Jumat Agung - 7 April 2023

Pembacaan Alkitab 27:45-50
Thema: Eli, eli, lama sabachtani? / Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?

Saudara-saudari yang dikasihi dan mengasihi Tuhan Yesus Kristus,

Peristiwa penyaliban adalah peristiwa ilahi dimana Allah memilih jalan mendamaikan diri-Nya dengan kita, orang berdosa. Kita membaca dan mendengar peritstiwa ilahi ini dari tahun ke tahun dalam ibadah Jumat Agung. Di awal khotbah ini Jumat Agung ini, saya mengajak kita mendengar sebuah lagu singkat dalam sebuah video.

Jika saudara mengenal lagu ini, silahkan ikut menyanyi.

https://www.youtube.com/watch?v=VE9m0i4qGAU: minuten 00 – 2.01

Lagu ini mengajak kita untuk menempatkan diri di saat peristiwa penyaliban Yesus terjadi, agar kita dapat menemukan makna penyaliban Yesus yang sebenarnya. Saya mengajak kita semua pada saat ini mengarahkan semua pandangan dan pikiran kita ke tiang kayu salib sana dan merenungkan saat-saat terakhir kesengsaraan dan kematian Tuhan Yesus Kristus di tiang kayu salib.Dosa memisahkan

Pertanyaannya, siapa yang dapat mengerti apa yang terjadi di bukit Golgota selama 3 jam, dari jam 12.00 sampai jam 15.00 pada hari jumat sebelum Paskah Yahudi dimulai? Matius tidak memberi kita jawaban dan penjelasan apapun. Kita sendiri harus berusaha menemukan jawabannya sendiri dan untuk itu kita harus memandang pada salib Yesus. 

Kita melihat apa yang terjadi di sana. Yesus ditelanjangi, kemudian mulai dipaku pada tangan dan kakinya. Yesus tergantung di tiang kayu salib, bukan untuk diri-Nya sendiri tetapi untuk memenuhi misi Allah bagi dunia dan manusia. Yesus datang ke dunia untuk menanggung dosa saudara dan saya. Untuk itu IA rela disiksa, dicaci maki, diludahi, di olok-olok, diejek dan difitnah. Dia dikhianati oleh Yudas, disangkal oleh Petrus, dikutuk oleh para pemimpin agama, dicambuk dengan tali, dicambuk dengan kata-kata dan tubuh-Nya mencucurkan darah.

Saudara-saudari,
Melihat semuanya itu, maka kita mungkin berpikir itu sudah cukup. Ia telah banyak menderita. Tetapi ternyata penderitaannya itu belum juga cukup. Karena jika kita melihat lebih dekat, kita akan melihat bahwa Yesus juga ditinggalkan oleh manusia. Orang banyak yang mengikuti-Nya selama tiga tahun melarikan diri, dan hanya beberapa perempuan yang setia melihat kesengsaraan Yesus dari jauh. Mereka yang membenci-Nya tetap tinggal di dekat salib dan mengejek-Nya mereka begitu menikmati penderitaan yang dialami Yesus.

Menurut Matius, Yesus tidak banyak berbicara dan IA diam dan tidak mengucapkan sepatah kata pun. Tetapi diakhir 3 jam kegelapan IA berseru dengan suara nyaring dalam bahasa Aram: 'Eli, Eli lama sabakhtani’. Dalam kitab Markus 15:34 tertulis: ‘Eloi, Eloi lama sabakhtani’. Keduanya mempunyai arti yang sama yaitu: “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”.

Ini adalah perkataan Tuhan Yesus yang ke-empat di kayu salib. Inilah seruan di tengah penderitaan yang begitu berat, di dalam rasa sakit, kesengsaraan dan diabaikan. Kita dapat katakan perasaan ditinggalkan itu dialami dan menembus hati dan pikiran Yesus. Yesus memanggil Bapa-Nya dan bertanya mengapa IA ditinggalkan?

Seruan Yesus ini menggenapi seruan nubuatan yang tertulis dalam Mazmur 22:2-3: “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku? Aku berseru, tetapi Engkau tetap jauh dan tidak menolong aku.
Allahku, aku berseru-seru pada waktu siang, tetapi Engkau tidak menjawab, dan pada waktu malam, tetapi tidak juga aku tenang.”

Kita tidak mengetahui apa penyebab pemazmur mengungkapkan kata-kata ini. Satu hal yang pasti, Firman Tuhan mengajarkan bahwa kita dapat mengungkapkan segala seruan kita kepada Allah. Firman Allah dalam Mazmur 22 ini harus digenapi oleh Yesus sendiri sebagai Anak Allah.

Ternyata orang-orang yang berdiri di situ salah mengerti perkataan Yesus. Mereka menyangka bahwa Yesus memanggil Elia. Mereka lalu mengejek-Nya. Meskipun mereka telah berdiri di bawah salib,
mereka tidak berubah dan tetap melanjutkan apa yang mereka telah lakukan, yaitu kembali mengejek dan mencemooh Yesus, bahkan mencucukan bunga karang ke dalam anggur asam dan memberikannya kepada Yesus untuk diminum dari sebatang buluh.

Penderitaan yang hebat ini di tanggung oleh Yesus Kristus. Pengalaman sakit yang ngeri tidak lagi dirasakan-Nya. Semuanya terjadi karena cinta kasih-Nya yang besar kepada saudara dan saya.

Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan, Apa yang terjadi disini adalah sebuah misteri yang besar. Di dalam seruan ini, kita mendengar sebuah kesengsaraan atau penderitaan yang sangat dalam.

