Marcus 15:16-25
Jemaat yang terkasih. Bayangkan kalau ini terjadi pada anda. Sebagai turis anda masuk ke pusat perbelanjaan dan tiba-tiba anda disandera. Si penyandera menodongkan senjata kepada anda lima jam lamanya. Seluruh diri anda terlibat karena terpaksa. Kalau saja anda datang sejam lebih awal, maka anda tidak akan mengalami pengalaman mengerikan itu. Ini adalah kisah nyata yang terjadi di bulan April 2022 di sebuah toko elektronika besar di Amsterdam. Syukurlah pria yang disandera itu akhirnya bisa melarikan diri ketika ia disuruh mengambil air di depan pintu toko yang diminta si penyandera.
Suatu pengalaman mengerikan juga dialami Simon dari Kirene. Di pagi yang indah di musim semi itu ia berjalan tanpa curiga menuju Yerusalem ketika tiba-tiba kerumunan besar orang datang ke arahnya. Dia memperhatikan sejenak lalu tiba-tiba matanya menatap mata perwira Romawi, penjajah yang dibenci itu: ‘He, kamu yang di sana, ayo ke sini. Angkat salib itu dan jalan di belakang Narapidana itu!’
Sungguh suatu pengalaman buruk: setiap orang akan berpikir bahwa ia punya kaitan dengan Yesus yang telah dijatuhi hukuman mati di salib. Sungguh memalukan! Siapa yang mau dikaitkan dengan seorang penjahat? Simon melawan, tapi ia tidak bisa. Ia dipaksa. Apa anda lihat ini? Di ayat 21 kita membaca bahwa Simon sungguh bukan bagian dari Yesus. Markus menyebut tiga hal tentang Simon: a). Dia seorang yang hanya lewat, b). Dia datang dari luar kota. Sementara itu Yesus justru dibawa dari dalam kota ke luar. Jadi Simon tidak ikut kerumunan orang yang membawa Yesus untuk disalib. Simon datang dari arah yang berbeda, dan c). Mereka memaksa Simon untuk memikul salib Yesus.
Dalam prakteknya di waktu itu, seorang terpidana harus memikul sendiri salibnya. Tidak seluruh salib, tetapi hanya palang horisontalnya. Namun Yesus telah begitu dipukuli, disiksa selama diinterogasi, dan dicambuk sehingga Yesus tidak dapat lagi memikul palang salib yang beratnya antara 35 sampai 57 kilogram. Demikianlah Simon disuruh memikul salib. Simon melakukan bagi Yesus apa yang sebenarnya bisa dilakukan murid-murid Yesus kalau saja mereka tidak melarikan diri.
Siapakah Simon dari Kirene? Sebenarnya kita tidak tahu banyak. Nama Simon adalah nama Yahudi. Jadi dia orang Yahudi. Kirene adalah sebuah kota di Libia yang sekarang bernama Shahhat. Kirene mempunyai kawasan orang Yahudi yang besar. Kira-kira seperempat penduduk Kirene waktu itu adalah orang Yahudi. Kirene letaknya 1300 km dari Yerusalem. Jadi Simon sudah melakukan perjalanan yang panjang dari Kirene ke Yerusalem.
Apa yang ia lakukan di Yerusalem? Simon dari Kirene kemungkinan sedang berziarah. Ia adalah satu dari beberapa ratus ribu orang Yahudi yang ada di Yerusalem untuk perayaan Pesakh (Paskah Yahudi). Banyak peziarah menginap di luar Yerusalem, di tenda-tenda di perbukitan di sekitar Yerusalem. Di pagi hari mereka baru berjalan masuk ke kota. Demikian Simon berjalan ke Yerusalem di hari yang tak terduga itu.
Simon dari Kirene adalah seorang yang secara harafiah memikul salib dan berjalan di belakang Yesus. Lukas menulis bahwa Simon diletakkan salib di bahunya supaya dipikulnya sambil mengikuti Yesus (Lihat Lukas 23:36).
