Wahyu 3:1-6
Jemaat yang terkasih. Apakah anda pernah menonton film zombie? Ini film horor. Karena reklame dari kedua putra saya, beberapa tahun yang lalu saya menonton film zombie. Film Korea yang berkisah tentang perjalanan kereta menuju Busan. Ada yang tahu judulnya? Tahukah anda beda vampir dan zombie? Persamaannya keduanya sama-sama mati tapi tampaknya hidup. ‘Makhluk mati yang kelihatannya hidup’. Perbedaannya vampir dalam film vampir biasanya jadi tokoh utama, sedangkan zombie di film zombie biasanya pemain figuran yang hanya muncul sekali-kali. Berbeda dengan vampir, zombie tidak punya keinginan sendiri. Zombie berjalan secara acak dan menggigit manusia yang sehat. Zombie juga mudah terbawa oleh zombie yang lain. Kalau yang satu lari ke satu sisi, yang lain ikut lari ke sana juga. Mereka tampak hidup tapi sebenarnya mati.
Seperti itu juga penghakiman Tuhan Yesus atas jemaat di Sardis. ‘Engkau dikatakan hidup, padahal engkau mati.’ Semua orang memuji: ‘Lihat gereja Sardis itu! Hebat jemaatnya. Tiap Minggu gerejanya penuh. Kegiatan jemaatnya banyak. Keuangannya kuat. Patut diteladani.’ Dari luarnya gereja Sardis memang tampak hebat di mata manusia, namun dari dalamnya tidak ada apa-apanya di mata Tuhan. Di Sardis mungkin mereka punya pelayanan sosial yang luar biasa untuk orang yang membutuhkan (diakonia). Namun hati mereka tidak ada di situ. Jemaat perlahan-lahan menjauh dari Yesus. Tuhan Yesus membuat diagnosa: jemaat yang mati. Kata-kata yang tajam! Tuhan Yesus tahu apa yang ada di hati para anggota gereja di sana. Masalah gereja Sardis bukan penganiayaan atau ajaran sesat, tetapi kematian rohani.
Otopsi rohani jemaat Sardis menunjukkan penyebab dari kematiannya. Pertama: Jemaat Sardis mati secara rohani karena mengandalkan kesuksesan masa lalu. Sardis dulu merupakan ibukota dari kerajaan Lydia yang kuat, suatu negara di bagian barat Asia Kecil yang sekarang ada di Turki. Namun ketika rasul Yohanes menulis kitab Wahyu ini, semua itu adalah kejayaan masa lalu. Seperti kotanya, jemaat Kristen Sardis juga sudah pudar. Reruntuhan Sardis sekarang dapat kita temukan di luar kota Sart di Turki.
William Barclay, seorang penafsir Alkitab berkata: ‘Suatu gereja ada dalam bahaya besar ketika mereka mulai menyembah masa lalunya … ketika orang lebih sibuk dengan ‘model dan cara’ daripada hidup … ketika orang lebih mencintai comfort-zone daripada Yesus Kristus … ketika orang lebih mementingkan hal-hal materi daripada rohani.’
Kedua: gereja mati secara rohani karena membiarkan dosa masuk ke dalam jemaat. Pekerjaannya jahat dan ‘pakaiannya penuh noda’.
Ketiga: gereja mati karena tidak peka terhadap kondisi rohaninya sendiri. Di Sardis ada kepura-puraan, ketidakjujuran dan kemunafikan. Sebagaimana yang Paulus katakan di II Timotius 3:5 ‘Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya. Jauhilah mereka itu!’
Terlepas dari segala kondisi negatif di jemaat, Yesus tidak menghapus gerejaNya! Juga gereja Sardis tidak. Karena kasihNya Ia memberi surat ini justru untuk memperingatkan mereka.
Jemaat Sardis telah tertidur. Sampai dua kali Yesus berkata di ayat 2 dan 3: ‘Bangun!’ Yesus sangat tajam di surat ini. Namun ketajaman ini adalah anugerah! Ia tidak ingin seorangpun binasa! Ini juga berlaku bagi kita semua, anda dan saya. Hari ini Tuhan Yesus juga mengguncangkan kita. Apa engkau masih terjaga? Ataukah engkau tertidur secara rohani?
