Pembacaan Alkitab: Matius 28:16-20

Sdr-sdr yang dikasihi Tuhan Yesus,

Dalam rangka lebih memahami dan mendalami tema tahunan GKIN 2020, “Berani bersaksi tentang Yesus Kristus Tuhan kita”, selama tiga minggu berturut-turut, mulai hari minggu ini, akan diadakan kotbah berseri melalui OLE GKIN. Tema minggu ini adalah “Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku”.

Akhir -akhir ini ada sebuah istilah yang lagi populer dan banyak dibicarakan orang, yakni “New Normal”- normal baru atau tatanan hidup baru. Istilah ini dipakai untuk mengantisipasi dan menyebut keadaan dunia ini ketika pandemi virus corona mulai membaik. Pandemi yan terjadi saat ini telah mengubah banyak kebiasaan umum atau tatanan hidup masyarakat di seluruh dunia.

Karena pandemi virus corona, kita harus melakukan banyak kegiatan di rumah. Orang tua bekerja, di rumah, anak-anak belajar atau kuliah di rumah dan keluarga beribadah di rumah. Lalu kalau kita keluar rumah, ada peraturan “physical distancing”, kita harus menjaga jarak 1½ meter. Akibatnya kalau bertemu orang, kita tidak boleh bersalaman apalagi berpelukan. Kita harus sering mencuci tangan dan memakai masker. Semua itu menjadi kebiasaan baru, yang mungkin jarang kita lakukan ketika dalam keadaan normal sebelum pandemi ini terjadi.

Nah, untuk memasuki keadaan atau situasi yang baru ini, kita sudah mulai sibuk mengantisipasi dan melakukan persiapan di pelbagai bidang kehidupan, termasuk juga dengan gereja. Pertanyaannya, apa yang harus dipersiapkan dan dilakukan gereja setelah pandemi ini berakhir? Apakah ketika gereja boleh kembali beraktivitas atau dibuka kembali, tetap mengadakan ibadah online atau kembali ke offline atau keduanya dilakukan. Kita bersyukur, sudah banyak seminar dan diskusi melalui online untuk mengantisipasi keadaan “new normal” dan langkah-langkah praktis apa yang harus dipersiapkan dan diambil jikalau gereja akan dibuka kembali.

Sdr-sdr, tentunya segala persiapan yang dilakukan demi menjaga dan merayakan kehidupan yang Tuhan karuniakan kepada kita, adalah sesuatu yang sungguh baik. Kita memang patut untuk mentaati semua peraturan dan kebijakan yang telah diputuskan, demi kebaikan hidup kita bersama. Namun, dalam rangka mempersiapkan diri dan sebelum melangkah memasuki suasana “new normal”, alangkah baiknya, kalau kita tidak saja berfokus pada persiapan untuk memulai ibadah di gedung gereja, tetapi yang juga penting adalah mengevaluasi apa yang sudah dilakukan dan dikerjakan kita, baik secara secara pribadi sebagai orang percaya maupun kita sebagai gereja-Nya selama ini.

Mengapa kita perlu mengevaluasinya? Sama seperti pemeriksaan (check-up) fisik, check up spiritual juga sesuatu yang penting untuk dilakukan.  Apakah yang telah kita lakukan dan jalani selama ini, adalah sesuatu yang essensi dan sesuai dengan apa yang Tuhan  amanatkan kepada kita? Apakah kita sebagai orang kristen dan gereja-Nya, berada dan berjalan di jalur yang tepat? Karena kita yakin, bahwa kehadiran kita, baik sebagai orang kristen maupun sebagai gereja-Nya ditengah-tengah dunia ini, bukan suatu kebetulan dan bukan juga karena keinginan atau kemauan kita manusia.

Tuhan, Sang Kepala Gereja yang telah menghadirkan kita sebagai gereja-Nya. Ia tentu punya maksud dan tujuan, dengan menghadirkan kita dan gereja-Nya di tengah dunia ini. Oleh sebab itu, kita perlu diingatkan kembali apa hakikat dan misi Gereja di dunia ini. Menurut (alm) pdt Eka Darmaputera, ketika kita bicara tentang hakikat dan misi gereja, itu bukan membicarakan mengenai dua hal, tetapi satu hal. Sebab hakikat gereja adalah misinya, atau misi itulah hakikat gereja.

