Roma 15: 22-29

Jemaat yang terkasih. Betapa istimewa kalau kita, justru karena pandemi corona, dipersekutukan dalam kebaktian Online GKIN: anda yang ada di gereja dan anda yang mengikuti kebaktian di rumah. Beberapa bulan terakhir, kebaktian Online GKIN tiap Minggu diikuti live oleh 120 akun. Ada akun di mana lebih dari satu orang mengikuti kebaktian. Sesudah siaran langsung, kebaktian masih bisa diakses. Secara total, kebaktian tiap minggu diikuti sekitar 400 akun. Pengunjung kebaktian online berasal dari berbagai negara. Belanda, Belgia, Indonesia, Australia, Amerika, dsb. Sesudah kebaktian, saya suka membaca chat yang ada. Pengunjung kebaktian online saling menyapa. Kadang ada interaksi satu sama lain,  saling menguatkan atau menasihati seperti dua minggu lalu dengan tema ‘Berani mengampuni’. Dari anda, pengunjung Kebaktian online, ada beberapa yang belum saya kenal atau sudah lama tidak bertemu. Namun kita dipersekutukan dalam nama Yesus, jauh maupun dekat. Jika anda mau, nanti di chat anda bisa menulis di kota atau tempat mana anda tinggal. Seperti yang sering ditulis rasul Paulus di akhir suratnya: salam dari .... (nama), salam dari ... (tempat).  

Di Korintus (Yunani), Paulus menulis surat kepada orang-orang Kristen di Roma, ibukota kekaisaran Romawi. Surat itu kita kenal dengan surat kepada jemaat di Roma. Paulus mengenal banyak orang dari jemaat di Roma, namun ia sendiri belum pernah ke Roma. Orang-orang yang ia kenal, dikenalnya di tempat lain.

Karena Paulus tidak mengenal jemaat Roma secara pribadi, ia mengingatkan mereka akan panggilannya sebagai rasul dan mendorong mereka untuk mendukung dalam pelayanan dan berdoa untuknya. Paulus berkata: ‘Aku mendapat panggilan khusus. Aku dipanggil memberitakan Injil kepada bangsa-bangsa bukan Yahudi. Bangsa-bangsa bukan Yahudi yang percaya kepada Yesus adalah persembahan yang hidup, yang menyenangkan Allah. Hidup mereka sebagai orang Kristen adalah persembahan yang berkenan kepada Allah. Aku adalah imam yang boleh membawa persembahan itu kepada Allah, kata Paulus.’ (Lihat Roma 15:14-21).

Sungguh indah berhenti sejenak di sini. Seluruh hidup Paulus ditandai hal ini: menolong orang untuk mengenal Tuhan Yesus. Membawa orang kepada Allah. Apakah anda juga mempunyai kerinduan yang sama? Kalau suatu waktu kita muncul di hadapan tahta Allah, Allah tidak akan bertanya berapa harta benda yang kita kumpulkan dalam hidup ini. Allah tidak akan bertanya berapa pengikut yang kita miliki di media sosial. Tidak. Allah akan bertanya berapa orang yang kita bawa (lebih dekat) kepada Kristus.

Paulus mengasihi jemaat Roma yang tidak ia kenal. Ia juga rindu bertemu mereka. Ayat 23-24: ‘Tetapi sekarang, karena aku tidak lagi mempunyai tempat kerja di daerah ini dan karena aku telah beberapa tahun lamanya ingin mengunjungi kamu, aku harap dalam perjalananku ke Spanyol aku dapat singgah di tempatmu dan bertemu dengan kamu, sehingga kamu dapat mengantarkan aku ke sana, setelah aku seketika menikmati pertemuan dengan kamu.”  Kata ‘menikmati’ arti harafiahnya: rasa lapar yang dikenyangkan. Paulus rindu kepada jemaat di Roma. Ia ‘lapar’ untuk bertemu. Betapa kita rindu bertemu satu dengan yang lain di jemaat di saat pandemi ini! Kita bersyukur karena dengan pelonggaran protokol yang ada, kita dapat kembali hadir secara fisik di kebaktian GKIN. Semoga banyak lagi yang menyusul. Di jemaat Kristus, kita memang bisa saling menikmati, karena kita adalah sama-sama milik Yesus.