Seperti yang juga Paulus tulis dalam Efesus 5:14: ‘Bangunlah, hai kamu yang tidur dan bangkitlah dari antara orang mati dan Kristus akan bercahaya atas kamu.’
Untuk memperjelas perbedaannya, Tuhan Yesus memberi contoh lain, contoh pakaian. Sardis adalah kota yang dikenal dengan industri pakaiannya, khususnya wol. Namun Sardis bukan kota yang kaya seperti enam abad sebelumnya. Di abad 6 SM Sardis ibukota yang makmur yang dipimpin oleh raja Croesus, raja dari kerajaan Lydia. Raja Croesus adalah salah seorang raja terkaya yang pernah ada. Bahkan di Belanda ada pepatah yang berbunyi: ‘Orang yang kayanya seperti Croesus’. Namun di tahun 17 SM ada gempa bumi dahsyat yang membuat Sardis pudar. Kaisar Tiberius menyumbangkan 10 juta keping uang untuk kota Sardis, namun kejayaan Sardis tetaplah pudar. Seperti itu juga jemaat Kristen Sardis. Mereka menelantarkan hidup beriman mereka. Di ayat 4 Yesus berkata: ‘Tetapi di Sardis ada beberapa orang yang tidak mencemarkan pakaiannya; mereka akan berjalan dengan Aku dalam pakaian putih, karena mereka adalah layak untuk itu.’
Apakah anda lihat perbedaannya? ‘Pakaian bernoda’ dan ‘pakaian putih’. Bukankah noda pada pakaian itu mengerikan? Siapa yang pernah mengalaminya? Saya masih ingat waktu saya umur sepuluh tahun dan saya pergi ke pesta pernikahan. Saat makan saya bereksperimen. Saya bermain dengan minuman bersoda. Saya tiup minuman bersoda itu dengan segenap tenaga. Akhirnya minuman bersoda itu tumpah ke baju saya. Noda minuman bersoda sangat mencolok di baju saya. Malunya bukan main.
Noda pada pakaian … itulah kebiasaan buruk yang awalnya kita lawan tapi akhirnya kita biarkan saja. Noda pada pakaian itu adalah dosa masa lalu yang tidak pernah kita akui. Noda pada pakaian itu adalah dosa yang terus berkembang biak dalam hidup kita. Namun kebalikan dari pakaian bernoda adalah pakaian putih. Saya pikir kita pernah mengalami saat-saat di mana kita sungguh rindu pakaian putih. Sebagaimana beberapa orang di Sardis yang tidak mencemarkan pakaiannya di ayat 4. Dengan kata lain: kita rindu hidup bersih, murni. Kita ingin melakukan yang baik dengan sungguh baik.
Bagaimana mungkin pakaian kita tidak bernoda? Bagaimana mungkin hidup tanpa dosa? Memang tidak bisa! Namun kalau kita berjalan bersama Yesus, kalau kita hidup dalam persekutuan denganNya, maka dosa kita lenyap seperti salju yang mencair kena panas matahari. Di bagian lain kitab Wahyu tertulis: ‘Mereka mencuci jubah mereka dalam darah Anak Domba’. Kita hidup dari anugerah! Kalau kita sekarang di dunia hidup dari anugerah, berjalan bersama Yesus, maka kita boleh terus berjalan, seolah menuju hidup yang kekal. Kita akan mendapat pakaian putih, lambang dari pengampunan dan kemurnian.
Mungkin anda berpikir: ‘Kedengarannya bagus, tapi saya lebih merasa seperti orang yang berpakaian bernoda. Bagaimana saya harus berjalan ke depan? Bagaimana juga kita sebagai jemaat? Apakah keadaan kita lebih baik dari Sardis? Hanya Allah yang tahu. Bagaimanapun juga, mari kita anggap serius surat ini!
Surat yang sangat tajam ini juga sekaligus penuh dorongan semangat. Biarlah ini juga menjadi dorongan semangat untuk kita masing-masing. Tiga dorongan semangat kalau kita ingin berjalan dengan pakaian putih.