Alamat dan tujuan misi gereja bukanlah gereja, tetapi dunia ini. Gereja ditempatkan oleh Tuhan bukan saja di dunia, tetapi juga untuk dunia.  Dengan pemahaman ini, maka gereja bukanlah tujuan tetapi hanya alat untuk suatu tujuan. Gereja adalah alat untuk melaksanakan Misi Allah (Missio Dei) dan melanjutkan Misi Kristus (Missio Christi) di dunia.

Allah telah berinisiatif untuk menyelamatkan dan memulihkan dunia yang sudah jatuh dalam dosa ini. Oleh sebab itulah, Allah dalam diri Tuhan Yesus telah datang ke dalam dunia untuk menjadi Juruselamat, melalui kematian dan kebangkitan-Nya. Tidak saja untuk menyelamatkan dunia dan manusia, Tuhan Yesus datang juga untuk memulai gerakan yang akan membawa keselamatan tersebut ke seluruh dunia, melalui kehidupan dan mandat-Nya. Dan Roh Kudus yang telah hadir di dalam hidup kita akan, menolong dan membimbing kita dan gereja-Nya melanjutkan “gerakan” yang telah dimulai oleh Tuhan Yesus.

Jadi, gereja ada atau dihadirkan untuk melanjutkan Misi Kristus yakni melaksanakan Misi keselamatan Allah bagi dunia ini. Oleh karena itu, penting bagi kita dan gereja-Nya, mengetahui apa yang menjadi pesan terakhir Tuhan Yesus. Kita tahu dan menyadari bahwa pesan terakhir yang diucapkan seseorang, tentu itu amat penting. Apalagi pesan yang disampaikan oleh Tuhan kita.

Mari kita belajar dari perikop kita, Matius 28:16-20. Bagian Alkitab ini, khususnya ayat 18-20, sering disebut sebagai “Amanat Agung”. Mengapa? Bukan saja karena hal ini diucapkan oleh Tuhan Yesus, namun juga kata-kata yang disampaikan merupakan amanat yang sangat penting, yang sifatnya menyeluruh dan sasarannya sangat luas sekali.

Coba perhatikan, dalam ayat 18 dikatakan, “segala kuasa” (alle macht), lalu ayat 19, “semua bangsa” (alle volken) dan ayat 20, “segala sesuatu” (alles wat) dan “senantiasa” (alle dagen).  Jadi hal ini bukan sekadar nasehat atau pesan terakhir biasa, melainkan suatu “Amanat” dari Tuhan kita yang pilihannya hanya ada dua: kita responi dengan penuh ketaatan atau tidak.

Lalu apa “Amanat Agung” dari Tuhan Yesus itu? Memang kalau kita perhatikan dalam Alkitab kita, khususnya ayat 19 dan 20 terkesan ada 4 perintah atau pesan: pergilah, jadikanlah, baptislah dan ajarkanlah. Namun dalam terjemahan bahasa aslinya, Yunani, jelas bahwa Amanat Agung Tuhan Yesus ini sebenarnya terdiri dari hanya satu induk kalimat, dari sebuah kata kerja perintah (imperatif), dan ada beberapa anak kalimat yang menjelaskan atau menerangkan bagaimana induk kalimat tersebut harus dilakukan.

Jadi menurut tata bahasa aslinya, rumusan Amanat Agung Tuhan Yesus sebagai berikut: Induk kalimat: JADIKANLAH SEMUA BANGSA MURID-KU. Sedangkan anak-anak kalimatnya, yang berfungsi untuk menerangkan bagaimana induk kalimat itu dilakukan adalah baptislah, ajarkanlah dan pergilah.

Yang menjadi Amanat (Sasaran):

  • Semua bangsa  sasaran yang menunjukkan kuantitas
  • Murid                sasaran yang menunjukkan kualitas

Proses (Strategi)

  • Baptislah    Penginjilan
  • Ajarlah        Pembinaan
  • Pergilah      Pengutusan

 

Sdr-sdr yang dikasihi Tuhan Yesus,

Melalui Amanat Agung Tuhan Yesus kita melihat paling tidak ada 2 hal penting:

1. Tuhan Yesus memadukan misi keselamatan Allah bagi dunia ini (penginjilan) dengan pemuridan. Ada relasi antara Pemuridan dan melaksanakan misi Allah di dunia ini. Seperti apa relasi pemuridan dan penginjilan? Coba perhatikan gambar ini.

