Kejadian 45:1-8

Hari Minggu ini, 17 Januari adalah awal dari Pekan doa bagi kesatuan orang-orang Kristen. Di GKIN regio Tilburg hari ini sebenarnya direncanakan kebaktian gabungan tahunan dengan Gereja Katolik paroki Peerke Donders dan Geredja Indjili Maluku (GIM) Tilburg. Karena pandemi maka kebaktian gabungan ini ditiadakan. Namun demikian, di kebaktian Online ini kita menggunakan tema yang sama.

Tinggallah di dalam kasihKu.Tema ini berhubungan dengan pembacaan Alkitab kita di mana kita kembali merenungkan kehidupan Yusuf, sebagai kelanjutan dari beberapa khotbah saya di kebaktian Online yang lalu.

Saya ingin membagi khotbah ini dalam 3 poin: 1. Menerima kasih Allah dan mengakuinya dalam hidup ini, 2. Menyatakan kasih Allah dengan pengampunan, 3. Tinggal di dalam kasih Allah.

1. Menerima kasih Allah dan mengakuinya dalam hidup ini

Di Belanda ada sebuah acara TV Spoorloos (Kehilangan jejak). Dalam acara ini orang-orang mencoba mencari kontak dengan anggota keluarga yang sudah kehilangan jejak, bahkan yang belum pernah dijumpai. Acara TV ini menolong orang-orang menemukan anggota keluarga yang ‘hilang’. Di salah satu episode saya melihat bagaimana seorang ibu muda yang diadopsi oleh pasangan Belanda mencari orangtua biologisnya di Indonesia. Dalam siaran itu, kita sebagai penonton menjadi saksi, bagaimana kedua orang itu bertemu kembali setelah puluhan tahun. Suatu momen yang sangat mengharukan dan emosional.

Dalam Kejadian 45 kita juga melihat kejadian seperti itu. Penterjemah dari Mesir dan pengawal-pengawal disuruh keluar oleh Yusuf, tetapi kita boleh menjadi saksi dari pertemuan yang luar biasa itu. Ayat 2-3: ‘Setelah itu menangislah ia (Yusuf) keras-keras, sehingga kedengaran kepada orang Mesir dan kepada seisi istana Firaun. Dan Yusuf berkata kepada saudara-saudaranya: Akulah Yusuf! Masih hidupkah bapa?’

Dapatkah anda bayangkan bagaimana saudara-saudara Yusuf itu mundur terkejut? Bukankah mereka bisa terkejut jatuh ke tanah dan malu? Inilah Yusuf! Saudara mereka, yang mereka jual sebagai budak, yang mereka sebarkan dusta kepada ayah mereka. ‘Ayah, kami menemukan jubahnya berlumuran darah. Pasti dia dimangsa binatang buas.’ Bertahun-tahun mereka membawa rahasia itu bersama mereka, rahasia mengerikan tentang kejahatan mereka. Sekarang, tiba-tiba, penguasa besar Mesir itu berkata kepada mereka dalam bahasa mereka: ‘Akulah Yusuf!’

Nafas mereka tertahan. Di tengah suara tangisan yang keras, mereka mendengar kembali suara Yusuf: ‘Marilah dekat-dekat. Janganlah bersusah hati dan janganlah menyesali diri, karena kamu menjual aku ke sini, sebab untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului kamu. Masih ada lima tahun kelaparan. Maka Allah telah menyuruh aku mendahului kamu untuk memelihara hidupmu ...

Itu adalah perkataan penuh kasih. Ucapan Yusuf  ini membuktikan bahwa ia sudah menerima kasih Allah dalam hidupnya. Ia memiliki damai di hati meskipun ia sudah mengalami pergumulan yang berat dan sulit dalam hidupnya. Yusuf menerima kasih Allah dan mengakuinya dalam hidupnya. ‘Jadi bukanlah kamu yang menyuruh aku ke sini, tetapi Allah; Dialah yang telah menempatkan aku sebagai bapa bagi Firaun dan tuan atas seluruh istananya dan sebagai kuasa atas seluruh tanah Mesir.’

