kalau anda budak dari pekerjaan, maka anda hidup untuk bekerja dan bukannya bekerja untuk hidup. Mungkin ini terjadi karena kita berpikir bahwa kitalah yang harus membuat dunia ini terus berputar.
Atau mungkin ini terjadi karena kita ingin lebih dan lebih lagi memiliki sesuatu. Karenanya kita harus kerja lebih keras lagi. Untuk itulah Allah memberi batasan terhadap kerja. Untuk itulah Allah mengaruniakan hari perhentian untuk umatNya, untuk kita semua, karena hari perhentian berarti kebebasan. Hari perhentian mengingatkan kita bahwa kita bukan budak, bahwa kita bukan mesin, tetapi manusia yang merdeka.
Ulangan 5 mengatakan lebih lanjut bahwa kebebasan yang sama itu juga harus kita berikan kepada orang lain: kepada anak-anak, kepada para pekerja, binatang, dan orang asing yang dipercayakan Tuhan kepada kita. Hari perhentian sebagai karunia Allah jadi bukan hanya soal pribadi, tetapi harus mewarnai masyarakat secara keseluruhan. Agar ini jadi berkat untuk banyak orang. Pertanyaan refleksi di sini ialah: ‘Bagaimana pembebasan sebagai akibat hari perhentian diterapkan di masyarakat kita di tahun 2020 ini?’
Hari perhentian sebagai karunia Allah berarti kebebasan. Namun di zaman Tuhan Yesus, hari perhentian justru berubah menjadi pasung yang mengikat. Ini kita baca tadi di Markus 2. Bagaimana ini terjadi? Ini terjadi karena banyak peraturan manusia tumbuh melekat pada perintah Allah yang baik ini. Segala hukum dan interpretasi buatan manusia muncul untuk menjelaskan perintah Allah ini. Akibatnya perintah Allah menjadi sangat legalistis (soal boleh atau tidak). Orang Farisi mengamat-amati Yesus dan murid-muridNya untuk mecari-cari kesalahan: ‘Apakah mereka taat terhadap semua hukum dan peraturan yang ada? Wah, coba lihat di sana. Ini hari Sabat tetapi murid-murid justru memetik gandum! Itu artinya memanen! Memanen artinya bekerja. Bekerja hukumnya dilarang pada hari Sabat!
Yesus mengkritik pendangan orang Farisi tentang hari Sabat dan interpretasi mereka atas hukum Allah secara umum. Sebagaimana raja Daud pada waktu itu memberi makan kepada orang-orangnya di hari Sabat, maka Yesus yang lebih besar dari Daud tentu diperbolehkan melakukan yang sama terhadap murid-muridNya. Ia adalah Tuhan atas hari Sabat. Yesus meringkaskan: ‘Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat!’. Jika hari perhentian menjadi pasung yang mengikat, maka itu tidak menjadi karunia pembebasan tetapi menjadi beban.
3. Pengudusan
Apa maksud Allah dengan hari perhentian? Istirahat, kebebasan, dan pengudusan. Keluaran 20:11: ‘Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh, itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan menguduskannya.’ Kudus artinya: dikhususkan. Semua hari tentu harinya Tuhan, namun hari Sabat adalah hari yang dikhususkan untuk Tuhan.
Inilah fungsi utama dari ibadah Minggu. Bahwa kita berkumpul bersama di rumah Tuhan untuk menyembahNya dan bersyukur untuk segala pemberianNya. Tentang ibadah Minggu, sering kita memandangnya secara subyektif dari sisi kita: ‘Aku sedang tidak merasa membutuhkan’ atau ‘Aku sangat membutuhkan’. Namun yang utama bukan soal apa kita membutuhkan, namun kita ingin memuliakan Tuhan dan bersyukur atas berkatNya di minggu yang telah berlalu. Allah layak menerima segala pujian dan syukur kita. Di samping hal-hal baik yang boleh kita kerjakan, ada juga kesalahan-kesalahan yang kita lakukan. Namun syukurlah bahwa kita juga boleh membawanya kepada Allah dan memohon pengampunan. Kita juga boleh datang ke gereja dengan pertanyaan, dengan pergumulan, penderitaan dan keputus-asaan kita. Tuhan selalu siap menyambut dengan tangan terbuka!
Hari ini adalah kebaktian online GKIN ke 25 yang kita lakukan sejak 15 Maret lalu. Kita bersyukur untuk teknologi dan tim-tim dari berbagai regio yang memungkinkan semua ini. Mulai 6 September yang akan datang, kita akan memulai ibadah fisik di GKIN dengan protokol-protokol yang diperlukan.
Andries Knevel, seorang Teolog dan penulis dari lembaga Penyiaran Injili Belanda menulis di blog terbarunya dengan judul ‘Apakah setelah Corona orang percaya masih akan ke gereja tiap Minggu?’ Saya kutip tulisannya: ‘…Ada kekuatiran tentang apakah orang percaya setelah corona tiap Minggu masih datang ke gereja. Ataukah mereka akan tergoda untuk diam di rumah saja dan melihat secara online kebaktian menarik dari jemaat lainnya? …’
Bagaimana ini nanti di GKIN? Dari banyak anggota jemaat saya mendengar di awal pandemi kerinduan untuk memulai ibadah fisik. Saya juga rindu untuk bertemu dan berbicara dengan anggota jemaat dan simpatisan gereja. Jika kita pernah merasa kehilangan sesuatu yang berharga, bukankah kita akan lebih menghargainya? Seperti orang yang setelah waktu yang panjang bertemu dengan orang yang dikasihinya, maka ia akan lebih menghargai apa artinya ‘pertemuan’. Saya berharap setelah pandemi ini yang mengakibatkan kita tidak dapat datang ke rumah Tuhan, setelah ini kita akan lebih lagi rindu untuk berjumpa Tuhan di rumahNya. Bahwa kita lebih lagi menjadikan hari Minggu sebagai prioritas, mengkhususkannya sebagai quality time dengan Tuhan. Sebagaimana Mazmur 84 berkata: ‘Sebab lebih baik satu hari di pelataranMu dari pada seribu hari di tempat lain …’
Jemaat yang terkasih. Ada lagi yang perlu disampaikan. Kita tidak merayakan hari Sabat, hari ketujuh, namun hari Minggu, hari pertama. Orang Kristen sejak awal berkumpul bersama pada ‘hari Tuhan’, hari Minggu, hari di mana Yesus bangkit dari kematian (Kisah Rasul 20:7). Hari di mana kita beristirahat adalah hari kebangkitan! Tiap Minggu kita merayakan bahwa Tuhan Yesus adalah pemenang. Karena itu tiap hari Minggu kita khususkan. Itulah hariNya! Allah memberikan kita hari perhentian sebagai karuniaNya, yang berarti: istirahat, kebebasan, pengudusan. Hargailah! Nikmatilah! Rayakanlah itu bersama di rumahNya!
Amin.