Kejadian 50:15-21

Saudara-saudari, jemaat Yesus Kristus,

Menurut sebuah artikel di ED, Suratkabar Eindhoven, sekitar 83% orang Belanda berpendapat bahwa keluarga itu penting. Tapi ada juga sisi lainnya yaitu sekitar 38 % orang Belanda kehilangan kontak dengan satu orang atau lebih anggota keluarga dan seringkali itu terkait dengan hubungan kakak beradik. Menurut artikel di suratkabar ini, hubungan kakak beradik adalah hubungan yang rumit dan rata-rata merupakan hubungan yang terlama dalam hidup. Mereka bermain bersama, tidur bersama, berlibur bersama dan mereka tidak memilih satu sama lain dan bisa saja sesuatu terjadi di antara mereka. Ada kata-kata yang saling melukai, muncul kekecewaaan dan terkadang kepahitan, akhirnya tidak ada kontak satu sama lain. Banyak dari kita yang mengetahui dan mengakui hal ini dan mungkin kita sendiri alami hal ini, apalagi jika salah seorang atau kedua orang tua tidak ada lagi. 

Dalam kontekst ini, kematian seorang ayah atau ibu adalah momen atau kesempatan untuk kembali melihat hubungan anak-anak sebagai kakak beradik. Itulah yang dialami oleh saudara-saudara Yusuf setelah kembali dari Kanaan menguburkan Yakub, ayah mereka. Mereka berpikir bahwa Yusuf akan membalas segala kejahatan yang mereka lakukan terhadapnya (ayat 15). Terkadang kita terbelenggu dalam hidup kita seperti saudara-saudara Yusuf, dengan pikiran-pikiran yang kita tidak bisa selesaikan sendiri kecuali menyerahkannya kepada Allah.

Yusuf bisa saja membalaskan kejahatan saudara-saudaranya, apalagi setelah Yakub meninggal, tetapi ia tidak melakukannya. Karena ia memilih berdamai dengan masa lalu dan meringankan beban masa lalu keluarga serta mengarahkan pandangan kepada generasi berikutnya. Oleh karena itu thema kita berbunyi:  “Pendamaian, dasar bagi generasi berikutnya”. 

Mari kita melihat pohon keluarga dari Yakub.

Yakub mempunyai 2 isteri, Rahel dan Lea dan 2 selir, Zilpa dan Bilha. Rahel adalah ibu dari Yusuf dan Benjamin dan isteri yang tercinta dari Yakub.

Bagaimana saudara-saudaranya mendefinisikan diri mereka sendiri dalam pesan mereka? Mereka masih dihantui rasa bersalah. Saudara bisa rasakan ketegangan antara anak-anak dari ibu yang berbeda ketika kita melihat silsilah keluarga Yakub. Mereka menjadikan Yusuf orang ke-3: Ayahmu dan Allah ayahmu, bukan ayah kita. Ini berarti bahwa Yusuf adalah orang luar. Mereka sebenarnya berkata: kita bukan saudara.

Menarik saudara-saudara, bahwa saudara-saudara Yusuf tidak datang sendiri, tetapi mengirim seseorang untuk menyampaikan pesan kepada Yusuf untuk mengampuni mereka. Itulah yang dipesankan oleh Yakub, ayah mereka, dimana Yusuf memberi kesempatan kepada saudara-saudara, memulihkan ketakutan dan hubungan persaudaraan, serta membebaskan saudara-saudaranya dari ketakutan yang mereka rasakan/pikirkan.

Kita bisa katakan, Yusuf dengan cara ini mendapat waktu untuk berpikir dan pada saat yang sama inilah cara Allah bekerja. Karena jika saudara-saudaranya langsung menemui Yusuf, itu terlalu berahaya, apalagi menyangkut sesuatu yang begitu serius dan penting. Waktu adalah sesuatu yang penting dalam proses pendamaian. Hal penting dalam pendamaian dari sebuah konflik bukan hanya apa yang dikatakan tetapi juga bagaimana pendekatannya. Oleh karena itu apa yang ditulis disini adalah pelajaran yang bijak. Dimana Yusuf diberikan kesempatan untuk mempersiapkan diri apabila dia berhadapan dengan saudara-saudaranya yang memperlakukannya secara tidak adil. 

Reaksi Yusuf
Apa reaksi Yusuf pada saat mendengar pesan orang ini? Saudara-saudari, Yusuf menangis dan ini yang ke tujuh kalinya dia menangis (Kej.42:24, 43:30, 45:14 dan 15, 46:29, 50:1 dan 50:17). Kita membaca di dalam ayat selanjutnya bahwa saudara-saudara Yusuf datang sendiri kepadanya dan tersungkur di depannya dan mereka ingin melalukan apapun bahkan bersedia menjadi budak Yusuf. Karena itu mereka berkata: ‘kami datang untuk menjadi budakmu’ (ayat 18). 

Kata-kata ini mempunyai arti yang dalam, yaitu siap untuk ada di posisi yang paling rendah dan tidak berarti. Tunduk dan ini menunjukkan hormat dan merendahkan diri, serta siap untuk menerima keputusan apakah diampuni atau tidak. Hal ini merupakan faktor ketakutan saudara-saudara Yusuf. Apabila Yusuf dendam, maka hubungan mereka sebagai saudara rusak, takut disuruh pulang ke Kanaan dan mati kelaparan disana. Ketika itu, terjadi kelaparan hebat di tanah Kanaan.  Yusuf mengampuni mereka dan berdamai dengan saudara-saudaranya. Ia tidak lagi memperhitungkan apa yang dilakukan saudara-saudaranya. 

