Matius 8:1-4

Sdr-sdr yang dikasihi Tuhan Yesus,
Pernah melihat orang yang menderita sakit kusta?

Foto Kusta 1

Foto kusta5

Kusta merupakan penyakit menular kronis yang disebabkan oleh bakteri kusta (mycobacterium leprae) yang menular melalui pernafasan. Penyakit ini terutama mempengaruhi kulit, saraf perifer, mukosa saluran pernapasan bagian atas, dan mata.

Bakteri tersebut dapat menyebabkan daerah yang terkena, kehilangan kemampuan untuk merasakan sentuhan dan rasa sakit. Jika tidak diobati, kerusakan saraf itu dapat mengakibatkan kaku pada tangan dan kaki, jari memendek serta kelopak mata tidak bisa menutup sempurna, yang mengakibatkan kecacatan seumur hidup.

Masa kini, penyakit kusta sudah dapat diobati dan disembuhkan. Asalkan selalu mengingat dua kunci utama dalam pengobatan penyakit ini, yaitu tidak terlambat memeriksakan diri ke dokter dan disiplin saat menjalani pengobatan. Dengan melakukan diagnosis dan pengobatan dini, kecacatan akibat penyakit kusta ini dapat dicegah.

Di Indonesia, khususnya di daerah-daerah tertentu, masih banyak terdapat penderita kusta. Menurut data WHO, Indonesia menduduki no 3 di dunia, untuk jumlah penderita kusta. Kita bersyukur saat ini ada seorang mahasiswa doktoral yang sedang mengadakan penelitian di Universitas Erasmus, Rotterdam mengenai penyakit kusta. Tujuan penelitian ini untuk mencari faktor-faktor yang berkontribusi terhadap keterlambatan deteksi kasus kusta. Bila kasus kusta ditemukan sedini mungkin maka penderita kusta bisa diobati untuk mencegah terjadinya cacat dan menghentikan penularan kusta di masyarakat.

Sdr-sdr, dalam perikop kita, orang yang terkena kusta pada waktu itu dianggap sebagai orang yang najis. Dalam Perjanjian Lama, kitab Imamat pasal 13-14 menceritakan panjang lebar mengenai kusta. Penyakit kusta menurut kitab Imamat dapat menimpa manusia, pakaian dan juga rumah. Penderita kusta pada waktu itu, “harus berpakaian cabik-cabik…harus menutupi mukanya sambil berseru-seru: Najis! Najis! ... Ia harus tinggal terasing, di luar perkemahan itulah tempat kediamannya” (Im 13:45-46)

Penderita kusta dikucilkan dalam masyarakat. Mereka telah mendapat stigma dan mengalami diskriminasi. Mari kita saksikan cuplikan film kolosal “Ben Hur”, adegan ketika Judah, tokoh Ben Hur, tidak diperbolehkan, menurut tradisi dan keyakinan pada waktu itu untuk melihat orang-orang yang sangat dikasihinya, yakni ibu dan saudara perempuannya yang menderita kusta dan hidup dikucilkan dalam sebuah gua.

Sdr-sdr, ketetapan-ketetapan yang terdapat di kitab Imamat tentang kusta, tentu bagi kita yang hidup pada masa kini, terasa sangat kejam sekali. Pada waktu itu, kusta diyakini sebagai hukuman Allah atas dosa orang yang bersangkutan. Kita bisa bayangkan penderitaan seorang yang mengalami sakit kusta. Tidak saja ia menderita sakit secara fisik tetapi hidupnya juga menderita karena dihakimi dan diperlakukan tidak adil dalam masyarakat.

Sdr-sdr yang dikasihi Tuhan Yesus,
Kita bisa mengerti, kalau dalam perikop kita, orang yang sakit kusta itu begitu rindu dan ingin bertemu dengan Yesus. Ia mau mengalami kesembuhan dan pemulihan. Oleh sebab itu, ketika ia menemui Yesus, dikatakan ia sujud menyembah Dia. Dalam versi Injil Markus, dikatakan “… sambil berlutut di hadapan-Nya ia memohon bantuan-Nya…”. Si penderita kusta itu berkata kepada Yesus, “Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku.”

Kita lihat di sini, suatu ungkapan iman yang luar biasa dari orang yang sakit kusta itu. Kita dapat menduga bahwa orang kusta itu, mungkin hanya pernah mendengar tentang Yesus tetapi belum pernah bertemu. Namun begitu ia bertemu dengan Yesus, ia langsung percaya bahwa Yesus sanggup untuk menyembuhkannya. Ungkapan, “jika Tuan mau” memiliki arti yang sama seperti ungkapan “jadilah kehendak-Mu” dalam Doa Bapa Kami.

Orang itu tidak memaksa melainkan memberi dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan. Sebaliknya, Tuhan kita juga tidak pernah memaksa. Ia menyerahkan pilihan itu kepada kita. Mengikut Tuhan Yesus adalah suatu pilihan hidup. Apakah kita mau percaya dan menyerahkan diri kepada-Nya? Itulah yang dilakukan oleh orang yang sakit kusta itu.

Sdr-sdr yang dikasihi Tuhan Yesus,
Apa reaksi Yesus terhadap permohonan orang yang sakit kusta itu? Dalam ayat 3, dikatakan, “Lalu Yesus mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata: ‘Aku mau, jadilah engkau tahir.” Tindakan Yesus menjamah orang yang berpenyakit kusta merupakan suatu tindakan yang berani dan amat kontroversial. Mengapa? Karena tindakan ini, melawan kebiasaan, tradisi, adat atau hukum Musa yang sudah berlaku lebih dari 500 tahun. Dengan menyentuh dan menjamah orang yang sakit kusta, sebenarnya Yesus “melanggar” Hukum Taurat karena orang najis tidak boleh disentuh oleh siapa pun.