Mattew Henry seorang teolog mengatakan: “kenyataan bahwa Yesus ditinggalkan oleh Bapa-Nya merupakan hal yang paling menyedihkan dan yang paling dikeluhkan oleh-Nya di antara semua penderitaan yang dialami-Nya.” 

Meskipun Yesus tahu Bapa mengasihi-Nya, Dia tetap harus merasakan sakitnya menderita, diabaikan dan mengalami kematian. Pada saat inkarnasi, Yesus sepenuhnya Allah dan IA juga sepenuhnya manusia (Kolose 2:9). Karena itu, Dia dapat merasakan emosi, rasa sakit, dan penderitaan yang sama yang kita rasakan sebagai manusia.

Ia digantung di tiang kayu salib bukan untuk diri-Nya sendiri, tetapi untuk saudara dan saya. Yesus tidak hanya mengatakan IA mengasihi kita, tetapi Dia juga rela memikul dosa-dosa kita, supaya semua murka Allah terhadap kita orang berdosa ditumpahkan kepada-Nya. Dengan demikian kematian-Nya di salib memulihkan relasi antara Allah dan manusia yang telah rusak karena dosa.

Dosa memisahkan

Jezeus aan het kruis

Yesus telah menjadi pengantara antara Allah dan kita manusia. Di atas kayu salib, kita tidak hanya mendengar pertanyaan, ‘Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?’. Tetapi di sana juga ada jawaban yang Tuhan berikan kepada kita, ‘Aku di sini, di tengah penderitaanmu.’ Mengapa? Karena salib adalah tanda Allah menanggung dosa dan kesalahan kita manusia.

Yesus tidak pernah berdosa karena Dia adalah Allah yang menjadi manusia (1 Yohanes 3:5)
dan hanya melalui pengorbanan Yesus yang tidak berdosa,
kita dibenarkan oleh Allah (2 Korintus 5:21).

Saudara-saudari,
Apa arti semua ini bagi kita? Ketika pergumulan dan penderitaan dialami manusia, seperti pandemi, banjir bandang, kebakaran hutan, peperangan, gempa bumi, sakit parah, dan lain-lain, semakin berat, maka semua itu bisa mempengaruhi kondisi mental dan kerohanian manusia. Banyak orang lalu mengalami stress, trauma, depresi dan hilang harapan. Menghadapi situasi seperti ini, orang sering mengajukan pertanyaan: ‘di manakah Engkau Tuhan, di tengah penderitaan yang aku alami saat ini? Mengapa Engkau hanya diam di tengah penderitaan yang ada di dunia saat ini?’

Pada kayu salib kita bisa membawa semua seruan kita dan perasaan ditinggalkan oleh Allah dan manusia. Pada salib Yesus ada pertanyaan dan jawaban. Kayu salib adalah tempat manusia bertanya sekaligus tempat Tuhan memberikan jawaban atas pertanyaan manusia itu. Jika kita bertanya, “Di manakah Engkau, Tuhan, di tengah pergumulan dan penderitaanku?” pandanglah salib itu. saudara tidak seorang diri, Yesus Kristus pernah menanyakan pertanyaan yang sama. Di atas kayu salib itulah jawaban Tuhan berada, “Aku di sini, di tengah penderitaanmu. Aku di sini, di atas kayu salib ini untuk merasakan  penderitaanmu. Ingatlah setelah salib, ada kebangkitan. Setelah pergumulan, ada kemenangan!”

Kita harus tetap memusatkan pikiran-pikiran kita kepada Kristus, dan membiarkan hati kita tenggelam dalam penderitaan-penderitaan-Nya sampai kita mengalami persekutuan dengan penderitaan-Nya itu.
Dengan kita berbagi dengan Kristus dalam penderitaan-Nya, kita dimampukan menjalani penderitaan kita dan tetap merasakan Tuhan beserta kita. Kita mengakui kebaikan Tuhan bukan hanya dalam keberhasilan tetapi juga kita mengakui pengaturan Tuhan dalam penderitaan kita untuk membentuk diri kita seperti Tuhan ingini.

Kita ikut menyaksikan Kristus disalibkan melalui Firman dan Sakramen Perjamuan Kudus. Ada yang merasakan sedikit tersentuh dan cepat melupakannya, perasaan tersentuh itu tidak terus berlanjut.
Seharusnya dan selayaknya hati kita sangat tersentuh dan kasih Tuhan tertanam secara mendalam dalam hati kita hingga kita merespons dengan sungguh-sungguh dalam mengasihi Tuhan Yesus.

Dalam pertanyaan mengapa Allah Bapa meninggalkan-Nya, Ia berseru dengan suara nyaring lalu menyerahkan nyawa-Nya atau Roh-Nya’ (Mat.27:50). Karya keselamatan Allah yang tidak dapat dipahami oleh siapapun, dan hanya bisa diimani menjadi peristiwa ilahi, cinta kasih Allah bagi manusia.

Mari kita sekali lagi mendengar lagu yang telah kita dengar di bagian awal.

https://www.youtube.com/watch?v=VE9m0i4qGAU: minuten 21.59-24.55

Biarlah kita semakin rindu menjadi saksi penyaliban Yesus yang membuka hati dan membaharui hidup kita. Kita semakin sadar bahwa IA mati untuk menanggung hukuman atas dosa-dosa kita. Ingatlah setelah salib, ada kebangkitan. Setelah pergumulan, ada kemenangan!” Karena kematian dan maut bukanlah kata akhir dalam karya penyelamatan Allah bagi kita.

Amin.