Perkataan itu tidak dapat Yusuf ucapkan waktu ia ada di sumur dibuang saudaranya. Namun sekarang ketika ia duduk di tahta, ia baru melihatnya. Demikian juga ini berlaku bagi kita. Biasanya kita baru melihat belakangan mengapa sesuatu itu terjadi dalam hidup kita. Mengapa ‘sumur’ pergumulan itu toch membawa kebaikan bagi kita. Ini bisa disebut: ‘Aha Moment’. Aha! Sekarang saya baru ngerti!  Kadang kita harus melalui lembah yang dalam sebelum bisa naik ke atas. Itulah jalan yang ditempuh Tuhan Yesus. Itulah jalan yang pengikut Yesus juga jalani di belakang Yesus. Tidak ada kemenangan tanpa perjuangan. Tidak ada mahkota tanpa salib.

Jemaat yang terkasih. Apapun yang anda alami, jangan panik. Juga di masa pandemi corona ini. Percayalah pada kasih Allah! Kita memiliki penglihatan terbatas atas hidup kita, namun Allah melihat keseluruhan hidup kita dan tidak ada yang terjadi di luar pandanganNya dan diluar kasihNya. Kita hanya melihat potongan kecil dari puzzel yang besar atas hidup kita, namun Allah melihat seluruhnya. Terimalah kasih Allah dan akuilah kasihNya dalam hidup anda.

2. Menyatakan kasih Allah dengan pengampunan

Yusuf mengalami banyak penderitaan karena saudaranya. Dicemooh, dipukuli, dilempar ke sumur, diperdagangkan sebagai budak. Tahun-tahun terbaik dalam hidupnya dirampas mereka. Tahun-tahun yang tidak bisa kembali lagi. Lalu? Sungguh ajaib... Yusuf tidak datang dengan pembalasan, ia tidak menangkap saudara-saudaranya, ia tidak menyuruh memenggal mereka. Tidak. Ia datang dengan kasih. Yusuf menyatakan kasih Allah. Ia memberi pengampunan kepada saudaranya. Ini mengingatkan kita akan Tuhan Yesus yang juga dicemooh, dicambuk, dan kemudian disalib. Namun di atas salib Ia berkata: ‘Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat’.

Bagaimana mungkin Yusuf memberikan reaksi seperti ini? Tanpa dendam, tanpa kebencian. Hanya dengan hati dan tangan terbuka. Hanya dengan pengampunan. Itu karena ia telah menerima kasih Allah dan mengakuinya dalam hidupnya. Itu karena ia percaya akan pimpinan Allah. Ayat 7: ‘Maka Allah telah menyuruh aku mendahului kamu untuk menjamin kelanjutan keturunanmu di bumi ini dan untuk memelihara hidupmu, sehingga sebagian besar dari padamu tertolong.

Yusuf ingin berkata di sini: ‘Inilah pimpinan Tuhan. Memang semua itu harus terjadi sesuai rencana Tuhan.’ Apakah berarti bisa dibenarkan apa yang saudaranya lakukan dengan menjualnya sebagai budak? Tidak. Tentu tidak. Pengampunan bukan berarti mengabaikan kesalahan apalagi membenarkan kesalahan. Yusuf juga menyebutkan ini di Kejadian 50:20: ‘Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar.’

Yusuf mengatakan di sini bahwa segala sesuatu yang ia alami ada tujuannya. Tujuan Allah akan berjaya. Kejahatanpun dapat Allah ubah menjadi kebaikan bagi rencanaNya. Paulus berkata di Roma 8:28: ‘Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.’ Hidup kita pada dasarnya tidak ditentukan oleh apa yang orang lakukan terhadap kita, tidak ditentukan oleh situasi kondisi yang kita alami, namun ditentukan oleh kasih Allah yang memimpin kita melalui segala sesuatu.

Yusuf dapat mengampuni saudaranya karena ia melihat ada tangan Tuhan dalam semua ini. Ia melihat rencana Tuhan dalam segala perkara. Itu membuatnya menjadi lunak. Di pasal sebelumnya (Kejadian 44), Yusuf juga sudah melihat bagaimana saudara-saudaranya berubah. Mereka tidak lagi egois memikirkan diri sendiri, tetapi solider satu sama lain. Yehuda bahkan bersedia berkorban bagi Benyamin.