Hari ini kita bersama merayakan Perjamuan Kudus. Perjamuan Kudus mengungkapkan secara khusus persekutuan kita satu sama lain dalam Kristus. Di sini di gereja, kita makan dari roti yang sama dan minum dari anggur yang sama. Pada saat yang sama, kita semua dipersekutukan: jemaat GKIN yang hadir di Den Haag dan anda  yang live mengikuti kebaktian ini, dan bersama kita merayakan Perjamuan Kudus. Kita saling memiliki!

Menikmati satu sama lain bukan berarti kita harus

saling berpelukan dan menepuk punggung. Apalagi sekarang kita harus jaga jarak 1,5 meter. Menikmati satu sama lain berarti: melihat yang lain dalam terang kasih Kristus. Tiap orang mempunyai karakternya masing-masing. Tiap orang unik dan berbeda. Misalnya ada orang

ekstrovert yang mudah bergaul. Mungkin anda orang yang seperti itu. Namun bisa juga anda orang yang pemalu, sedikit introvert. Anda lebih

suka melihat dari jauh terlebih dulu. Namun demikian kita adalah saudara di dalam Tuhan. Sharingkan suatu waktu siapakah Tuhan bagi anda, bagaimana Tuhan bekerja dalam hidup anda. Marilah sebagai jemaat kita lebih berlatih membangun kasih satu sama lain, supaya kita sungguh menikmati satu sama lain, sebagaimana yang Paulus katakan di sini.

Paulus ingin mengunjungi jemaat Roma untuk saling menikmati. Selanjutnya Paulus ingin melanjutkan perjalanan ke Spanyol. Mengapa Spanyol? Mungkin karena waktu itu Spanyol dilihat sebagai ujung bumi (tepi barat dari kekaisaran Romawi). Sebagaimana perintah Yesus: ‘Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.’ (Kisah Para Rasul 1:8).

Di sini kita diingatkan. Gereja bukanlah klub  menyenangkan, walaupun kita senang untuk bersama. Walaupun kita saling menikmati di jemaat, kita tidak boleh lupa akan misi kita. Injil harus terus diberitakan.

Korintus- Roma- Spanyol. Apakah ini rute dari rencana perjalanan Paulus? Tidak. Masih ada satu tempat lagi, yaitu Yerusalem. Yerusalem sebenarnya tidak satu rute dari Korintus- Roma- Spanyol, namun di situ ada hal penting yang Paulus ingin lakukan. Orang-orang Kristen di Yunani (Makedonia dan Akhaya) telah mengumpulkan persembahan sukarela untuk orang-orang Kristen yang miskin di Yerusalem. Persembahan untuk jemaat di Yerusalem! ‘Ya...’ kata Paulus, ‘itu juga memang kewajiban mereka untuk mengumpulkan sumbangan, karena dari Yerusalemlah harta rohani dan keselamatan disalurkan kepada bangsa non Yahudi. Karena itu wajib pulalah bangsa non Yahudi memberikan bantuan finansial kepada orang Kristen Yahudi.’

Bukankah ini cara berpikir yang seharusnya? Cara berpikir rohani, dengan pandangan yang luas. Bukan dengan kesombongan: ‘Ah, orang di sana tidak punya apa-apa. Kasihan. Kita tolong deh.’ Tidak, itu timbal balik! Yang satu punya talenta musik, yang lain tahu banyak pengetahuan Alkitab. Yang satu pandai memasak, yang lain pandai di bidang komputer. Paulus berkata: ‘Yang satu mungkin punya kelebihan dalam hal material, namun yang lain punya kelebihan dalam hal spiritual. Kita ada untuk saling mendukung.’ Marilah kita memandang satu sama lain seperti itu. Kita saling membutuhkan dan dapat saling memberikan. Kita ada untuk saling melayani.