Dia membiarkan mereka mengalami pemurnian dan transformatif dan saudara-saudaranya membuktikan, melalui perilaku mereka, melalui perubahan watak dan sikap mereka, bahwa mereka telah belajar dari perbuatan mereka. Selama bertahun-tahun, rasa bersalah atas apa yang telah mereka lakukan terhadap Yusuf sangat membebani hati mereka. Bertahun-tahun mereka menyimpan rahasia dari ayah mereka tentang keadaan sebenarnya, yang tidak pernah bisa mereka buka dan akhirnya jadi baik.  

Yusuf memberikan reaksi dari rasa sakit anak yang sudah dewasa dan bukan dari rasa sakit anak kecil di dalamnya. Dia melihat ke masa depan. Dia menjadi bebas dengan melihat secara berbeda. Hal ini memungkinkan dia untuk mencintai saudara-saudaranya, terus menawarkan kedamaian dan kenyamanan bagi saudara-saudaranya yang tinggal di Mesir, karena dia tidak akan pernah mengambil alih kehendak Allah untuk membalas dendam kepada saudara-saudaranya (ayat 19). Maka dengan kata-kata “Jangan takut, aku akan menanggung makanmu dan  makan anak-anakmu juga” dan Yusuf menghibur dan menenangkan hati msaudara-saudaranya (ay.20–21). Dia menjamin masa depan generasi berikutnya, bangsa yang besar. Ini bukan tentang dia dan saudara-saudaranya, tapi ini tentang Allah yang menjaga generasi berikutnya  tetapi perlu ada pendamaian sebagai dasar. 

Apa yang kita pelajari?
Salah satu aspek yang mencolok dari kisah-kisah Alkitab tentang Yusuf dan saudara-saudaranya adalah bahwa itu adalah kisah yang benar-benar manusiawi. Ketegangan dan emosi antara saudara, dalam keluarga, antara kerabat, mereka sebenarnya tidak lekang oleh waktu. Keseluruhan cerita, dengan segala liku-likunya, adalah cerita tentang saudara dan saya dari generasi ke generasi.  

Penghiburan dari kisah ini adalah hubungan manusia tidak selamanya tetap, tetapi kita dapat merubahnya, dapat tumbuh dalam hubungan satu sama lain. Itulah berkat dan anugerah. Kita bisa berubah dengan pertolongan Roh Kudus. Kita juga meminta pertolongan Allah untuk bisa membebaskan diri kita dari dinamika kekerasan balas dendam, kebencian dan iri hati. Rabi Jonathan Sacks, berkata: “Kebebasan juga berhubungan dengan kemampuan untuk membentuk pemahaman kita sendiri tentang masa lalu dan memulihkan sebagian warisan yang menyakitkan. Masa depan tidak ditentukan oleh masa lalu”.

Yusuf adalah gambaran Yesus Kristus, yang mengampuni kita, anak-anak-Nya, dan memberi hidup. Karena untuk itulah tujuan kitab ini.  Kitab Kejadian bukan hanya tentang Yusuf, tetapi tentang bagaimana Allah penuhkasih karunia menyatakan diri-Nya di dalam hati Yusuf. Yusuf menggambarkan, melihat dan mendengar kemurahan hati Allah dalam diri Yesus. Sebagai pengikut Kristus, kita juga bersaudara dan Allah adalah Bapa kita. Kita belajar di Gereja untuk berdamai satu sama lain. Juga di rumah saat saudara kandung, orang tua dan anak rujuk. Rasul Paulus berkata, "Berdamailah dengan Allah" (2 Kor. 5:20). Allah telah bersedia dan menunggu kita datang kepada-Nya. Paulus melihat kemungkinan itu tetap terbuka dan realistis. Ia berkata: Sedapat-dapatnya, kalau itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang (Rm.12:18).

Pendamaian bukan hanya tentang didengarkan, diakui dan dipahami; ini tentang melestarikan dan memulihkan umat manusia. Yusuf melakukannya. Kadang-kadang tindakan kecil bisa menjadi sangat penting dan ini membuka rantai, sehingga mungkin ada gerakan yang lebih besar lagi. Memulihkan diri dari hubungan yang rusak adalah kesempatan untuk mengklarifikasi satu sama lain apa saja kemungkinan yang ada. Ketika salah satu anggota keluarga memulai proses pendamaian, ini mempunyai dampak bagi anggota keluarga lainnya, seperti saudara laki-laki atau perempuan, orang tua dan anak. Melalui keberanian satu anggota keluarga, orang ini dapat menyembuhkan luka bernanah dalam keluarga atau membantu memulihkan keluarga dan mengembalikan orang tua, anak dan kakak beradik kembali satu sama lain.

Allah, Firman yang tidak dapat di raba, menjadi terlihat, nyata, dapat dialami, ketika kakak beradik, orang tua dan anak, sesama anggota jemaat  bertemu kembali satu sama lain. Ketika kita mengajarkan pendamaian yang menjadi dasar bagi generasi berikut dan tidak mengkhotbahkan kebencian. Ketika kita berani percaya bahwa 'masa depan tidak ditentukan oleh masa lalu', ketika kita percayalah bahwa hidup selalu menang berkat kekuatan Allah. Pertanyaan bagi saudara dan saya: saudara mengidentifikasi diri dengan karakter yang mana? Yusuf atau saudara-saudaranya, atau kedua-duanya?

Amin