Pemuridan ibarat roda belakang sepeda yang berfungsi memberi daya atau kekuatan pada roda depan yang merupakan misi yang memberi arah bagi gereja. Melalui pemuridan-lah, akan muncul atau dihasilkan para murid yang siap diutus melakukan misi gereja. Jadi dapat dikatakan pemuridan memegang peranan kunci bagi penginjilan (misi Allah).

2. Jadi yang paling essensi dari pesan Amanat Agung Tuhan Yesus, adalah Menjadikan semua bangsa murid-Ku. “Menjadikan semua bangsa murid-Ku” sering disalahtafsirkan dalam arti meng”kristen”kan semua bangsa. Tidak. Tapi yang dimaksud adalah “menjadikan semua bangsa murid Kristus”.

 

Ada perbedaan keberadaan antara “menjadi seorang kristen” dan “menjadi seorang murid Kristus”. Orang yang namanya kristen belum tentu menjadi murid Kristus. Tapi seorang murid Kristus pasti seorang kristen. Seseorang dengan mudah bisa disebut orang kristen, dari penampilan luarnya. Ketika ia memakai kalung salib, atau di rumahnya ada gambar Tuhan Yesus atau kalau hari minggu bawa Alkitab dan pergi ke gereja. Mau makan berdoa dulu. Namun, belum tentu, Tuhan Yesus menjadi yang terutama dalam hidupnya.

Ada seorang teolog mengatakan bahwa gereja-gereja masa kini telah “puas” kalau anggota jemaatnya sudah menjadi orang kristen dalam arti, seseorang yang dengan iman, mengaku dosa dan menerima Jesus sebagai juruselamat, yakin janji Tuhan akan kehidupan yang kekal, lalu memberi diri dibaptis, setia menjadi anggota gereja, rajin ke gereja dan melayani. Apakah hanya sekedar menjalani kegiatan seperti itu?

Dari Amanat Agung Tuhan Yesus, jelas yang diminta dan dituntut dari kita sebagai pengikut-Nya, bukan hanya “menjadi orang kristen” tetapi kita harus “menjadi murid Kristus”. Apa artinya menjadi murid Kristus? Kata “murid” dalam bahasa aslinya, mathetes artinya pelajar atau pengikut yang sungguh berkomitmen kepada gurunya. Ia tidak saja taat mengikuti ajaran gurunya tetapi juga meneladani kehidupannya.

Sdr-sdr, ada sebuah buku berjudul Not a fan karangan dari Kyle Idleman.

Fans artinya penggemar yang antusias. Tuhan Yesus tidak ingin kita sebagai para pengikut-Nya hanya menjadi fans Yesus. Tuhan Yesus mencari orang yang mau mengikuti-Nya dengan komitmen dan kecintaan yang penuh. Orang yang tidak saja mengikut Dia dalam arti mengenal Dia, mengasihi Dia, dan melayani Dia tetapi juga yang mau hidup sebagai murid-Nya.

Oleh karena itu, sasaran atau tujuan dari gereja bukan hanya mengadakan kebaktian, terlibat dalam pelayanan diakonia dan penginjilan, tetapi yang paling essensi adalah menjadikan para anggota jemaatnya menjadi murid-murid Kristus. Gereja yang berorientasi memuridkan jemaatnya. Kalau gereja sungguh mau menaati Amanat Agung Tuhan Yesus maka gereja harus mengadakan Pemuridan.

Tetapi, melaksanakan pemuridan bukan dalam arti sekadar sebuah program melainkan menjadikannya “cara hidup” (way of life) dalam bergereja. Pemuridan dijadikan suatu proses transformasi bagi jemaat untuk bertumbuh dewasa dalam iman menjadi serupa Kristus, bukan sekadar pemberian informasi kebenaran Alkitab.