Jauh sebelumnya Yesus pernah berkata di Markus 8:34: ‘Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.’ Yesus ingin mengatakan di sini: ‘Jika engkau ingin melayani Aku, maka hidupmu tidak akan mudah. Pikullah salib di bahumu, karena engkau akan menghadapi pertentangan, penderitaan, dan rasa sakit.
Apa artinya memikul salib mengikuti Yesus? Banyak yang langsung berpikir tentang orang Kristen yang dianiaya atau didiskriminasi di negara-negara tertentu karena iman mereka. Mari kita selalu berdoa untuk orang Kristen yang dianiaya. Namun kita yang tidak mengalami semua itu, di mana kita melihat realitas memikul salib dalam hidup kita? Untuk tiap orang ini berbeda. Yesus juga tidak bicara tentang salib (penderitaan) secara umum, tetapi salib yang dipikul karena mengikutNya. Ada orang yang memikul salib sebagai penderitaan yang dipikul karena dengan sepenuh hati mengikut Yesus sementara suami atau anak atau saudaranya tidak mau. Ada lagi yang memikul salib karena menolak keinginan dosa, seperti: keegoisan, kesombongan, keserakahan, dan hawa nafsu.
Katekismus Heidelberg (minggu 33) berkata di sini: ‘manusia lama dalam diriku harus mati dan manusia baru harus bangkit’. Untuk yang lain lagi memikul salib berarti diacuhkan atau diejek di tempat kerja karena berani bicara tentang iman Kristen. Untuk yang lain lagi memikul salib artinya memilih jalan yang sulit (jalan yang sempit). Misalnya anda melihat ada pelanggaran, ketidakadilan, atau eksploitasi manusia, dan anda membongkarnya sementara orang lain memalingkan muka. Anda setia pada prinsip Alkitab. Untuk itu anda mengambil risiko. Mengapa? Karena anda mengikut Yesus.
Memikul salib dapat juga dalam bentuk penyakit (kronis) yang harus ditanggung seseorang. Contoh yang terkenal dalam Alkitab adalah rasul Paulus. Ia menderita ‘duri dalam daging’. Beberapa penafsir menduga ini sebagai penyakit mata atau epilepsi. Tiga kali Paulus memohon agar Tuhan membebaskannya dari penyakit ini. Namun Allah berkata kepadanya: ”Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.” (II Korintus 12:9). Itulah salib yang harus Paulus pikul dalam mengikuti Yesus. Ia tidak memikulnya sendiri. Ada anugerah Allah yang memikulnya. Ini mengingatkan saya pada apa yang dikatakan Thomas à Kempis: ‘Karena jika anda memikul salib, anda akan menemukan bahwa salib itu memikul anda’. Apa artinya memikul salib bagi anda pribadi?
Simon dari Kirene sebenarnya tidak mau memikul salib. Ia tidak memintanya. Ia dipaksa! Namun salib itu mengubah Simon dengan luar biasa.
Simon berjalan di belakang Yesus dengan palang yang berat di punggungnya. Salib yang dipaksakan itu telah menghubungkan hidupnya dengan kehidupan Yesus. Di kemudian hari ia menyadari mengapa Yesus disalibkan di atas palang kayu yang ia pikul. ‘Aku memang harus memikul balok kayu itu, namun Yesus inilah yang sesungguhnya memikul semua beban’. Simon orang Kirene menemukan bagaimana salib itu menjadi berkat bagi dirinya: bahwa Yesus disalib untuk memikul dosa seluruh dunia. Juga dosa-dosanya. Bahwa Yesus mati di atas salib untuk memulihkan hubungan yang terputus antara Allah dan manusia.
Baru belakangan Simon menemukan nilai dari salib yang ia pikul. Dari seorang yang ‘hanya lewat’ di depan Yesus menjadi pengikut Yesus. Awalnya ikut Yesus karena harus memikul salib di belakang Yesus, namun akhirnya mengikut Yesus dengan sepenuh hati, jiwa, dan dengan seluruh hidupnya. Bagaimana kita tahu ini?