Maukah kita seperti Yusuf yang menyatakan kasih Allah dengan mengampuni sesama kita? Mungkin itu kakak atau adik yang sudah lama tidak kita hubungi. Mungkin itu seseorang di dalam jemaat. Mungkin itu teman lama atau seseorang di lingkungan anda. Tuhan Yesus mengingatkan kita tiap kali kalau kita berdoa Bapa Kami: ...’ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami’. Kiranya Roh Kudus memberikan kita kekuatan untuk dapat mengampuni, sebagai mana kita mendapat pengampunan dari Tuhan Yesus.

3. Tinggal di dalam kasih Allah.

Yusuf menerima kasih Allah, menyatakan kasih Allah, dan tinggal di dalam kasih Allah. Suatu tanda kalau kita tinggal di dalam kasih Allah ialah bahwa kita mau saling bersekutu di dalam dan melalui kasih Allah. Kasih Tuhan tidak kita simpan untuk diri sendiri, tetapi kita bagikan kepada orang lain. Kita tidak hanya memikirkan diri sendiri, tetapi komunitas. Kita tidak hidup untuk diri sendiri. Kita ingin yang terbaik bagi orang lain. Ini kita baca dalam perkataan Yusuf di ayat 9-11 ‘Segeralah kamu kembali kepada bapa dan katakanlah kepadanya: Beginilah kata Yusuf, anakmu: Allah telah menempatkan aku sebagai tuan atas seluruh Mesir; datanglah mendapatkan aku, janganlah tunggu-tunggu. Engkau akan tinggal di tanah Gosyen ...Gosyen terletak di Delta Sungai Nil, daerah paling subur di Mesir. Itupun adalah bagian dari rencana Allah. Di daerah subur itulah keluarga Yakub akan berkembang menjadi bangsa Israel. Tempat itu sekarang dikenal sebagai Wadi Tumilat.

Yusuf melanjutkan: “Engkau akan tinggal di tanah Gosyen dan akan dekat kepadaku, engkau serta anak dan cucumu, kambing domba dan lembu sapimu dan segala milikmu. Di sanalah  aku memelihara engkau--sebab kelaparan ini masih ada lima tahun lagi--supaya engkau jangan jatuh miskin bersama seisi rumahmu ...”

Hari ini adalah hari Minggu dari Pekan doa bagi kesatuan orang-orang Kristen, yang di Belanda diprakarsai oleh Dewan Gereja-Gereja Belanda dan MissieNederland (organisasi Injili). Gerakan doa ini dimulai 150 tahun yang lalu dan dilakukan di seluruh dunia. Di Pekan doa ini, dari tanggal 17-24 Januari, orang-orang Kristen berdoa bagi kesatuan orang-orang Kristen. Kesatuan di tengah kepelbagaian. Kesatuan di tengah masa lalu yang memisahkan jalan kita. Sebagaimana Yusuf dan saudara-saudaranya boleh bertemu kembali dan saling memandang sebagai saudara, demikian kita berdoa bagi kesatuan pengikut-pengikut Yesus dan kerja sama ekumenis antara gereja-gereja di Belanda, Belgia, Indonesia dan seluruh dunia.

Di tengah pandemi corona ini, kita berjuang bersama sebagai gereja Tuhan Yesus di dunia ini. Demikian gereja-gereja saling mendukung dengan membagikan protokol-protokol pelaksanaan kebaktian di masa pandemi ini agar kebaktian berjalan dengan aman dan bertanggung jawab, saling berbagi bentuk-bentuk dan tips pelayanan di masa pandemi, dan juga banyaknya kebaktian online di internet. Di kebaktian Natal online seluruh GKIN yang lalu, setengah dari persembahan Natal ditujukan untuk mendukung gereja-gereja migran yang lain di Belanda yang mengalami kesulitan finansial karena pandemi. Sebagai gereja-gereja Tuhan, kita bukan hanya berbagi keadaan yang sama, tetapi secara khusus berbagi kasih Allah satu sama lain. Bersama-sama kita menerima kasih Allah dan mengakuinya dalam hidup kita, bersama-sama kita menyatakan kasih Allah, dan bersama-sama kita tinggal di dalam kasih Allah.

 

Jemaat yang terkasih. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, namun kita tahu di tangan siapa masa depan itu terletak: di tangan Tuhan Yesus. Karena itu janganlah takut. Percayalah kepada Tuhan. KasihNya akan menyertai kita dan tinggal bersama kita. Karena itu tinggallah di dalam kasihNya.

Amin.