Pertama: Tuhan Yesus memiliki Roh Kudus dan para pemimpin gereja di tanganNya. Di ayat 1 Yesus berkata: ‘Inilah firman Dia, yang memiliki ketujuh Roh Allah dan ketujuh bintang itu...’ Di Wahyu 1 kita menemukan bahwa tujuh bintang itu adalah tujuh ‘malaikat’, tujuh pembawa pesan atau utusan jemaat. Yang dimaksud di sini adalah pemimpin jemaat yang meneruskan pesan Allah kepada jemaat.
Perhatikanlah dengan baik. Justru terhadap jemaat yang tertidur ini, yang pakaiannya kotor dan bernoda, justru Yesus berkata: ‘Aku memiliki ketujuh Roh Allah’, yang artinya Roh Kudus dalam tujuh kepenuhanNya! Apakah anda rindu hidup kudus, ‘pakaian baru’, ‘pakaian putih’? Datanglah kepada Yesus dan berdoalah memohon Roh Kudus! Berdoalah agar saudara dipenuhi oleh Roh Kudus, yang membakar semangat saudara. Berdoalah untuk karunia Roh dan gunakanlah karunia itu dalam KerajaanNya! Demikian juga dengarkanlah baik-baik para utusanNya!
Dorongan kedua: di dalam jemaat kita dapat saling membangunkan.
Tahukah anda bahwa menguap itu menular? Kalau seseorang menguap di depan anda, maka kemungkinan besar anda juga ikut menguap. Para peneliti dari Universitas Nottingham Inggris menyebutnya: ‘fenomena gema’. Tiruan otomatis yang tidak kita sadari.
Namun Yesus memanggil kita untuk menjadi sebaliknya. Jangan kita biarkan satu sama lain bermalasan atau terbawa arus tidur sampai akhirnya semua jatuh tidur. ‘Bangunlah dan kuatkankah apa yang masih tinggal …’, kata Tuhan Yesus. Di sini Yesus berbicara kepada anggota jemaat yang masih terjaga. Sebagai jemaat kita punya panggilan ke luar, namun juga ke dalam. Panggilan ke dalam yaitu untuk saling menajamkan, saling membangun, membuat orang lain bercermin, saling hidup bersama. Bersama mengikut Tuhan dan melayaniNya di dalam dan di luar gereja.
Inilah tugas yang Tuhan berikan. Ini juga sekaligus dorongan semangat! Anda tidak sendirian! Kita diberi satu sama lain sebagai satu jemaat. Pertanyaan reflektif untuk kita adalah: ‘Dengan cara bagaimana kita sebagai jemaat dapat saling mendorong?’
Dorongan ketiga: nama kita dikenal Allah.
‘Barangsiapa menang, ia akan dikenakan pakaian putih yang demikian; Aku tidak akan menghapus namanya dari kitab kehidupan, melainkan Aku akan mengaku namanya di hadapan Bapa-Ku dan di hadapan para malaikat-Nya.’ (ayat 5).
Apa yang tercantum di sini penuh harapan. Nama telah tercantum meskipun belum jelas apakah orang itu akan menang. Nama anda tidak dicatat belakangan setelah Allah menghakimi anda. Tidak. Kalau anda percaya kepada Yesus dan menerimaNya sebagai Tuhan dan Juruselamat, maka nama anda tercatat di kitab kehidupan. Sebagaimana Yesus berkata di Yohanes 10:27-28 ‘Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku.’ Sungguh jaminan yang luar biasa yang Yesus beri kepada kita!
Nama orang-orang Sardis dengan pakaian yang bernoda juga tertulis di kitab kehidupan. Dan Tuhan Yesus berkata: ‘Bertobatah! Bangun dan jadilah pemenang, karena Aku tidak mau menghapus namamu! Kamu ada di dalamnya!’
Jemaat terkasih. Tuhan Yesus yang telah bangkit
dari kematian, mampu membangkitkan ‘makhluk mati yang kelihatannya hidup’. Biarlah pesan kepada jemaat Sardis ini kita tanamkan dalam hati. Mari kita hidup bersama Kristus dan menjaga pakaian kita dari kecemaran. Di suatu hari nanti, akan tiba waktunya kita berhadapan muka dengan muka dengan Yesus. Untuk selamanya kita boleh berjalan dengan pakaian putih.
Amin.