Kisah penyembuhan orang yang sakit kusta dalam Injil Matius, di tempatkan setelah “Kotbah Yesus di bukit”. Melalui ‘khotbah Yesus di bukit” Penulis kitab Injil Matius mau memperkenalkan Yesus sebagai pribadi yang tidak mau meniadakan Hukum Taurat melainkan menggenapinya. Melalui kisah penyembuhan orang yang sakit kusta, Yesus diperkenalkan sebagai “Musa yang baru”, yaitu sebagai pemberi hukum yang melebihi hukum Musa dari zaman dahulu. Yesus menggenapi hukum lama itu dan menjadikannya sebuah sarana yang berguna dan bermanfaat bagi umat manusia, secara fisik dan rohani.

Mengapa Yesus mau menyentuh dan menjamah orang itu, karena Yesus mau membuktikan bahwa Ia memiliki kuasa ilahi. Hukum pun harus tunduk kepada-Nya. Oleh karena itu, Yesus berkata, “Aku mau, jadilah engkau tahir” Seketika itu juga tahirlah orang itu dari pada kustanya. Lalu Yesus menyuruh orang yang tadinya sakit kusta menghadap imam untuk memperoleh surat pernyataan tentang ketahiran atau kesembuhannya agar ia dapat memberi persembahan yang diperintahkan dan diwajibkan oleh Musa dalam kitab Imamat.
Hal ini menunjukkan bahwa Yesus menghargai dan tidak menentang hukum yang lama.

Sdr-sdr yang dikasihi Tuhan Yesus,
Apa yang Yesus lakukan ini, tidak saja Ia menyembuhkan orang itu, tetapi juga menghapus “kenajisannya” dan mengembalikan orang sakit itu ke tengah-tengah masyarakat yang pernah mengucilkannya. Yesus sadar bahwa orang yang secara resmi dikucilkan oleh masya-rakat, harus diterima kembali secara resmi pula.

Orang yang sakit kusta itu tahu bahwa Yesus sungguh-sungguh mengasihinya. Karena ketika tidak ada seorang pun yang mau menjamahnya, tetapi ia justru dijamah oleh Yesus. Dalam Markus 1:41, sebelum Yesus menjamah orang itu, dikatakan, “Maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan. Sdr-sdr, jika kita sungguh-sungguh mengasihi seseorang, tentu kita ingin menunjukkan kasih itu bukan sekedar dengan kata-kata tetapi juga dengan tindakan nyata kita.

Ada sebuah kisah nyata yang terjadi di India. Dua orang non-kristen datang ke rumah sakit di India. Tubuh mereka penuh dengan luka, sehingga luar biasa baunya. Seorang perawat yang beragama Kristen, merawat mereka setiap hari. Ia membersihkan luka-luka itu dan setiap malam bercakap-cakap dengan kedua orang sakit itu. Sebelum meninggalkan rumah sakit, salah seorang dari mereka berkata kepada perawat itu: “Di kampung kami mendengar tentang agama Anda, di sini kami melihat dan mengalaminya sendiri.”

Kehadiran kita sebagai gereja-Nya di tengah-tengah dunia ini, sebenarnya juga terpanggil untuk mengambil bagian dalam karya Allah, menyembuhkan dan memulihkan “penyakit kusta” yang masih menjangkiti hidup kita sebagai masayarakat. Bukankah orang-orang yang “sakit kusta” masih banyak di sekeliling kita? Maksudnya bukan orang yang sakit kusta secara fisik, melainkan mereka yang dibuat “sakit kusta” atau diperlakukan sebagai “orang sakit kusta”, yang keberadaannya sebagai bangsa, ras, status atau agamanya mendapat stigma dan mengalami diskriminasi atau tidak diperlakukan secara adil di dalam masyarakat

Sdr-sdr yang dikasihi Tuhan Yesus,
Melalui kisah penyembuhan orang yang sakit kusta, Yesus menunjukkan bahwa kasih Allah begitu besar bagi kita orang-orang berdosa. Bukti dari kasih Allah itu ditunjukkan kepada kita dengan memberikan diri-Nya melalui Yesus Kristus, rela mati di atas kayu salib untuk menebus dan menyelamatkan umat manusia dan dunia ini. Sebentar lagi kita akan menerima sakramen Perjamuan Kudus.

Roti yang akan kita makan melambangkan tubuh Kristus yang dipecah-pecahkan bagi kita dan air anggur yang akan kita minum melambangkan darah Kristus yang tercurah untuk menebus dosa-dosa kita. Kalau sentuhan Yesus pada orang yang sakit kusta itu adalah tanda lahiriah dan bukti dari kasih-Nya. Demikian pula dengan Perjamuan Kudus ini adalah bukti dari tindakan kasih Allah bagi kita, orang-orang berdosa.

Maukah kita mengalami kesembuhan dan pemulihan hidup? Mari kita datang ke hadapan Tuhan dengan kerendahan hati dan penuh kerinduan serta memohon dengan iman, “Tuhan, jika Engkau mau, Engkau dapat menyembuhkan dan memulihkan aku” Tuhan memberkati kita semua.

AMIN.