Sdr-sdr, pemuridan itu tidak terjadi semata- mata karena gereja ada. Murid-murid Kristus dihasilkan jika ada usaha-usaha yang intensional dan strategis untuk menolong orang kristen bertumbuh menuju kedewasaan rohani. Suatu evaluasi bagi kita semua, apakah selama ini ada usaha yang intentional dan strategis yang menjadikan para anggota jemaat kita, bertumbuh secara rohani dan menjadi murid-murid Kristus? Dan apakah mereka siap diutus untuk memuridkan yang lain di mana pun mereka berada? Tanpa pemuridan yang terarah dan terpadu, gereja hanya sibuk menjalankan aktivitas pelayanan tanpa produktivitas menghasilkan murid-murid Kristus yang sejati atau berkualitas.

Beberapa waktu yang lalu, orang-orang kristen di Amerika Serikat terkejut karena Francis Chan, pendeta terkenal dari gereja Cornerstone di California, mengundurkan diri dan meninggalkan gerejanya, yang termasuk gereja sangat besar (megachurch).

Francis Chan yang memulai jemaatnya dari 30 orang bertumbuh menjadi 6000 orang dalam kurun waktu 15 tahun. Mengapa dia meninggalkan gerejanya dan memutuskan pindah bersama keluarganya untuk menjadi penginjil di Asia?

Ia merasa “gagal” karena orang-orang yang datang ke gerejanya hanya untuk mendengarkan dia berkotbah dan tidak berkomitmen untuk sungguh-sungguh menjadi murid Kristus. Sedangkan di Burma, negara yang belum lama ini dia kunjungi, di sana begitu banyak orang yang belum pernah dan “haus” untuk mendengar Firman Tuhan.

Sdr-sdr, Amanat Agung Tuhan mengingatkan kita semua bahwa ukuran keberhasilan gereja bukan berdasarkan pertumbuhan apa yang dikatakan oleh Bill Hull dengan “3 B”: Bodies – banyak pengunjung yang datang; Bucks – banyak uang yang dikumpulkan dan Buildings – banyak gedung gereja yang dihasilkan. Kehadiran pandemi virus corona, telah membuktikan hal ini: dimana umat tidak bisa beribadah di gereja; kolekte berkurang dan gedung gereja tidak bisa dipergunakan. Namun demikian, kita patut bersyukur karena di tengah krisis pandemi dan pergumulannya, ternyata masih banyak umat yang bertahan dan setia dalam iman, tetap memiliki pengharapan pada Tuhan, saling peduli dan menolong satu sama lain.

Lalu apa yang menjadi ukuran keberhasilan gereja? Berapa banyak murid Kristus yang telah dihasilkan di dalam jemaat? Lalu bagaimana kualitas dari murid-murid Kristus yang telah dihasilkan itu. Dan berapa banyak dari para murid yang dihasilkan, siap di utus untuk memuridkan orang lain menjadi murid Kristus.  Jadi sdr-sdr, “kesehatan” suatu gereja dapat diukur berdasarkan kapasitas pengutusannya (sending capacity), bukan kapasitas pengunjungnya (seating capacity).

Sdr-sdr yang dikasihi Tuhan Yesus,

Akhirnya, kita harus mengakui bahwa menjadi murid Kristus itu tidak otomatis. Hidup menjadi murid Kristus tidak mudah bahkan sangat berat karena sering berlawanan dengan naluri dan keinginan kita. Namun mari coba kita renungkan bersama:

“Kalau peraturan atau protokol yang diatur oleh pemerintah untuk menjaga kesehatan dan memelihara kehidupan kita, walaupun berat namun toh tetap kita ikuti, demi kebaikan kita.

Maka terlebih lagi, kita juga harus menaati Amanat Tuhan Yesus, yang jauh lebih penting dan berarti bagi kita karena Dia-lah Sang pemberi dan sumber kehidupan kita.

Karena itu, sdr-sdrku, dalam persiapan memasuki era “new normal” atau babak baru ini, kita tidak saja memperhatikan aspek kesehatan tetapi juga aspek spiritual kita. Kiranya Roh Kudus yang senantiasa menyertai kita, boleh terus menolong dan memperbarui hidup kita masing-masing dan gereja-Nya. Tuhan memberkati kita semua.

AMIN.