Jemaat-jemaat di Yunani yang berasal dari bangsa non Yahudi berhutang kepada orang Kristen Yahudi di Yerusalem. Ini disebut juga ‘Hutang Pemberitaan Injil’ (Bandingkan Roma 1:14-15). Ini masih relevan untuk kita sekarang. Baiklah saya berikan dua contoh. Contoh pertama. Jepang dikenal dengan kekejamannya di beberapa negara Asia yang mereka kuasai sebelum berakhirnya perang dunia II. Demikian juga di Indonesia di tahun 1942-1945. Karena masa lalu itu, ada seorang profesor Jepang dalam bidang ‘Perjanjian Lama’ yang memutuskan untuk ‘membayar hutang bangsanya’ dengan secara sukarela dan tidak dibayar memberikan kuliah di beberapa sekolah tinggi Teologi di Indonesia. Sungguh istimewa. Tanda rekonsiliasi, tanda persatuan dan solidaritas, sebagaimana yang diajarkan Alkitab.

Contoh kedua. Umat Kristen Indonesia punya ‘hutang pemberitaan Injil’ kepada Belanda dan beberapa negara Barat lainnya (Portugis, Spanyol, Jerman, Amerika) yang membawa Injil ke Indonesia. GKIN adalah gereja Indonesia di Belanda. Bukanlah kebetulan. Itu bagian dari rencana Allah. Kita ada di Belanda bukan hanya untuk senang-senang bersama, tetapi kita mempunyai misi, sama seperti gereja-gereja migran lainnya di Belanda, untuk membawa Injil kembali ke tempat dari mana Injil itu dibawa. Apalagi sekarang, di mana Belanda menjadi ‘ladang penginjilan’ akibat dari sekularisasi yang terus-menerus terjadi.

Korintus- Yerusalem- Roma- Spanyol. Inilah rute rencana perjalanan Paulus.

Kita tidak tahu apakah Paulus akhirnya ke Spanyol. Paulus memang tiba di Roma, namun sebagai tahanan. Menurut tradisi, Paulus dihukum mati di Roma atas perintah kaisar Nero. Namun menurut beberapa sumber kuno, Paulus suatu waktu dibebaskan dan pergi ke Spanyol, baru kemudian ia ditahan lagi di Roma dan dihukum mati. Alkitab tidak menyebutkannya. Tampaknya ini tidak penting di mata Tuhan. Yang penting bukanlah prestasi yang kita capai, namun apa yang menjadi kerinduan kita, passion kita, kesetiaan kita, dan giatnya kita bekerja untuk Tuhan. Itulah yang penting bagi Tuhan. Apakah rencana perjalanan Allah bagi anda? Apakah anda rindu mengikuti rencana Allah itu?

Waktu saya SMA di Jakarta, ada guru kami yang punya sabuk hitam Taekwondo, seni bela diri. Murid-murid sangat menghormatinya. Suatu hari teman saya bertanya di kelas: ‘Pak guru, apakah ‘Dan’ (tingkatan sabuk hitam) yang paling tinggi di Taekwondo?’ Tahukah anda apa jawaban pak guru saya? ‘Dan’ yang paling tinggi bukanlah ‘Dan 1’, ‘Dan 2’, melainkan ‘Dan teman-teman’.

Paulus akhirnya bisa menikmati jemaat di Roma: persahabatan mereka, relasi mereka di dalam Tuhan. Ini kita baca di Kisah Para Rasul. Waktu Paulus sebagai tahanan dari Napel dibawa ke Roma, melalui jalan Via Appia, jalan yang sampai sekarang masih ada, datanglah dari Roma beberapa anggota jemaat dari Roma untuk menguatkannya di tengah jalan. (Kisah 28:14-15). Paulus datang ke Roma sebagai tahanan dengan tangan yang terbelenggu, namun dengan penuh berkat Kristus. Betapa indahnya itu. Itulah persekutuan di dalam Yesus: di saat senang maupun susah.

Demikian kiranya kita juga bersama sebagai saudara di dalam Tuhan. Dipersatukan dalam kasihNya. Bersama dipanggil untuk MisiNya. Satu dalam nama Yesus, jauh ataupun dekat.

 

Peliharalah! Nikmatilah! Hidupilah!

Amin.