Markus menulis di ayat 21 bahwa Simon adalah ayah dari Aleksander dan Rufus. Rupanya pembaca Injil Markus mula-mula tahu siapa Alexander dan Rufus! Jadi Alexander dan Rufus orang Kristen yang dikenal oleh jemaat di Roma yang menjadi penerima Injil Markus mula-mula. Bahwa mereka dikenal di Roma memang benar, karena Paulus menyebut mereka di surat kepada jemaat di Roma. Roma 16:13 ‘Salam kepada Rufus, orang pilihan dalam Tuhan, dan salam kepada ibunya, yang bagiku adalah juga ibu.’
Lihat ada Rufus di sana! Sungguh Rufus orang Kristen yang dikenal di Roma! Aleksander tidak disebutkan di sini, karena mungkin ia sudah tidak lagi tinggal di Roma. Simon dari Kirene juga tidak disebut karena mungkin ia sudah meninggal dunia. Namun istri dari Simon, ibu dari Rufus disebut di sini. Paulus berkata: ‘Ibu dari Rufus seorang perempuan istimewa! Sudah seperti ibu untuk saya’. Rupanya istri dari Simon adalah orang Kristen yang taat, penuh komitmen, dan senang melayani. Simon harus mengalami peristiwa buruk: memikul salib. Namun salib itu menjadi berkat untuknya. Ia belajar mengenal Yesus dan menjadi pengikut Guru Agung. Ia percaya kepada Yesus. Berkat itu juga mengalir untuk keluarganya. Untuk istri dan anak-anaknya. Selanjutnya mereka mengalirkan lagi berkat itu kepada jemaat. Diberkati untuk menjadi berkat!
Sungguh Ajaib! Perjumpaan Simon orang Kirene dengan Yesus bukan suatu kebetulan. Jalan Allah bukanlah jalan kita. Jalan Allah sungguh tak terselami. Sedalamnya bukan prajurit Romawi yang memanggil Simon, tetapi Allah sendirilah yang memanggilnya melalui prajurit itu.
Saya ingin membagikan sebuah cerita. Ada seorang gadis muda yang putus asa. Ia tidak tahu jalan keluar dan berlutut dalam doa. ‘Tuhan, saya tidak bisa maju lagi’, katanya. Salibku terlalu berat untuk dipikul. Aku lihat orang-orang di sekitarku memikul salib yang lebih ringan dariku. Mengapa salibku begitu berat?’ ‘Tuhan menjawab: ‘PutriKu, kalau beratnya tidak bisa kau pikul, taruh saja salib itu di ruangan ini. Buka saja pintu yang lain dan pilih saja salib yang lain.’ Gadis ini merasa lega. ‘Terima kasih Tuhan’ serunya. Ketika ia masuk lewat pintu lain ia melihat banyak salib. Ada yang begitu besar sampai bagian atasnya tidak terlihat. Kemudian ia melihat salib yang kecil bersandar di dinding yang jauh. ‘Saya mau yang ini saja Tuhan’, bisiknya. Kemudian Tuhan menjawab: ‘PutriKu, ini adalah salib yang engkau bawa tadi. Salib yang sudah engkau pikul...’ Memang demikian. Tuhan memberi kekuatan untuk salib yang kita pikul. Tuhan tidak pernah memberikan lebih dari yang dapat kita pikul.
Demikian kita memikul salib mengikuti Yesus. Kiranya juga ada sukacita dalam memikul salib karena kita boleh menantikan apa yang ada di depan kita: kemenangan atas penyakit dan dosa, Paskah, hidup yang kekal. Di suatu hari memikul salib itu akan berakhir. Ada hadiah yang menanti kita di masa depan: mahkota kehidupan. Kristus sendiri berjanji di Wahyu 2:10 ‘Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan.’
Charles Spurgeon dengan tepat berkata: ‘Tidak ada pemakai mahkota di surga yang bukan pemikul salib di dunia’.
Jemaat terkasih. Salib apa yang anda pikul saat ini demi mengikut Yesus? Apakah anda juga bertanya-tanya apa gunanya semua itu? Ingat saja Simon dari Kirene, bagaimana salib menjadi berkat dalam hidupnya dan seluruh keluarganya. Kalau anda harus memikul salib, pikullah seperti Simon. Ikutlah Yesus dengan setia di jalan itu, jalan dari salib menuju kehidupan.
Amin.